NovelToon NovelToon
BANGSAL 13

BANGSAL 13

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: bobafc

Di malam satu Suro Sabtu Pahing, lahirlah Kusuma Magnolya, gadis istimewa yang terbungkus dalam kantong plasenta, seolah telah ditakdirkan untuk membawa nasibnya sendiri. Aroma darahnya, manis sekaligus menakutkan, bagaikan lilin yang menyala di kegelapan, menarik perhatian arwah jahat yang ingin memanfaatkan keistimewaannya untuk tujuan kelam.
Kejadian aneh dan menakutkan terus bermunculan di bangsal 13, tempat di mana Kusuma terperangkap dalam petualangan yang tidak ia pilih, seolah bangsal itu dipenuhi bisikan hantu-hantu yang tak ingin pergi. Kusuma, dengan jiwa penasaran yang tak terpadamkan, mencoba mengungkap setiap jejak yang mengantarkannya pada kebenaran.
Di tengah kegelisahan dan rasa takut, ia menyadari bahwa sahabatnya yang ia kira setia ternyata telah menumbalkan darah bayi, menjadikan bangsal itu tempat yang terkutuk. Apa yang harus Kusuma lakukan? mampukah ia menyelamatkan nyawa teman-temannya yang terjebak dalam kegelapan bangsal 13?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bobafc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Agvia

Di tengah kekacauan, udara malam terasa lebih berat, seakan mengandung sesuatu yang menakutkan, merambati setiap sudut ruangan. Agvia masih dikuasai oleh entitas gelap yang selama ini membuntuti Shaka, kini menampakkan dirinya dalam kekuatan penuhnya. Cekikan Agvia pada Kusuma semakin erat, seperti akar-akar kematian yang menjalar di lehernya, perlahan mengangkat tubuh Kusuma dari tanah, membuatnya melayang tanpa daya.

"Lepaskan Kusuma!" Bilqis berteriak putus asa, langkahnya mendekat, tetapi tiba-tiba sepasang tangan tak berbadan mencengkeram pergelangan kakinya. Bayangan dari dunia lain mulai merayap keluar dari kegelapan, memenuhi ruangan, tunduk pada perintah sosok wanita yang merasuki Agvia. Kusuma meronta, napasnya semakin menipis, sementara pandangannya kabur seperti kabut pagi yang mulai menghilang.

Di saat genting itu, seorang wanita tua bernama Mbah Renggani melangkah mendekat, tongkat kayunya menghantam punggung Agvia, menghasilkan jeritan melengking yang memekakkan telinga, nyaring dan getir seperti sirene malam. Cengkeraman maut itu seketika terlepas, dan tubuh Kusuma jatuh ke tanah, menghirup udara dengan putus asa seakan baru saja selamat dari pusaran kematian.

"Kalian cepat tahan dia!" Mbah Renggani memerintah dengan suara yang tajam seperti pedang. Bilqis dan Shaka, meskipun ketakutan, segera menghampiri Agvia yang meronta liar, tangan dan kaki mereka berjuang menahan tubuh yang kini beringas seperti badai tanpa kendali. Perlahan, Mbah Renggani mendekatkan tangan keriputnya ke dahi Agvia, sambil melafalkan mantra dengan suara yang terdengar seperti gemuruh lembut di kejauhan. Kata-katanya samar namun berwibawa, menyerupai desah angin yang membawa kekuatan alam purba. Dalam hitungan menit, sosok di dalam Agvia mulai mereda, meninggalkan tubuhnya dalam keadaan pingsan.

Kusuma berjongkok, napasnya masih tersengal-sengal saat menatap Agvia yang kini terkulai lemas. Mbah Renggani berbisik, "Makhluk yang merasukinya bukan sembarangan—dia haus, dan kalian adalah sasarannya." Kusuma memandangnya bingung, mencoba memahami perkataan wanita tua itu.

"Kita harus segera mengusirnya, bawa dia ke kamar yang tak terpakai!" perintah Mbah Renggani. Mereka mengangkat tubuh Agvia dengan hati-hati, berjalan menuju kamar yang berdebu dan sunyi, sambil mengikat kaki dan tangan Agvia yang sesekali bergetar, tanda kekuatan itu belum sepenuhnya menghilang.

Tak lama kemudian, Agvia mulai menjerit, aura gelap melingkupinya seperti badai malam yang siap mengamuk. Mbah Renggani segera menyiapkan air yang telah diberkati, merapalkan doa-doa yang hanya dipahaminya, dan perlahan mengusap wajah Agvia. Jeritan itu kian memuncak, menembus keheningan malam, hingga suara lirih Mbah Renggani menggema dengan perintah yang tegas/

"Keluar!"

Jeritan panjang menjadi akhir dari malam yang mencekam itu. Sosok hitam yang menguasai tubuh Agvia keluar dengan mengerikan, sebelum akhirnya terurai menjadi kabut yang menghilang ke udara. Semua yang hadir di ruangan itu menarik napas panjang, merasakan beban yang seolah terangkat dari dada mereka.

"Jaga dia sampai pagi," perintah Mbah Renggani dengan suara lembut, tetapi pasti. Semua mengangguk, masih terkejut dengan kehadiran sosok misterius yang menyelamatkan mereka. Kusuma, yang menemani Mbah Renggani hingga pintu, merasa ada sesuatu yang tak terucapkan dalam pandangan wanita tua itu.

"Mbah, siapa Anda sebenarnya?" tanya Kusuma, merasa ada rahasia besar di baliknya.

"Saya hanyalah orang biasa. Tetapi ingatlah, kamu memiliki kekuatan yang lebih besar dari yang kamu bayangkan. Suatu saat, kamu akan mengerti." Tanpa menunggu jawaban, Mbah Renggani beranjak pergi, meninggalkan Kusuma dengan banyak pertanyaan yang membekas.

Kusuma sebenarnya punya segunung pertanyaan untuk Mbah Renggani, namun pertanyaan itu kini terbungkus rapi dalam benaknya, tersimpan seperti bara api di dalam abu yang tak ingin ditiupkan. Agvia yang terkulai lemah membutuhkan bantuannya, mengesampingkan hasrat ingin tahunya yang menggeliat seperti ranting kering yang haus air.

Di sudut ruangan, Bilqis masih sempat melirik Shaka dengan cepat, seolah mencoba membaca pikiran pemuda yang tampak linglung dan tercengang. Shaka, yang merasakan ada yang janggal merambati ruang itu, mulai melihat sekeliling dengan kening berkerut. Matanya menyusuri setiap sudut bayangan gelap, berharap tak menemukan apapun, namun harapan itu pecah seketika saat sesuatu yang dingin dan lengket menetes di wajahnya.

Darah, merah pekat, mulai mengalir menuruni pipi Shaka. Ia mendongak, dan matanya terpaku pada sosok mengerikan—sebuah kepala tanpa tubuh, tergantung di plafon seperti buah busuk yang siap jatuh. Rambutnya panjang, kusut, dan darah segar menetes dari leher yang terpotong kasar, menciptakan pemandangan yang membuat nyali Shaka nyaris lenyap.

"Astaga, apa ini?" Shaka tergagap dengan suara yang hampir tak keluar, namun akhirnya berteriak ketika otaknya mencerna pemandangan mengerikan itu. Jeritannya menggema di ruangan, membuat Bilqis yang berdiri tak jauh langsung mendekat dengan panik.

"Ada apa, dok?!" tanya Bilqis, suaranya gemetar, mencoba mencari sumber teriakan itu.

Shaka menunjuk ke atas dengan wajah pucat, bibirnya bergetar saat berusaha menjelaskan apa yang dilihatnya.

"I-itu..." katanya dengan suara tercekat, tetapi ketika Kusuma menengadah, ia hanya melihat langit-langit kosong tanpa jejak kepala yang digambarkan Shaka.

"Ada apa?" tanya Kusuma, baru saja tiba dan melihat Shaka terdiam, masih menunjuk.

"Ada kepala di sana," bisik Shaka dengan nada tercekam, matanya tetap menatap plafon seakan ada sesuatu yang nyata di sana, meski hanya ia yang bisa melihatnya.

Kusuma menghela napas. "Malam ini memang terasa seperti penjara gelap yang tak ada akhirnya," ujarnya lembut, "tapi kita harus melewatinya. Para arwah tidak menyukai kehadiranku di sini." Suaranya terdengar tegar, meskipun ketegangan terpancar dari raut wajahnya.

Bilqis dan Shaka mengangguk mengerti, tetapi ada perasaan ganjil yang membuat malam ini terasa bagai selimut basah yang berat dan tak memberikan kehangatan. Para arwah semakin sering menampakkan diri, hingga di setiap sudut, bayangan tubuh-tubuh terpotong, organ-organ yang terpajang seperti potongan daging di kios, dan bercak darah mengotori dinding, seolah-olah ruangan itu menyimpan jejak-jejak kengerian dari masa lalu.

Beruntung, sebelum pergi tadi, Mbah Renggani telah membekali mereka dengan pelindung yang akan bertahan hingga pagi. Arwah-arwah itu kini hanya bisa muncul untuk mengganggu, namun tak dapat benar-benar melukai.

Pagi akhirnya menjelang setelah malam panjang yang membelenggu mereka dalam kecemasan. Mereka segera menemui dokter Lista, pemilik rumah sakit, untuk menceritakan semuanya.

"Sepertinya kehadiran Kusuma yang membuat para arwah berkumpul," kata Dokter Lista sambil menatap Kusuma dengan sorot mata yang penuh arti.

Kusuma memandangnya dengan bingung. "Apa salah saya, Dok?" tanyanya, diliputi rasa penasaran.

Namun, sebelum jawabannya terucap, seorang perawat bernama Nia masuk tergesa-gesa. "Dok, ada Mbah Renggani!" serunya, dan percakapan mereka pun terhenti mendadak.

Dokter Lista berbalik kepada mereka, dengan ekspresi serius. "Sementara ini, kalian istirahat dulu di dalam Rumah Bunga. Ingat, jangan melangkah keluar. Begitu ada satu orang saja yang meninggalkan rumah ini, perlindungan akan runtuh. Paham?"

"Ya, Dok!" jawab mereka serempak, meski rasa khawatir masih tergantung di hati.

Bilqis melirik Kusuma, matanya penuh keraguan. "Kusuma, bagaimana ini?"

Kusuma menarik napas dalam. "Kita ikuti apa yang dibilang Dokter Lista." Dengan langkah tegas, ia berjalan menuju ruangan Agvia yang masih terikat.

Agvia menatap Kusuma dengan mata memelas, suaranya terdengar serak dan memohon. "Tolong... lepaskan aku, Kusuma. Kenapa kalian ikat aku seperti ini?"

Kusuma memandangnya dengan pandangan yang tajam namun kosong, merasakan getaran aneh dari suara Agvia.

"Jangan dibuka," katanya singkat sambil bersedekap, yakin bahwa Agvia masih terpengaruh oleh arwah yang merasuki tubuhnya.

Bilqis menatap Kusuma dengan keraguan. "Kusuma, kamu kenapa diam saja? Agvia kan sudah sadar."

Namun Kusuma tetap bergeming, dan Shaka segera mengangguk setuju.

"Lebih baik kita tunggu perintah Dokter Lista. Vi, sabar sebentar, ya?" ujar Shaka sambil menggenggam tangan Kusuma, seakan memberi dorongan untuk tetap tegar.

Agvia, dengan wajah memelas, terus meronta-ronta, tetapi tatapan dingin Kusuma membuatnya diam. "Kamu bukan Agvia," ucapnya dengan suara tegas sebelum beranjak pergi, diikuti Shaka.

"Bilqis, ini aku sepupumu. Tolong lepaskan aku... aku ingin ke kamar mandi."

Bilqis hanya memandangnya sejenak, menahan napas. "Pakai pispot saja," jawabnya ragu.

"Kamu gila ya, nyuruh aku kencing di pispot?" jawab Agvia dengan nada meradang, namun suaranya tetap memohon.

Bilqis terdiam, hatinya berkecamuk, tetapi akhirnya ia berdiri dan memutuskan membuka tali pengikat di tangan dan kaki Agvia. Setelah bebas, Agvia segera berjalan, langkahnya mantap menuju kamar mandi di dalam kamar, tanpa sekali pun menoleh ke arah Bilqis yang berdiri terpaku di ambang pintu.

1
⍣⃝ꉣ M𝒂𝒕𝒂 P𝒆𝒏𝒂_✒️
penataan bahasanya keren, detail & membuat suasana mencekam..
michaello
Thor update nya sehari 2 bab dong hehe🤗
marshmello: okee.. ditunggu yaa🤍
total 1 replies
michaello
nah kan suara gamelan😭
michaello
Mantap
michaello
kocak🤣
tundra mahkota
lanjut thor
gold first
AYO UP LAGI THOR
gold first
Luar biasa
M A C H O
gelang gayam yg diambil shaka bukan sih?
gold first: sepemikiran
total 1 replies
M A C H O
Penasaran apa yg udah nenek buyut dokter saka lakuin sampe² yg nanggung buyut nya
M A C H O
lanjut thor
M A C H O
Ini tu kek doa atau mantra ya? Nggak asing di Jawa yah
michaello: ancen wong jowo mas
marshmello: iya betul ini semacam doa berisi permohonan kepada Allah agar anak (beserta keluarga) diberi keselamatan, perlindungan dari segala musibah, serta tuntunan dalam kehidupan di dunia dan akhirat☺️
total 2 replies
M A C H O
Aku ke sini karna rekomendasi temenku, bab awal menarik nih
shio
kasian Kusuma, niat hati pengen nolong😔
shio
bilqiss.. bertepuk sebelah tangan itu memang sakit
shio
dibayar darahnya doktet shaka?
shio
ku kira meninggal nya karna disakitin Kusuma dulu, plot twist
shio
bukan istrimu itu surya😭
shio
MANTAP THOR
shio
awal dari semuanya dari sini nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!