"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
Aira kini telah membuka kedua matanya. Badannya terasa sakit semua. Dia sudah tidak mempunyai tenaga untuk memberontak. Dia hanya menatap dua orang yang sedang tertawa keras dan menggema di gudang kosong itu.
"Kamu sudah sadar?" Toni tertawa menyeringai sambil mendekati Aira dan menyentuh dagunya.
"Lepaskan aku!" Aira membuang wajahnya. Dia tidak ingin menatap wajah kejam itu.
"Setelah Pak Ares menebus kamu, kamu akan kita bebaskan."
"Kenapa kalian lakuin ini sama aku! Pak Ares gak ada hubungan apa-apa sama aku!"
"Kamu gak ada hubungan sama Pak Ares tapi kamu wanita yang sangat penting baginya. Demi membela kamu, dia memutuskan kerjasama denganku dan pabrikku sudah hampir bangkrut. Sekarang, demi kamu pasti dia akan memberiku uang tebusan satu milyar," jelas Toni.
Aira terkejut mendengar jumlah uang tebusan itu. "Satu milyar?"
Fadil ikut tertawa mendengar Toni. "Sebentar lagi, aku juga akan jadi orang kaya."
Aira mengepalkan tangannya. Dia berusaha melepas ikatannya tapi ikatan itu sangat kuat hingga membuatnya terjatuh dari kursi.
"Jangan bergerak. Sabar dulu, Pak Ares sebentar lagi akan datang."
Aira membuang wajahnya lagi saat Toni menatapnya. "Jangan sentuh!" Dia memberontak saat Toni menyentuh lengannya.
Beberapa saat kemudian terdengar dobrakan pintu yang sangat keras. Antares datang dan melangkah masuk ke dalam gudang tanpa rasa takut.
Fadil dan Toni tertawa melihat Antares yang kini telah datang. Dia menghalangi Aira yang berada di belakangnya. "Mana uang itu?"
Antares menunjukkan 10 lembar cek di tangannya. "Aku tidak sempat mencairkannya. Kalau mau mendapatkan ini, lepaskan dulu Aira!"
Fadil menarik Aira lalu melepaskan ikatan kaki Aira dan mengajaknya berjalan mendekat. "Jangan menipu! Aku akan melukai Aira kalau kamu sampai menipu kita."
"Pak Ares pergi saja!" teriak Aira yang langsung ditampar oleh Fadil dengan keras.
"Aira!" Antares mengepalkan tangannya. Dia semakin mendekat lalu menarik lengan Aira dan menyerahkan cek itu. "Aira, kamu keluar sekarang!"
Aira hanya menggelengkan kepalanya. Melihat ekspresi Toni, dia yakin cek itu palsu.
"Kamu mau menipu kita!"
Antares sudah bersiap menghajar mereka. Terjadi perkelahian sengit dua lawan satu. Sedangkan Aira berusaha melepas ikatan tangannya. Dia mundur dan menggesek ikatan tangan itu pada pintu besi agar tali itu terputus.
Antares berhasil menghajar mereka berdua, hingga mereka terjatuh di tanah. "Berani kalian menyentuh Aira, aku akan bunuh kalian!" Antares mencengkeram krah Toni dan memukulnya berulang kali.
Tapi tiba-tiba Fadil mengeluarkan senjata tajam dan menusuk lengan Antares. Dia menariknya lalu menancapkan lagi senjata tajam itu di dada Antares.
Antares berusaha menahan senjata tajam itu dengan tangannya tapi Fadil terus menekannya.
Aira terkejut melihatnya. Akhirnya dia berhasil melepas ikatan tangannya. Dia segera mengambil kursi kayu dan memukul Fadil dari belakang. "Pak Ares ...." Air mata itu mengalir begitu saja melihat Antares yang sudah kesakitan dengan senjata tajam yang penuh darah kini berada di tangan Antares.
"Kamu mau mati bersamanya?" Fadil bangkit lagi meski punggungnya terasa sakit. Dia kini mengepung Aira dengan Toni.
"Kita bereskan mereka berdua, ambil mobil dan barang berharga lainnya lalu kita pergi dari sini!"
"Aira!" Antares berusaha berdiri dia berjalan mendekati Aira lalu menarik Aira ke belakangnya. "Kamu pergi dari sini!" teriak Antares. Meskipun napasnya sekarang sudah sesak dan badannya sudah lemas menahan rasa sakit itu. Dia mengarahkan senjata tajam yang dia pegang pada Toni dan Fadil. "Jangan mendekat!"
Aira tak juga pergi. Dia menahan tubuh Antares yang hampir ambruk. "Aku tidak akan meninggalkan kamu, apapun yang terjadi." Aira mengambil alih senjata tajam itu lalu melangkah di depan Antares. "Aku akan membalas kalian berdua!"
Mereka berdua tertawa dengan keras. "Kamu pikir bisa melawanku."
Aira semakin meluruskan tangannya dan mengarahkan senjata tajam itu pada mereka berdua yang semakin mendekat.
"Jangan bergerak!" Polisi datang dan langsung menembak ke udara. Mereka mengepung Toni dan Fadil. Mereka berdua berusaha kabur hingga akhirnya polisi menembak kaki mereka.
"Pak Ares!" Aira berusaha menahan tubuh Antares. Kemeja putihnya sudah berubah berwarna merah di bagian dadanya. "Pak Ares harus bertahan."
"Yang penting kamu tidak apa-apa," kata Antares dengan suara lemahnya.
Aira semakin panik. "Kenapa bilang seperti itu? Pak Ares harus bertahan, karena aku belum bilang kalau aku cinta sama Pak Ares."
Antares tersenyum lemah, lalu dia memejamkan matanya.
"Pak Ares!"
"Maaf, kita datang terlambat." Rizal dan Riko segera menggotong Antares keluar dari gudang itu.
Aira mengikuti langkah mereka menuju mobil. Dia duduk di belakang sambil memangku kepala Antares.
"Kita ke rumah sakit terdekat. Aku akan mengebut!" Riko segera melajukan mobilnya dengan kencang menuju rumah sakit.
"Aira, jangan khawatir, Pak Ares pasti selamat," kata Rizal berusaha menenangkan Aira.
Aira terus menggenggam tangan Antares berusaha memberinya kekuatan. Meski tubuhnya kini sudah nyaris tidak ada tenaga lagi.
akhirnya ngaku juga ya Riko...
😆😆😆😆
u.....