NovelToon NovelToon
Puncak Pesona

Puncak Pesona

Status: tamat
Genre:Tamat / Ketos / Teen Angst / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Cinta Murni / Cinta Karena Taruhan
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Di SMA Gemilang, geng syantik cemas dengan kedatangan Alya, siswi pindahan dari desa yang cantik alami. Ketakutan akan kehilangan perhatian Andre, kapten tim basket, mereka merancang rencana untuk menjatuhkannya. Alya harus memilih antara Andre, Bimo si pekerja keras, dan teman sekelasnya yang dijodohkan.

Menjadi cewek tegas, bukan berarti mudah menentukan pilihan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lolos Dari Penculikan

Bab6

Mobil yang menculik Alya akhirnya berhenti. Alya diseret keluar dan dibawa masuk ke sebuah bangunan tua yang gelap dan berdebu. Cahaya remang-remang dari jendela yang pecah hanya memperlihatkan bayangan samar-samar. Alya diikat di sebuah kursi dengan tangan dan kaki terbelenggu kuat. Suara langkah kaki penculiknya perlahan menghilang, meninggalkannya sendirian dalam keheningan yang mencekam.

 

Alya berusaha mengumpulkan keberanian. Matanya mencoba menyesuaikan diri dengan kegelapan, mencari-cari celah untuk melarikan diri. Namun, ikatan di pergelangan tangannya begitu erat, membuat kulitnya terasa perih. Napasnya tersengal-sengal, dan pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk. Siapa yang menculiknya? Apa yang mereka inginkan darinya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, sementara waktu seakan berhenti berjalan di tempat gelap dan asing itu.

 

 #Di sekolah#

 

Sore itu, Lita dan Bimo duduk di kantin sekolah, menunggu Alya yang biasanya selalu bergabung dengan mereka setelah pulang sekolah. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, namun Alya belum juga muncul. Lita, sahabat dekat Alya, mulai merasa tidak tenang.

 

“Alya biasanya sudah di sini jam segini,” gumam Lita sambil melihat ke arah pintu kantin.

 

Bimo, yang sedang mengerjakan tugas matematika, mengangkat kepalanya. “Mungkin dia ada urusan lain, Lita. Tapi, memang biasanya dia selalu tepat waktu.”

 

Kekhawatiran di wajah Lita semakin terlihat. “Kita coba hubungi dia, Bim.”

 

Lita merogoh tasnya, mencari ponsel. Ia mencoba menghubungi Alya beberapa kali, tetapi panggilannya tidak dijawab. “Gak diangkat. Ini kaya bukan Alya,” katanya dengan suara gemetar.

 

Bimo merasa ada yang tidak beres. Ia segera merapikan bukunya dan berdiri. “Kita harus melaporkan ini ke sekolah. Mungkin ada yang tahu di mana dia.”

 

Mereka segera menuju ruang guru, di mana mereka bertemu dengan Bu Yanti, wali kelas Alya. “Bu Yanti, kami khawatir tentang Alya. Dia belum pulang dan tidak bisa dihubungi,” ujar Bimo dengan cemas.

 

Bu Yanti mengerutkan dahi, merasa prihatin. “Ini tidak seperti Alya. Kita harus segera bertindak. Saya akan menghubungi orang tuanya dan pihak sekolah.”

 

Mereka lalu menuju ruang kepala sekolah, di mana mereka bertemu dengan Pak Ridwan, kepala sekolah yang tegas namun peduli. Setelah mendengar laporan Lita dan Bimo, Pak Ridwan segera menghubungi polisi dan meminta bantuan.

 

Sementara itu, Andre, ketua tim basket yang juga masih berada di sekolah, mendapat kabar dari Lita. Tanpa ragu, ia bergabung dalam pencarian. “Aku akan bantu mencari Alya. Kita harus menemukannya secepat mungkin,” katanya dengan suara tegas.

 

Dengan informasi yang terbatas, mereka mulai mencari petunjuk di sekitar sekolah dan tempat-tempat yang sering dikunjungi Alya. Mereka bertemu dengan berbagai rintangan, terutama dari geng cantik yang dipimpin oleh Rina. Mereka yakin ada yang tidak beres, sebab mereka tahu Alya belum hapal benar kota ini. Gadis itu belum banyak main di kota ini.

 

Di aula sekolah, mereka berpapasan dengan Rina, Sari, Siska, dan Gea yang tampak tenang. Rina tersenyum sinis saat melihat kegelisahan Lita dan Bimo. “Kalian mencari Alya? Mungkin dia bosan dan pergi tanpa memberitahu kalian,” katanya dengan nada mengejek.

 

Andre tidak bisa menahan diri. “Rina, kami tahu kamu tidak suka Alya, tapi ini serius. Dia benar-benar hilang.”

 

Rina mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. “Itu bukan urusan kami.”

 

Meskipun menghadapi sikap dingin Rina, mereka tidak menyerah. Polisi mulai menyelidiki, namun pengaruh keluarga Rina membuat beberapa saksi takut untuk berbicara. Di tengah pencarian, Andre dan Bimo menemukan petunjuk penting—sebuah kalung milik Alya yang tergeletak di jalan.

 

“Bimo, ini kalung Alya!” seru Andre sambil memungut kalung tersebut. “Dia pasti melewati jalan ini.”

 

Bimo mengangguk. “Kita harus memberi tahu polisi. Ini mungkin petunjuk yang bisa membantu.”

 

Dengan semangat baru, mereka melaporkan temuan tersebut kepada polisi dan terus mencari dengan harapan dapat menemukan Alya sebelum terlambat. Waktu terus berjalan, dan ketegangan semakin meningkat. Semua orang berharap Alya bisa ditemukan dengan selamat dan semua misteri ini segera terungkap.

 

Di tempat persembunyiannya yang gelap dan sunyi, Alya duduk dengan napas yang masih tersengal-sengal. Ia berusaha menenangkan diri, meskipun hatinya dipenuhi ketakutan. Ingatan akan wajah-wajah teman-temannya memberikan semangat dalam situasi yang mengerikan ini. "Aku harus keluar dari sini. Mereka pasti mencariku," gumamnya pada diri sendiri.

 

Ruangan tempat Alya dikurung adalah sebuah gudang tua, dengan dinding batu yang dingin dan lembab. Cahaya remang-remang dari jendela yang pecah hanya memberikan sedikit penerangan, cukup untuk melihat sekeliling. Lantai beton yang keras dan berdebu membuatnya sulit bergerak dengan nyaman. Alya duduk di kursi dengan tangan terikat di belakang, namun dia tidak menyerah.

 

Alya mencoba menggerakkan tangannya, mencari celah di antara tali yang mengikat. Setelah beberapa saat, ia merasakan sedikit kelonggaran. Ia menggunakan segala kekuatan dan ketelitian yang dimilikinya untuk mengurai tali tersebut. "Ayo, Alya, kamu bisa," bisiknya pada diri sendiri, memberikan dorongan moral.

 

Setelah beberapa waktu yang terasa sangat lama, Alya akhirnya berhasil melepaskan ikatan di tangannya. Dengan cepat, dia membuka ikatan di kakinya dan berdiri, meski tubuhnya terasa lemah dan kaku. Ia melihat sekeliling, mencari jalan keluar. Di sudut ruangan, dia menemukan sebuah pintu kayu yang tampak sudah tua dan rapuh.

 

Dengan hati-hati, Alya mendekati pintu itu dan mencoba membuka. Pintu tersebut berderit pelan, membuat suara yang memecah keheningan. Ia mengintip keluar, memastikan tidak ada orang di sekitar. Setelah merasa aman, ia melangkah keluar, merasakan angin dingin yang menyapu wajahnya.

 

Alya berlari secepat yang ia bisa, meskipun kakinya masih terasa lemas. Pikirannya terus-menerus berputar, berharap tidak ada yang mengejarnya. Ia menyusuri jalan setapak yang berkelok-kelok, mencoba mencari jalan keluar dari tempat asing itu. Ketakutan terus menghantuinya, tetapi tekad untuk bertemu kembali dengan teman-temannya memberikan kekuatan.

 

Sementara itu, Lita, Bimo, dan Andre terus mencari Alya dengan cemas. Andre meminta salah satu sopirnya untuk menyetir. Sebab mereka harus sesekali turun mencari ke jalan-jalan kecil. Jika pencarian dilakukan seluruhnya dengan berjalan, sepertinya itu kurang efisien.

 

Mereka menyisir setiap sudut kota, berharap menemukan petunjuk baru. Saat mereka sampai di sebuah jalan kecil yang sunyi, Lita tiba-tiba berhenti dan menatap ke depan. "Itu Alya!" teriaknya sambil menunjuk ke arah sosok yang berlari mendekat.

 

Andre dan Bimo segera berlari mendekati Alya. "Alya, kamu baik-baik saja?" tanya Andre dengan suara penuh kekhawatiran.

 

Alya yang kelelahan, hampir jatuh ke dalam pelukan mereka. "Aku berhasil melarikan diri," katanya dengan suara serak. "Terima kasih sudah mencariku."

 

Bimo memeluk Alya dengan lega. "Kami semua sangat khawatir. Kamu luar biasa, Alya."

 

Pemandangan tidak mengenakkan membuat Andre sedikit menjauh, dia lebih memilih masuk ke dalam mobil, menunggu mereka. Sesekali sudut matanya menuju pada Bimo yang kini memapah Alya menuju mobil Andre.

 

“Kan bisa yang mapah itu Lita. Kenapa harus kamu, Bimo?” gumam Andre, tidak suka.

 

Lita menghapus air matanya. "Yang penting kamu sudah selamat. Kita harus segera melapor ke polisi dan membawamu ke tempat yang aman."

 

Bersambung...

1
Sodikin Jin
hmmmm...kak, saya lebih suka, cerita tentang kultifasi. 🙏
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️: Tapi sayang, sepertinya tidak dilanjutkan. Jika ingin audionya dilanjut, harus banyak yang beri saran langsung pada pihak Mangatoon
Sodikin Jin: tidak apa kak... saya tunggu setiap audio kakak tentang kultifasi.
total 3 replies
Kamaya
kenapa ya, geng cewek ky gini merasa harus memiliki cowok populer di sekolahny. pdhal aslinya dia gak dilirik samsek ma tuh cowok. tapi ttp aja mngklaim jgn direbut org lain. hm.,..
Kamaya
Pasti jodoh Alya cowok. Iya kan tor? 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!