Jika tak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, Rayyan justru berbeda, karena semenjak melihat Mbak Tyas, dia sudah langsung menjatuhkan hati pada perempuan cantik itu.
Dan dia Rayyan Asgar Miller, yang jika sudah menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya dengan cepat.
"Ngapain masih ngikutin? Kan tadi udah aku bayarin minumannya tah!?"
"Bayarannya kurang Mbak!" Rayyan menyengir lalu menunjukkan sebelah pipinya. "Kiss sepuluh kali dulu, baru aku anggap impas."
"Astaghfirullah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DB DUA ENAM
Rayyan yang ingin menyembunyikan Tyas dari keluarganya, tapi ketika melihat Tyas diasingkan begini, sakit rasanya.
Meski Rayyan tahu, Tyas tak peduli akan statusnya, karena Rayyan yakin Tyas belum merasa bahagia apa lagi bangga menjadi pasangannya.
Tetap saja, ini membuatnya terenyuh. Rayyan peluk istrinya, sebagai tanda dia menyesali perbuatannya yang ini; bahwa, dia tak mengakuinya selama ini hingga Tyas harus disuruh- suruh layaknya pelayan oleh Fasha.
"Bilang kamu bukan pelayan di sini."
"Rayyan!" Aisha melerai pelukan mereka secara paksa, lalu menampar pipi putranya, sungguh Aisha tak mau putranya melecehkan wanita manapun termasuk, Tyas. "Kamu ini makin hari makin bertingkah saja!"
Satu kali lagi tamparan, karena Aisha merasa putranya sudah keterlaluan. "Mas..." Tyas yang tak tega melihatnya, karena dia tahu pelukan ini tidak salah.
"Kamu juga, ngapain kamu ngeliatin Rayyan begitu, Tyas?!" Aisha beralih pada Tyas yang semakin lama semakin membuat merinding.
Aisha takut menerima kenyataan, jika memang Tyas ini kekasih Rayyan yang seharusnya belum boleh memiliki pacar, karena tiga putra pendahulunya belum ada satu pun yang menikah.
"Kamu ini perempuan, Tyas, harusnya menolak saat ada laki- laki yang kurang ajar sama kamu, jangan diam saja!" bentak Aisha.
"Mi, jangan bentak Tyas." Rayyan menegur, sungguh, Rayyan tak pernah merasa sesakit ini ketika Aisha marah pada dirinya, karena Rayyan sendiri tak pernah anggap ucapan Mimi Aisha kemarahan, melainkan wejangan.
"Yang sopan Mimi bilang, Rayyan!" Aisha semakin tersulut emosi. "Panggil Mbak!"
Begitu lebih baik, supaya Rayyan sadar jika Tyas dan dia ini tidak pantar. Mereka beda usia, selain sopan Rayyan perlu sadar akan perbedaan umur itu sendiri.
Mereka tak boleh saling suka, hati Aisha menjadi bercelaru akhirnya. Banyak faktor yang mendasari itu, dan salah satunya, ia tak mau bungsu dimiliki wanita selain dirinya.
Tidak, belum saatnya! "Jangan bilang Mbak Tyas ini pacar kamu, ya!" bentaknya lagi.
Rayyan melirik Tyas, perempuan itu semakin menundukkan wajahnya. Dari sini saja Rayyan yakin jika Tyas sedang merasa kecil, bahkan merasa insecure.
Hal yang membuat Rayyan terenyuh dan sekali lagi memeluk Tyas. "Maaf," ucapnya.
"Kamu apa- apaan sih, Ray?!" Fasha yang mulai geram, gadis itu menarik jaket hitam Rayyan, dan keduanya terlerai kembali.
"Kalian ini bukan mahram!" bentaknya.
"Tapi Tyas ini istri Rayyan!" Biar saja semua tahu, Tyas bidadari surganya, Tyas belahan jiwanya, Tyas perempuan yang dia nikahi sepuluh harian yang lalu kira- kira. "Tyas ini sudah Rayyan nikahi!"
"Rayyan!" Aisha menegur. Lelucon macam apa ini? Bukan lucu! Bahkan bulu kuduknya berdiri saking mencekam nya suasana ini.
"Rayyan serius, Mi." Rayyan meraih sebelah tangan ibunya, mencium bagian punggung tangannya, selain merasa bersalah, Rayyan juga ingin meyakinkan Aisha.
"Kemarin, Mimi tanya kan, buat apa Rayyan beli cincin Couple?" Rayyan kembali bersuara lebih serius, dan baru pertama kalinya dalam hidup, Rayyan bisa seserius ini. "Rayyan beli itu buat pernikahan Rayyan sama Tyas."
Aisha lemah seketika mendengarnya, hingga mendadak tubuhnya terdorong ke belakang dan menyandar di kabinet dapur. Bungsunya menikah? Tanpa sepengetahuannya? Ini pasti bercanda.
"Mungkin sudah tiga mingguan ini, Rayyan ketemu Tyas di Cafe, Rayyan jatuh cinta, Mi. Itulah kenapa Rayyan langsung menikahinya."
"Rayyan!" Fasha menegur. Bagaimana bisa mereka yang baru bertemu lalu mengatakan jatuh cinta dan langsung menikah. Ini tidak masuk akal sama sekali.
Rayyan tak menggubris kakaknya, dia fokus meyakinkan ibunya, jika dia benar- benar serius sudah menikahi Tyas. Ini yang akan menyelamatkan Tyas dari tudingan wanita murahan.
Tyas bukan wanita yang pasrah bila mana disentuh lelaki yang bukan mahramnya. Tyas berlaku santai ketika Rayyan peluk karena Tyas ini sudah menjadi istrinya, dan Aisha perlu tahu.
"Tyas orang pertama yang buat Rayyan jatuh cinta Mi, Rayyan masih anak Mimi, makanya Rayyan halalkan Tyas sebelum Rayyan khilaf berbuat macam- macam sama dia."
Seketika Aisha mengingat kembali ucapan suaminya di usia yang bahkan masih lebih muda dari pada Rayyan. "Tapi intinya, kita sudah halal berdekatan kan? Kalau sudah ya sudah, selesai urusan."
Aisha sesak napas mengingat itu, sungguh Rayyan membuatnya sulit bernapas. Aisha mengirup oksigen, berharap bisa tenang tapi justru membuatnya lemah dan terperosok ke belakang karena lunglai.
"Mi! Buk!" Rayyan menangkap ibunya, begitu juga dengan Tyas dan juga Fasha. Mereka bersamaan mengerubungi Aisha yang tak sadarkan diri akhirnya.
Segera Rayyan menggendong wanita itu, kemudian membawanya lari ke dalam kamar yang biasanya ditempati orang tuannya. Tyas menjadi semakin merasa bersalah.
Semua ini salahnya, itu yang ada dalam pikiran Tyas kali ini. Dan Tyas rela jikalau memang Rayyan terpaksa harus melepas dirinya karena tuntutan keluarga.
Lagi pun, Tyas sadar, Tyas bukan sandingan yang pas untuk pemuda itu. Tyas benar- benar tak mengira jika Rayyan memiliki keluarga yang serba tertata.
Gosip yang mengatakan jika Rayyan ini hanya anak hasil hubungan gelap ibunya dengan majikan ibunya di luar negeri, benar- benar sudah cukup jauh melencengnya.
Karena sepertinya keluarga Rayyan ini keluarga yang besar. Datang dari kalangan menengah ke atas. Yah, Tyas yakin itu, kini.
Makanya, kakinya reflek terhenti, dia tak berani masuk ke dalam kamar mertuanya, karena Tyas merasa tak pantas berada di lingkungan itu. Tyas hanya mondar- mandir sambil berdzikir untuk mengurangi cemas.
Di dalam, Rayyan melakukan pertolongan pertama untuk ibunya, meraih minyak kayu putih dari nakas, dan segera mengoleskannya di bagian pelipis dan leher.
Memijat bagian antara ibu jari dan jari telunjuk karena itu cara terbaiknya. Pijatan pada bagian telapak kaki juga sangat efektif agar kesadaran cepat pulih, itu yang dia pelajari secara tak sengaja di SMA-nya.
"Pap, Mimi pingsan!" Rayyan menoleh ke arah Fasha yang agaknya menelepon ayahnya.
📞 "BAGAIMANA BISA?!" Rayyan sampai mendengar teriakan King Miller. Rayyan jadi semakin takut bila mana nantinya Tyas dan dirinya akan dipisahkan keluarganya.
Apa lagi dengan dalih, dia masih kecil atau mungkin belum becus bekerja. Inilah yang membuat Rayyan ingin meningkatkan kualitas dirinya, dari yang hanya mahasiswa menjadi pekerja.
Setidaknya, Rayyan takkan malu saat King mencecarnya dengan kalimat, "sudah punya prestasi apa kamu menikahi wanita?"
"Nanti Acha ceritain, sekarang Papap ke Jogja, Mimi butuh Papap!" kata Fasha panik dan yang jelas membuat ayahnya yang masih berada di Jakarta sana semakin cemas.
"Pap?!" Benar kan, bahkan King Miller sudah mematikan sambungan teleponnya. Pasti CEO Millers corpora itu sedang menelepon orang untuk menyiapkan jet pribadi.
Fasha lalu beralih menatap Rayyan yang masih berusaha menyadarkan Aisha. "Siap- siap kamu disidang sama, Papap!" katanya.
📌Puas kan, udah tuh, Cikakak...
itu kata om opik
itu juga yg ak alami
skrg tertawa
bebrapayjam lagi cemberut
lalu g Lma pasti nangis