Perjuangan dan kesabaran seorang Langit Maheswara, berakhir sia-sia. Wanita yang selalu dia puja, lebih memilih orang baru. Niat hati ingin memberikan kejutan dengan sebuah cicncin dan juga buket bunga, malah dirinya yang dibuat terkejut saat sebuah pemandangan menusuk rongga dadanya. sekuat tenaga menahan tangisnya yang ingin berteriak di hadapan sang kekasih, dia tahan agar tidak terlihat lemah.
Langit memberikan bunga yang di bawanya sebagai kado pernikahan untuk kekasihnya itu, tak banyak kata yang terucap, bahkan ia mengulas senyum terbaiknya agar tak merusak momen sakral yang memang seharusnya di liputi kebahagiaan.
Jika, dulu Ibunya yang di khianati oleh ayahnya. maka kini, Langit merasakan bagaimana rasanya menjadi ibunya di masa lalu. sakit, perih, hancur, semua luka di dapatkan secara bersamaan.
Ini lanjutan dari kisah "Luka dan Pembalasan" yang belum baca, yuk baca dulu 🤗🥰🥰
jangan lupa dukungannya biar Authornya semangat ya 🙏🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal mula kebencian itu hadir
Selesai makan, Kejora mengucapkan banyak terimakasih kepada Langit karena sudah beberapa kali pria itu membantunya. Langit pun menanggapinya dengan santai, ada rasa nyaman ketika dia mengobrol dengan Kejora, pada dasarnya dia tidak terlalu suka berinteraksi dengan lawan jenis kecuali orang-orang terdekatnya.
"Maaf kalau terdengarnya lancang. Tapi, apa boleh gue tahu kenapa mereka sangat benci sama loe?" Ucap Langit dengan hati-hati.
Kejora tersenyum miris mendengar pertanyaan Langit, dadanya bergemuruh saat mengingat awal mula kebencian muncul dari orang-orang terdekatnya.
"Jika keberatan loe gak perlu cerita, sorry dah kepo." Ucap Langit merasa tidak enak, sepertinya waktunya kurang tepat.
"Emmm, gue ehh, a-aku." Ucap Kejora merasa bingung memulainya dari mana.
"Kita seumuran, gak perlu sungkan." Ucap Langit.
Kejora pun menganggukkan kepalanya, dia mulai menerawang kejadian beberapa tahun lalu dimana rasa benci kedua orangtuanya itu hadir memberikan luka hebat yang sampai saat ini dia takkan mungkin melupakannya. Jika Tuhan tak menguatkannya, mungkin sekarang dia sudah gila dan trauma berat.
"Kebencian itu muncul sejak Abang gue meninggal karena kecelakaan, pas waktu gue SD Abang smp, selalu berangkat bareng sama Abang, kemana pun kita pergi pastinya kita selalu bareng dan Abang pun selalu jaga gue. Dulu, kita main sepedaan bertiga, Abang, Syifa dan juga gue. Kita main sepeda di taman, tapi Syifa merengek terus minta beli es krim sampai akhirnya Abang nyuruh kita nunggu di taman dekat rumah. Begitu balik, ada truk yang nabrak Abang sampai Abang jatuh dengan darah yang begitu banyak. Singkat cerita, Abang di bawa ke rumah sakit sama orang-orang yang lihat kejadian karena posisinya Papa sama Mama tiba-tiba ada urusan diluar. Begitu sampai di rumah sakit, nyawa Abang gak bisa tertolong karena kehilangan banyak darah dan jantungnya melemah. Papa merasa terpukul banget, Syifa malah nuduh aku yang bikin Abang kecelakaan dan Mama Papa malah percaya tanpa dengar penjelasan gue ataupun nyari tahu kebenarannya seperti apa, sejak saat itu mereka benci gue karena Abang itu adalah Anak laki-laki yang mereka sayangi, ya maklumlah anak pertama yang bakalan jadi penerus keluarga. Gue di urus sama nenek dan mulai tersisihkan, Syifa merasa menang sampai sekarang karena selalu di prioritaskan." Jelas Kejora dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
Beberapa tahun yang lalu.
Sharga Rayan Wilyatama, atau kerap di panggil Arga, anak pertama Hendra dan juga Eva. Di pagi hari, tepatnya hari weekend dimana semua keluarga menikmati hari libur bekerja dan sekolah. Arga mengajak Kejora bermain keluar rumah dan meminta izin kedua orangtuanya, jarang sekali Arga mengajak Syifa karena Syifa kurang suka bermain diluar dengan alasan panas atau takut kotor. Jadi, Syifa lebih memilih bermain hp atau menonton tv di rumah.
Tetapi, hari itu Syifa ingin ikut bermain dengan Arga dan juga Kejora karena terlihat keduanya begitu bahagia ketika bermain bersama.
Singkat cerita, mereka bertiga bermain sepeda sambil tertawa riang khas anak kecil yang bahagia. Di bawah teriknya panas matahari, Syifa mulai merasa kepanasan, dia merengek kepada kakak lelakinya untuk di belikan es krim. Awalnya Arga menolak karena dia juga merasa lelah, tetapi karena Syifa terus rewel jadinya dia menuruti kemauannya. Arga meminta kedua adik perempuannya menunggu, selang beberapa saat dia kembali menenteng satu kantong plastik yang berisikan 3 es krim untuknya dan kedua adiknya. Sayang sekali, begitu Arga hendak melintas ada truk yang mengalami rem blong menghantam sepedanya sampai tubuh Arga terpental jauh dengan kepala bersimbah darah.
"ABANG!" Teriak Kejora yang melihat dengan mata kepalanya sendiri, dimana tubuh sang Kakak terpental.
Kejora menangis histeris sampai ada banyak orang mengerumuni Arga, Kejora berlari di susul Syifa yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
Arga di bawa menggunakan ambulance menuju rumah sakit terdekat, Syifa dan juga Kejora ikut masuk ke dalam mobil itu dengan terus menangis. Sampai di rumah sakit, Arga langsung di tangani oleh Dokter.
Sampai kedua orangtuanya datang, Kejora terus menangis memeluk tubuh Eva dengan erat. Sementara Hendra memeluk Syifa, bersamaan dengan itu pula Dokter keluar dan memberitahukan bahwa Arga telah meninggal dunia karena kehilangan banyak darah dan juga jantungnya yang melemah. Eva menangis histeris, pun dengan Hendra dan kedua bocah perempuannya.
"Kenapa bisa terjadi? Kalian tadi main dimana?" Tanya Hendra di sela isak tangisnya.
"Kita main di taman, tadi Kejora maksa Abang buat beliin es krim, taunya pas Abang balik langsung kecelakaan." Seru Syifa menuduh Kejora.
"T-tidak, Pa. Kejora tidak minta apapun sama Abang, Kak Syifa yang merengek terus minta es krim, bukan Kejora." Sanggah Kejora dengan menangis ketakutan.
"Bohong Pa, justru Syifa larang Abang Pa." Kilah Syifa terus membela dirinya sendiri dan menyudutkan Kejora.
Hendra yang dilanda emosi pun menampar Kejora kecil, pun dengan Eva yang langsung menjewer telinga Kejora. Syifa merasa aman karena dia selamat dari amukan kedua orangtuanya, dia tidak peduli Kejora di perlakukan sedemikian rupa karena memang dia tak suka pada adiknya itu.
Sejak kepergian Arga, Kejora hanya di urus oleh neneknya yang merasa iba dan tak kuasa melihat cucunya sendiri terus di salahkan, dia juga yakin kalau Kejora tidak salah. Neneknya memarahi Hendra dan Eva karena terus membedakan, padahal yang salah adalah mereka yang tak becus menjaga anaknya sendiri, sampai akhirnya mereka menyiksa, bahkan memperlakukan Kejora sangat kejam. Kejora di bawa pergi dari rumah kedua orangtuanya, dia ikut dengan Neneknya sampai usianya menginjak dua puluh tahun. Neneknya meninggal karena serangan jantung, Kejora menemukan Neneknya tak sadarkan diri di bawah lantai. Kabar kepergian Neneknya sudah sampai di telinga keluarganya, lagi-lagi Kejora di salahkan karena tak bisa menjaga Neneknya sendiri, kali ini tidak hanya orangtuanya saja yang menyalahkannya, melainkan kerabat yang lainnya pun ikut membencinya.
Kejora di cap sebagai pembawa sial, dia tidak punya tempat tinggal lagi karena kediaman Neneknya di ambil alih oleh adik Hendra. Mau tak mau Kejora masuk ke dalam rumah yang tak pernah menganggapnya, dia di perlakukan bak pembantu. Rekan bisnis Hendra tertarik dengan Kejora sampai meminta pada ayahnya untuk menikahkannya, tetapi Kejora menolak dengan keras karena memang dia sudah memiliki kekasih. Perusahaan Hendra mengalami kerugian karena rekan kerjanya merasa sakit hati atas penolakan Kejora, mana mungkin kejora mau dengan tua bangka yang suka daun muda sepertinya.
Kejora menceritakan pula hal yang paling membuatnya trauma, yaitu dia di umpankan pada pria tua oleh ibunya sendiri. Yang paling menyedihkan adalah ketika potret dirinya di lecehkan sampai pada Kavindra, semua hinaan, cacian dan harga diri Kejora jatuh sampai di pandang buruk oleh keluarga Kavindra sendiri. Eva memuji dan juga membuat cara agar Syifa dekat dengan Kavindra selaku pebisnis yang tenar di kalangan atas, tetapi Kejora masih bersyukur dirinya selamat dari pelecehan itu meskipun tubuhnya pernah di tersentuh oleh pria tua itu. Mengingatnya saja membuat Kejora meringis dan mencengkram sprei, matanya mulai memanas kembali dan luruh begitu saja.
Langit termangu mendengar semua cerita Kejora, hatinya ikut merasakan sakit karena jalan ceritanya hampir sama tapi beda jalur saja. Sosok Langit yang tak banyak di ketahui orang adalah dirinya memiliki hati yang lembut, tetapi dia bisa menempatkannya berlaku untuk siapa dan dalam hal apa dulu.