~Jingga melambangkan keindahan dan kesempurnaan tanpa celah ~
Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan cinta Jingga. Seorang yang rela menjadi pengantin pengganti untuk majikannya, yang menghilang saat acara sakral. Ia memasuki gerbang pernikahan tanpa membawa cinta ataupun berharap di cintai.
Jingga menerima pernikahan ini, tanpa di beri kesempatan untuk memberikan jawaban, atas penolakan atau penerimaannya.
Beberapa saat setelah pernikahan, Jingga sudah di hadapkan dengan sikap kasar dan dingin suaminya, yang secara terang-terangan menolak kehadirannya.
"Jangan harap kamu bisa bahagia, akan aku pastikan kamu menderita sepanjang mejalani pernikahan ini"~ Fajar.
Akankah Jingga nan indah, mampu menjemput dinginnya sang Fajar? layaknya ombak yang berguling, menari-nari menjemput pasir putih di tepi pantai.
Temukan jawabannya hanya di kisah Jingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rengganis Fitriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertolngan
Happy Reading teman-teman 💞💞💞
Jingga kembali melangkahkan kakinya untuk memasuki tempat suci itu, ia menggelar sajadah di barisan paling depan bilik wanita, jiwanya tertegun kala mendengar setiap lantunan azan yang di kumandangkan oleh seorang muazin dalam masjid tersebut.
Jingga kembali menunduk merasa bersalah, karena sempat merasakan putus asa dengan takdirnya.
Hayya’alash shalaah...
Hayya’alash shalaah
Jingga kembali mengangkat kepalnya, bersamaan dengan air mata yang kembali menetes di wajah cantiknya.
Ya benar saja aku tidak sendiri, ada Allah untuk tempatku kembali mengadu, Allah memanggilku kembali.
Jingga kembali mengusap dengan pelan air matanya dengan kedua tangannya, mengeringkan sekilas pipinya dan menetralkan segala kecambuk yang mendera di hatinya.
Hayaa’alal falah
Ya Allah.....ucapnya dengan hati yang bergetar.
Ia kembali mengusap air matanya yang jatuh begitu saja, benar saja tak memiliki sanak saudara di dunia ini, hanya sujudlah tempat ternyaman untuk mengadu dan berkeluh kesah pada Sang Pencipta.
Bersamaan dengan jemaah yang lainnya Jingga menjalankan ibadah sore itu.
Ia kembali menengadahkan tangannya memohon agar di beri kekuatan lebih untuk menghadapi permasalahan yang sedang ia alami, di kuatkan dalam segala hal dan di tunjukan pilihan yang terbaik yang dapat ia ambil setelah ini.
Cukup lama Jingga terdiam di atas sajadahnya menenangkan segala gejolak yang ada di hatinya, hingga dia benar-benar dapat memastikan hatinya sudah kuat untuk kembali mencari alamat dan bertemu kembali dengan Fajar.
.
.
.
.
.
Terlalu lama ia mengabiskan waktu untuk bersujud dan mengadu pada Allah hingga ia tak menyadari jika waktu sudah cukup malam. Jingga yang masih berdiri di pelantaran masjid tampak kebingungan kemana akan melangkah sedang hari sudah mulai gelap.
Ia kembali duduk di pelantaran masjid besar itu.
“Assalamualaikum’, sapa seorang wanita paruh baya pada Jingga yang baru saja menyelesaikan sholat magrib.
“Waalaikumsalam”, jawabnya dengan begitu santun dan lembut.
“Kamu menunggu siapa nak?”. Wajah teduh wanita paruh baya itu menyapanya.
Jingga hanya menggelengkan kepalanya saja.
“Apa kamu sendiri di sini?”.
Ia kembali menganggukkan kepalanya dengan wajah yang lelah dan bingung.
“Ibu sedang menunggu anak Ibu untuk sholat sebentar lagi pasti keluar”. Jawabnya dengan tersenyum meskipun Jingga tak menanyakan hal itu.
Benar saja, Masjid itu adalah masjid besar yang berada tepat di tengah-tengah kota, jarang sekali warga sekitar yang beribadah di Masjid imi, biasanya orang yang menjalankan sholat di masjid ini adalah mereka yang sedang dalam perjalanan kemudian singgah sejenak untuk menunaikan kewajiban dan beristirahat.
“Bu, apakah Ibu tahu alamat rumah ini?”, Jingga memberanikan diri untuk menyodorkan satu alamat rumah yang di berikan oleh Fajar padanya pagi tadi.
“Oh ini jauh nak dari sini, sepertinya bus juga sudah tidak ada yang lewat sana kalau sudah jam segini”.
Jingga diam kini ia tak dapat menyembunyikan lagi rasa sedihnya, harus dengan apa dia pergi ke rumah Fajar, sedang nomor ponsel Fajar saja ia tak tahu.
Diam.
Hanya raut wajah kesedihan saja yang terpancar di wajah Jingga malam itu.
“Kebetulan rumah Ibu melewati daerah ini, apa kamu mau sekalian saja bareng dengan kam?”. Tawar Ibu itu.
Mendapat ucapan itu seakan membawa angin segar bagi Jingga, seketika matanya berbinar penuh pengharapan.
“Bolehkah Bu?”, tanyanya dengan penuh harap.
“Tentu saja boleh, sebentar tunggu anak Ibu dulu masih sholat”.
***
Apartemen Maura.
Sejak Maura menghubunginya tadi pagi, Fajar memutuskan tak berangkat bekerja, ia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya bersama Maura di apartment kekasihnya. Ruang gerak Fajar terbatas sejak menikah dengan Jingga, ia tidak dapat membawa keluar Maura dengan sesuka hatinya. Selain karena Maura seorang model yang kegiatannya di sorot oleh media Fajar sendiri di awasi khusus oleh orang suruhan Papanya.
Mereka berdua menghabiskan waktu sepanjang pagi tadi dengan berkaraoke beserta teman-teman yang lain.
Ya benar saja, beberapa dari teman Maura dan Fajar adalah orang yang sama, maklum keduanya teman waktu SMA dulu. Kisah-kasih yang pernah terjalin dari SMA dan terputus sejak Fajar melanjutkan study keluar negri, kemudian saat ia pulang ke Indonesia keduanya kembali merajut tali kasih.
Menjelang magrib satu persatu teman Fajar dan Maura mulai undur diri untuk menjalankan aktivitas lainnya, tinggallah mereka dalam apartment itu. Fajar enggan untuk beranjak pulang, ia begitu malas jika harus bertemu dengan Jingga.
“Sayang bagaimana kalau kita menonton saja?”, tawar Maura dengan duduk di pangkuan Fajar dan membelai lembut wajahnya.
Fajar yang mendapat perlakuan tersebut hanya bisa menganggukkan kepalanya saja.
Maura mulai memilih beberapa koleksi film yang ia punya, pilihan jatuh pada film romansa barat. Ia memutar film tersebut dan membiarkan Fajar mencari posisi terjemahannya dengan meletakkan bantal di atas kepalanya.
“Sayang aku ambilkan makanan dan minuman dulu ya”, Maura melangkahkan kakinya ke dapur untuk membuat minuman dan juga membawa makanan kecil untuk mereka berdua.
Tak berselang lama Maura sudah kembali dengan membawa dua gelas jus alpukat dan beberapa jenis Snack lainnya.
Film sudah di putar.
Keduanya berbaring bersebelahan di atas karpet bulu yang halus dan tebal. Adegan demi adegan berganti, rupanya Maura memilih film romantis barat dengan banyak adegan dewasa di sana.
Sudut bibirnya Maura terangkat kala melihat adegan yang ada.
Sedang Fajar begitu menikmati tontonan yang ada di depannya.
Maura mulai mengikis jarak semakin mendekat pada tubuh Fajar, keduanya begitu dekat dan saling menempel satu sama lain. Mendapat serangan yang tiba-tiba Fajar pun turut mengikuti ritme dengan turut serta mendekat ke arah Maura.
Maura tersenyum penuh kemenangan, rupanya Fajar terbawa arus alur film.
Ia mulai menempelkan bibirnya di bibir Fajar, mencium dengan lembut bibir tersebut. Keduanya saling beradu dari yang awalnya pelan sekarang berganti menuntun dan mendamba.
Beberapa kali mereka melakukan sentuhan tersebut, tangan Maura sudah bergerilya memegang bagian tubuh yang lainnya.
Satu detik.
Tiga detik.
Lima detik.
Fajar tersadar dari perbuatannya dan lekas menjauhkan diri dari Maura. Ia tahu arah keinginan Maura akan kemana.
“Ayolah bukankah kita sudah sama-sama dewasa”. ucap Maura kala Fajar menjauh dari tubuhnya.
“Maaf aku tidak bisa, aku harus pulang”. Ia pergi begitu saja dari samping maura dan lekas menyambar kunci mobil yang ada di atas meja ruang tamu apartemen itu.
Fajar pergi dari apartemen Maura tanpa salam perpisahan seperti yang biasanya mereka lakukan sebelum berpisah sejenak.
Sedang Maura begitu kesal dan kecewa di buatnya. Entah sudah berapa kali Fajar menolaknya.
“Arhhhh....”, teriaknya di depan cermin dengan mengacak-ngacak rambutnya secara frustasi.
***
Rumah Fajar
Jingga baru saja menginjakan kaki di bangunan mewah yang ada didepannya begitu kagum di buatnya. Rumah dua lantai minimalis dengan taman yang begitu luas. Ia memberanikan diri untuk melangkah memasuki rumah tersebut.
“Non Jingga ya?”, sapa dari penjaga rumah yang kebetulan dulu menghadiri pesta pernikahannya dengan Fajar.
“Iya pak, ini benar rumah Mas Fajar?”.
.
.
.
.
.
Hay teman-teman berhubung bulan ini Author lagi ulang tahun jadi aku minta hadiahnya ya like, subscribe dan jadikan favorit makasih. Love kalian semua 😊