Takdir dari Tuhan adalah skenario hidup yang tak terkira dan tidak diduga-duga. Sama hal nya dengan kejadian kecelakaan sepasang calon pengantin yang kurang dari 5 hari akan di langsungkan, namun naas nya mungkin memang ajal sudah waktunya. Suasana penuh berkabung duka atas meninggalnya sang korban, membuat Kadita Adeline Kayesha (18) yang masih duduk di bangku SMA kelas 12 itu mau tak mau harus menggantikan posisi kakaknya, Della Meridha yaitu calon pengantin wanita. Begitu juga dengan Pradipta Azzam Mahendra (28) yang berprofesi sebagai seorang dokter, lelaki itu terpaksa juga harus menggantikan posisi kakaknya, Pradipta Azhim Mahendra yang juga sebagai calon pengantin pria. Meski di lakukan dengan terpaksa atas kehendak orang tua mereka masing-masing, mereka pun menyetujui pernikahan dikarenakan untuk menutupi aib kelurga. Maksud dari aib keluarga bagi kedua belah pihak ini, karena dulu ternyata Della ternyata hamil diluar nikah dengan Azhim. Mereka berdua berjanji akan melakukan pernikahan setelah anak mereka lahir. Waktu terus berlalu dan bayi mereka pun laki-laki yang sehat diberi nama Zayyan. Namun takdir berkata lain, mereka tutup usia sebelum pernikahan itu berlangsung. Bagaimanakah kehidupan rumah tangga antara Azzam dan Kayesha, yang memang menikah hanya karena untuk menutupi aib keluarga dan menggantikan kakak mereka saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alma Soedirman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06. SMDH
Jadi Ibu besok ada jam lagi kan disini? Nah jam ke 6 sampai 7 kita bikin tugas individu kerjain biografi ya tapi ga boleh cetak atau design dari handphone. Jadi kalian juga bawa stabilo semua warna, spidol, kertas karton warna biru, penggaris, pensil, origami juga bawa buat hiasan nanti Ibu ajarin, paham ya?
Paham, Bu.
"Ya sudah, pelajaran sejarah Ibu tutup. Assalamualaikum, silahkan istirahat ya."
Setelah guru pengajar sejarah keluar dari kelas 12 Ips 1, para murid dari kelas itu mulai keluar menuju kantin untuk melepas penat mereka dengan berbelanja makanan.
"Ngantin, Cha. Gue yang bayar," bukannya senang Ocha malah mengangkat sebelah alisnya.
"Seriusan, Sha? Tumben-tumbenan lo."
"Ck, mau apa ngga? Kalo ngga si yaudah," dengan cepat Ocha mengangguk.
Seperti biasa mereka berdua ke kantin untuk membeli mie ayam, es teh, dan es jeruk. Setelah pesanan mereka jadi, mereka berdua pun duduk di kursi pojok kantin yang cukup sepi.
"Ekhem, makasih banget Kayesha cantik. Tumben-tumbenan lo nraktir gue, lagi banyak money ya?"
Kayesha terkekeh.
"Widih, spill dong berapa kuadrilliun?" Ocha sembari memberi saos tomat kepada mie ayamnya.
"Apa ya gimana ya gue jelasinnya," Kayesha pun bingung harus bagaimana menjelaskannya.
"Ck, yaudah dari yang lain dulu. Eh iya gimana lo sama si Azzam? Lo jadi tu serumah tadi malam kan sama dia?" Kayesha mengangguk sambil menganduk mie ayamnya.
"Jadi, lo gausah mikir macem-macem ya. Gue sama dia pisah kamar, dia kamar depan, gue yang agak dibelakang gitu."
"Oh gitu, terus terus gimana lo habis acara kemaren? Pasti capek banget ya, kan?"
"Banget sih, jadi kemaren abis gue acaraan yaudah kaya biasa waktu keluarga gitu ngumpul kan, sekalian packing baju sama barang barang gue. Gila sih, koper gue yang banyak banget sampai ada tujuh koper, mana berat-berat lagi," Ocha terkekeh.
"Gila, dihantam berkali-kali dong badan lo? Tapi so far semua barang-barang lo udah beres kan?" Kayesha mengangguk lagi.
"Udah, tinggal beberapa aja soalnya kemaren sebelum acara kan emang udah prepare juga di rumah sana, jadi pas sampai rumah, gue tinggal beresin barang-barang gue. Tapi..." Ocha menatap Kayesha dengan tatapan bingung.
"But, what?"
Kayesha menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "actually wajar sih ya kalau Azzam bantuin gue, tapi dia bener-bener yang almost beresin semua baju gue, dari ngangkatin lima koper sampi masukin baju gue ke lemari itu dia mana rapi banget, kaya telaten gitu. Udah nih, terus lo tau ngga? Kan ada tu chat lo yang ngga gue bales, itu gue ketiduran, gue——"
"Wait gue minum——Nah, terus?"
"Gue emang sebelumnya udah bilang kalau gue hari ini tadi tuh kan sekolah gitu, seragam gue nanti gausah ditaroh biar gue yang beresin soalnya gue mau nyetrika. Eh gataunya kan gue ketiduran, lo tau ngga? Ternyata Azzam nyetrikain semua seragam gue, semuanya sampai termasuk ni dasi," Kayesha memperagakan sambil memegang dasinya.
"Hah? Serius? Gila!"
"Sumpah."
Ocha menggeleng tak percaya sambil menutup mulutnya, "berarti nih ya, dia tu orangnya perhatian sama peka jadi cowo. Beruntung tau lo bisa dapat modelan kaya dia."
Kayesha mengedikkan bahu nya, "terus kan juga tadi malem dia ada tu beliin gue makan tapi kan gue ketiduran. Ternyata dia simpan tu dalam lemari makanan, pas subuh gitu mungkin abis dia sholat, gue speechless banget si ternyata dia panasin lagi, mana dia mau bangunin gue, katanya Azzam nyuruh gue sholat, mandi, terus sarapan. Gue kan antara senang, bingung, sama malu juga ya, Cha."
"Hahaha, emang ya lo tuh. Tapi gapapa, Sha. Gue liat-liat kemaren orangnya kaya baik-baik aja tuh sama lo, keluarga nya juga super duper ramah banget."
"Ya emang, udah baik, ramah, pokoknya gue ga ada tekanan apa-apa sih. Nah tadi kan lo nanya gue juga kenapa gue nraktir lo. Cos, tadi kan Azzam yang nganterin gue sekolah, terus pas gue mau turun dia ngasih gue seratus buat uang jajan gue, gue udah nolak, tapi dia maksa katanya buat saku sekolah gue gitu, namanya duit gue ngga mungkin nolak lagi dong ya. Yaudah tu gue ambil haha, lumayan Cha."
"Royal banget anjir, please gue juga mau yang kaya gitu. Beruntung banget lo, Sha."
\~•\~
Wa'alaikumussalam, Bun. Kenapa?
Oh Bunda di depan rumah ya? Azzam ga tau Bun.
Coba cek bawah keset, Bun. Disitu ada kunci cadangan satu.
Ketemu ngga, Bun?
Oh nggih, Bun. Masuk aja, Azzam lagi ada pasien ini.
Iya Bun, wa'alaikumussalam.
Tut.
Telepon terputus dari pihak seberang, Azzam pun kembali fokus mengurus pasien di hadapan matanya yang sudah tidak bernyawa itu.
Tadi, Desi menelpon Azzam bahwa Desi berada di rumah Azzam dan Kayesha. Untungnya Azzam mempunyai dua kunci, satu utama yang ia bawa dan satu cadangan yang berada di bawah keset di depan pintu masuk rumah mereka.
Sehabis mengevaluasi pasien, Azzam dan rekan-rekannya pun memutuskan untuk beristrihat karena tugas mereka sudah hampir selesai. Setiap hari setiap waktu, awalnya Azzam tidak berani melihat pasien-pasien mereka yang sudah tak bernyawa, tapi karena profesinya sebagai dokter forensik, mau se seram apa pun bentuknya itu sudah menjadi makanan sehari-hari Azzam.
"Wih, mau kemana, Zam?" Tanya Dimas, teman rekan Azzam yang juga berprofesi sebagai dokter forensik.
"Biasa, Dim. Ke apotek, mau mantau-mantau dulu soalnya udah lama," Azzam sambil melepas sarung tangan dan maskernya.
"Oalah gitu, oh iya maaf banget gue ga sempat dateng ke acara lo ya. Selamat ya buat pernikahan lo," Azzam mengangguk.
"Gapapa, Dim sans. Thanks ya, kapan-kapan main aja kerumah," Dimas mengacungkan jempolnya.
Tak lama kemudian obrolan mereka berakhir, Azzam pun pergi dari sana menuju salah satu apotek yang jaraknya kurang lebih lima kilometer dari rumah sakit. Dan sesampainya disana, ia mengecek obat-obat apa yang habis, obat apa yang hampir mendekati massa kadaluarsa, mengecek pengeluaran dan pemasukkan. Setelah pergi dari apotek itu, ia pergi ke dua cabang apotek miliknya yang berada di daerah lain, dan sama juga tujuannya untuk memantau. Biasanya ia akan mengunjungi apotek dalam 2 sampai 3 bulan sekali.
Meski pun terkesan sangat sibuk dengan pekerjaan dan usaha-usahanya, tapi Azzam selalu bisa meluangkan waktu untuk keluarga. Apalagi sekarang ada Kayesha yang harus ia hidupi, meski karena dari awal tujuan menikah karena menggantikan kakaknya, tapi tetap saja kewajibannya untuk menafkasi Kayesha, kan?
Azzam sendiri dulu sangat jauh dari kata cinta, pacaran, atau sebagainya yang berbau pasangan. Tapi berbeda lagi sekarang, Azzam mencoba untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan mencoba untuk membuka hati karena sedari dulu ia hanya fokus dengan karir nya.