Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhasil
Aisha berjalan dengan lesu, begitu juga dengan ketiga kakaknya, mereka masih terlihat syok, bingung dan sudah pasti sedih.
Aisha merasa lemas dan tidak sanggup lagi berjalan, dia duduk di bangku ditinggalkan oleh ketiga kakaknya yang sudah berjalan terlebih dahulu.
Dia pikir biar kakak-kakaknya saja yang memberi tahu Ummi akan penyakit sang Ayah, dirinya dirasa tak sanggup untuk melihat bagaimana reaksi sang ibu.
Aisha yang duduk merenung kaget menyadari jika suaminya telah duduk di sampingnya.
Keduanya terdiam. Alvian memilih untuk diam karena tahu jika istrinya sedang sangat sedih.
Aisha menundukkan wajahnya. Air mata jatuh menetes.
"Apa Abah bisa sembuh?" tanyanya pelan.
"Aku akan melakukan yang terbaik."
Aisha semakin terisak, membuat hati Alvian pilu melihat sang istri menangis sedih di hadapannya.
Ingin rasa-rasanya dia memeluk Aisha untuk menenangkannya, memeluk sang istri dan mengatakan jika semuanya akan baik-baik saja.
"Kanker Abah masih dalam tahap awal, kemungkinan untuk sembuh sangat besar, kita tak boleh berkecil hati."
Aisha langsung menghentikan tangisnya. Dia lalu melirik sang suami di sampingnya.
"Aku mohon berjanjilah." Aisha menatap wajah suaminya lekat.
"Berjanjilah untuk menyembuhkan Abah."
Avian terdiam.
"Aku mohon." Aisha kembali menitikkan air matanya.
Alvian mengangguk pelan.
"Aku berjanji."
Aisha masih menatap wajah suaminya.
"Terima kasih."
Keduanya saling bertatapan. Alvian menatap lebih lekat mata sang istri yang basah, air mata nampaknya belum akan berhenti keluar dari sana.
"Berhentilah menangis. Kumohon." Alvian memalingkan wajahnya, seakan tak sanggup lagi untuk melihat mata yang penuh dengan air mata itu.
Aisha langsung menyeka air matanya.
Keduanya kemudian dikagetkan oleh kedatangan kedua orang tua Alvian, Aisha langsung menyambut ibu mertuanya dengan memeluknya erat.
Aisha memeluk sang ibu dengan eratnya sambil kemudian menangis. Membuat ibu mertuanya kaget dan terheran-heran.
Alvian memberitahu kedua orang tuanya perihal penyakit Abah. Sudah pasti membuat keduanya kaget dan sedih.
"Tidak apa-apa Nak. Kita serahkan semuanya pada Allah SWT." Ibu mengelus kepala menantunya dengan lembut.
***
Aisha memeluk Ummi, menyandarkan kepalanya di bahu sang ibu yang nyatanya terlihat lebih tegar dan menerima semuanya dengan tabah.
"Kamu pulanglah dulu Nak. Pulang dan beristirahatlah di rumah." Ummi mengelus kepala putrinya.
"Nak Alvian. Tolong bawa istrimu untuk pulang." Ummi melihat Alvian yang duduk depannya.
"Aisha tidak mau pulang Ummi." Aisha memeluk ibunya semakin erat.
"Pulanglah dulu sebentar, paling tidak kamu juga harus ganti baju dan makan."
"Iya Nak. Mari kita pulang, ke rumah ibu saja, lebih dekat dari sini. Setelah itu kita akan kembali lagi kesini." Ibu memegang tangan Aisha.
Aisha akhirnya menuruti kehendak Ummi, dia akhirnya pulang bersama suami dan mertuanya.
***
Aisha keluar kamar mandi namun tak menemukan suaminya di dalam kamar, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar diketuk dan ibu mertuanya masuk dengan membawa makanan.
"Suamimu kembali lagi ke Rumah Sakit. Katanya ada beberapa hal yang harus dia urus."
Aisha mengangguk mengerti.
Aisha terpaksa makan karena ibu mertuanya yang memaksa walaupun sebenarnya dia sangat tak berselera karena memikirkan penyakit sang ayah.
"Istirahatlah Nak, jangan banyak pikiran. Sebaiknya malam ini kamu tidak usah menunggu ayahmu dulu, ada banyak orang disana yang menunggunya," ucap ibu sebelum meninggalkannya.
Selesai shalat Isya, Aisha membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, hingga tanpa disadari dia terlelap.
____
Alvian masuk ke dalam kamar, melihat sang istri tidur terbaring di atas tempat tidur. Dia akan masuk lebih dalam lagi tapi tertahan ketika tahu jika Aisha tidak memakai cadarnya.
Alvian terpaku memperhatikan punggung sang istri yang membelakanginya, dia tahu jika istrinya tertidur sangat lelap hingga jika dia mendekati dan melihat wajah Aisha, istrinya itu tidak akan tahu, mungkin ini juga kesempatan baginya juga untuk melihat bagaimana sebenarnya wajah sang istri.
Namun semua itu dia urungkan. Entah mengapa jika seperti itu rasanya seakan-akan dia telah mencuri. Alvian juga merasa jika sekarang dirinya masih belum pantas untuk melihat wajah sang istri mengingat apa yang telah dia lakukan.
Alvian tahu jika Aisha sudah memaafkannya dengan sepenuh hati dan menerimanya sebagai suami, maka dia sendiri yang akan datang padanya dengan seluruh hak-nya. Dia tahu jika Aisha tak mungkin mengingkari kewajibannya sebagai istri jika dia juga sudah melaksanakan kewajibannya sendiri sebagai suami yang baik.
Alvian kembali keluar kamar.
***
Keesokan harinya.
Raut kesedihan terlihat jelas di wajah semua anak dan menantu Abah, melihat orang yang mereka sayangi akan dibawa menggunakan ambulans ke Rumah Sakit besar di kota untuk bisa menjalani operasi.
Alvian sudah mengurus dan menyiapkan semuanya, kini mereka semua siap untuk berangkat.
Hampir semua anak Abah ikut, kecuali Siti dan Maryam yang menunggu di rumah.
Aisha naik mobil suaminya bersama dengan Ummi dan Kak Zainab.
Sesampainya di Rumah Sakit langsung dilakukan observasi pada Abah, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat apakah Abah sudah siap untuk melakukan operasi atau belum.
Dan Akhirnya, jadwal operasi telah di tentukan. Besok Abah akan melakukan operasi untuk mengangkat jaringan kanker dari lambungnya.
Aisha memegang tangan Abah, sambil terus mengaji di sampingnya, sesekali Aisha menyeka air mata yang terus mengalir dengan sendirinya.
Abah tersenyum melihat putrinya.
"Kita tak akan tahu indahnya sembuh, sampai kita merasakan sakit," ucap Abah menyeka air mata Aisha.
Aisha menatap wajah ayahnya.
"Kamu adalah perisai keluarga kita. Kamu anak Abah yang paling berani dan tangguh. Abah bangga padamu." Abah menggenggam erat tangan Aisha.
"Jika Abah tidak ada. Abah tidak khawatir karena ada kamu yang akan menjaga mereka terutama saudara-saudara perempuanmu."
Aisha menangis.
"Tidak Abah. Kami belum siap jika Abah tinggalkan sekarang." Aisha menangis di pelukan ayahnya.
___
Abah sudah dibawa ke ruang operasi, semua orang menunggu di depan ruangan operasi sambil terus berdoa.
Alvian terlihat akan masuk ke dalam ruang operasi, semua orang melihatnya, menatapnya dengan harapan yang besar.
Aisha menatap suaminya. Tatapan mata dengan penuh makna yang seolah memohon dan berkata 'tolong lakukan yang terbaik untuk ayahku'
Alvian masuk ke dalam ruangan operasi.
Detik demi detik terasa amat sangat lama, hingga waktu berlalu, mereka semua terus menunggu dengan gundah gulana. Terutama dengan Aisha terus berdoa dengan deraian air mata.
Akhirnya pintu operasi terbuka, sosok Alvian perlahan muncul menemui semuanya.
"Alhamdulillah. Operasinya berhasil."
Spontan Aisha langsung berjalan dan memeluknya, kedua tangannya melingkar sempurna di pinggang sang suami. Aisha menenggelamkan wajahnya di dada Alvian sambil menangis terharu.
"Terima kasih."