Ziel, seorang CEO muda yang tegas dan dingin, memutuskan pertunangannya setelah menemukan bukti perselingkuhan Nika. Namun, Nika menolak menerima kenyataan dan dengan cara licik, ia menjerat Ziel dalam perangkapnya. Ziel berhasil melarikan diri, tetapi dalam perjalanan, efek obat yang diberikan Nika mulai bekerja, membuatnya kehilangan fokus dan menabrak pohon.
Di tengah malam yang kelam, Mandara, seorang gadis sederhana, menemukan Ziel dalam kondisi setengah sadar. Namun, momen yang seharusnya menjadi pertolongan berubah menjadi tragedi yang mengubah hidup Dara selamanya. Beberapa bulan kemudian, mereka bertemu kembali di kota, tetapi Ziel tidak mengenalinya.
Terikat oleh rahasia masa lalu, Dara yang kini mengandung anak Ziel terjebak dalam dilema. Haruskah ia menuntut tanggung jawab, atau tetap menyembunyikan kebenaran dari pria yang tak lagi mengingatnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Pengumuman
Ziel berdiri di balkon kamarnya, menatap langit yang dipenuhi awan kelabu. Angin dingin berembus, menggoyangkan rambutnya yang sedikit berantakan. Ia menghela napas panjang, merasa begitu jengah dengan ketidakpastian yang terus menghantuinya.
Sejak malam itu, sejak ia terbangun dan menemukan dirinya dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan, pikirannya tak pernah benar-benar tenang. Ia telah berusaha mencari gadis itu, memeriksa rekaman CCTV di sekitar lokasi, mencari petunjuk di sepanjang jalan yang ia lewati malam itu. Tapi hasilnya nihil.
Ziel menunduk, menatap benda kecil di tangannya. Sebuah anting berbentuk hati berwarna putih yang ia temukan di jok mobil setelah kejadian itu. Jemarinya mengusap permukaannya yang halus, seakan berharap anting itu bisa berbicara dan memberinya jawaban.
"Siapa kau...?" gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Ia mengepalkan tangan, merasakan frustrasi menjalar di dadanya. Mencari seseorang hanya dengan anting sebagai petunjuk terasa mustahil. Tapi entah kenapa, ia tak bisa berhenti mencoba.
Dari jejak darah di celana dan jok mobilnya, Ziel sangat yakin gadis itu masih perawan. Dalam hati, ia bertanya-tanya, "Kenapa dia pergi begitu saja? Apa dia terlalu takut untuk meminta pertanggung jawabanku? Atau mungkin… dia tidak ingin bertemu denganku lagi?" Pikiran itu membuat dada Ziel terasa sesak, sebuah rasa bersalah yang mulai menggerogoti dirinya.
***
Di tempat lain, Dara terbangun dengan napas tersengal, keringat dingin membasahi pelipisnya. Matanya membelalak menatap langit-langit kamar kos yang sempit.
"Lagi?!" gerutunya, mengusap wajah dengan kesal. "Ya ampun, Tuhan. Ini mimpi kok kayak sinetron azab, terus diulang-ulang. Aku 'kan udah tobat!"
Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri, tapi bayangan kejadian di dalam mobil itu masih melekat di benaknya.
"Dasar laki-laki kurang ajar! Munculnya di mimpi doang, di dunia nyata entah di mana!" gerutunya lagi. "Wajahnya aja aku nggak ingat, sumpah kocak. Masa direnggut kesuciannya tapi nggak bisa ngelaporin karena nggak punya barang bukti? Bahkan muka pelaku aja buram. Ini pelaku kejahatan atau tokoh anime yang sengaja disensor?!"
Dara mengacak-acak rambutnya, frustrasi. "Kalau suatu saat ketemu, bakal aku bacok pakai sendok! Eh, sendok mana bisa ngebacok, ya? Ah, pokoknya bakal aku ajak makan sambil kasih racun mental!"
Ia mendengus kesal, berusaha mengalihkan pikirannya. "Udah kayak kaset rusak, tiap malam diputar ulang. Mending kalau mimpinya ada ending bahagia, lha ini? Endingnya cuma aku yang ngamuk-ngamuk nggak jelas."
Dara membanting diri ke kasur, menarik selimut hingga menutupi kepala. "Sudah cukup, drama mimpi! Aku mau tidur lagi, jangan ada season dua!"
Namun, jauh di dalam hatinya, rasa takut, marah, dan benci masih bergejolak. Ia tahu, sekuat apa pun ia menggerutu, luka itu belum sepenuhnya sembuh.
***
Malam telah larut ketika Nika akhirnya tiba di rumah setelah menghadiri sebuah acara fashion show. Saat ia hendak melangkah menuju kamarnya, seorang pelayan mendekat dengan wajah ragu.
"Nona, Tuan dan Nyonya sedang menunggu Anda di ruang keluarga," ucap pelayan itu pelan.
Nika mendesah panjang, rasa malas terpancar jelas dari wajahnya. Namun, ia tetap melangkah menuju ruang keluarga. Langkahnya terdengar gemas, seolah ingin segera menyelesaikan urusan yang menunggunya.
Ketika masuk, ia mendapati kedua orang tuanya sudah duduk di sofa. Mama Nika memandangnya dengan ekspresi tajam, tangannya berkacak pinggang, sementara Papa Nika duduk bersandar dengan raut wajah yang tak kalah serius.
"Dari mana kau?" tanya Mama Nika dengan nada menuntut.
Nika melemparkan tas kecilnya ke sofa sebelum duduk dengan wajah datar. "Melihat fashion show," jawabnya tanpa ekspresi, nada bicaranya malas.
Papa Nika mendengus keras, matanya berkilat. "Setelah Ziel memutuskan pertunangan kalian, kamu masih sempat-sempatnya pergi melihat fashion show?"
Nika tidak segera menjawab, hanya mengangkat bahunya dengan santai seolah tak peduli, sementara kedua orang tuanya memandangnya dengan campuran kemarahan dan kekecewaan.
"Sudah punya tunangan seperti Ziel, tampan, gagah, kaya, kok malah selingkuh sama pria yang kelasnya di bawahmu?!" seru Mama Nika penuh emosi.
Papa Nika mengangguk sambil menyilangkan tangan di dada. "Kalau mau selingkuh, main cantik, dong. Jangan sampai ketahuan. Lihat apa yang kamu buat sekarang? Malu kita!"
Mama Nika langsung menyambar, suaranya meninggi. "Oh, seperti kamu, maksudnya? Kamu 'kan ahlinya kalau soal selingkuh! Jiwa selingkuh anak ini memang menurun darimu!"
Papa Nika mengangkat alis, tak mau kalah. "Kamu bicara apa? Kamu sendiri juga main dengan berondong di luar sana! Jangan sok suci!"
Mama Nika membalas dengan nada menusuk. "Aku juga nggak akan main dengan berondong kalau bukan kamu duluan yang mengkhianati aku!"
Di tengah perdebatan sengit itu, Nika mendesah panjang, merasa muak dengan situasi. Ia berdecak kesal. "Duh, kalian ini ribut terus nggak ada habisnya! Kalian tuh sama aja. Di depan publik mesra, tapi di belakang sama-sama selingkuh! Bedanya, kalian pinter nutupin."
Mama Nika menatap Nika tajam. "Tutup mulutmu! Urusan kami nggak ada hubungannya dengan masalahmu!"
Nika berdiri, berniat pergi, tapi suara tegas Mamanya menghentikannya. "Mama nggak mau tahu. Kamu harus kembali dapatkan Ziel! Mama nggak peduli gimana caranya, tapi dia harus jadi suamimu."
Papa Nika mengangguk setuju. "Benar. Jangan lepaskan ikan kakap demi ikan teri. Ziel itu jackpot! Jangan bodoh."
Mama Nika melanjutkan dengan nada yang lebih tajam. "Lagipula, kenapa kamu sampai selingkuh? Ziel itu tampan, gagah, dan kaya raya! Kamu mau cari yang lebih dari dia di mana?"
Nika memutar mata, membuang napas kasar. "Akhir-akhir ini Ziel sibuk banget. Nggak ada waktu buat aku! Pacaran juga kayak anak ABC. Gandengan doang. Ciuman pun nggak mau. Sok suci."
Papa Nika mengangkat alisnya dengan skeptis. "Dia cuma menjaga dirinya, Nika. Pria yang nggak main-main seperti itu yang kamu butuhkan."
Mama Nika menambahkan dengan kesal. "Dan kamu malah menghancurkannya dengan kebodohanmu sendiri! Mama nggak peduli. Pokoknya Ziel harus jadi milikmu, titik!"
Nika mendesah frustrasi. Ia merasa terpojok, tapi dalam hati tahu bahwa kegigihan orang tuanya tak akan mudah dilawan.
***
Dara duduk di kursi tunggu dengan jantung yang berdebar kencang. Setelah melewati berbagai tes, akhirnya hari ini adalah pengumuman hasil seleksi.
Tak lama, seorang staf HRD keluar dari ruangan dan menatap Dara. “Mandara?”
Dara langsung berdiri tegap, lalu refleks memberi hormat seperti tentara. “Siap, Pak, saya Mandara! Ada apa gerangan? Apakah saya di-blacklist atau justru dipromosikan sebelum mulai kerja?”
Staf HRD menahan tawa. “Santai. Saya ingin mengucapkan selamat. Kamu diterima bekerja di sini.”
Dara terdiam sejenak, lalu matanya membulat. “SERIUS, PAK? Saya nggak kena prank, 'kan?”
HRD mengangguk sambil tersenyum. “Iya, kamu diterima. Berdasarkan hasil tes dan wawancara, kami melihat kamu memiliki kemampuan komunikasi yang sangat baik, cepat beradaptasi, dan punya energi positif yang bisa menular ke lingkungan sekitar.”
Dara langsung memeluk tasnya erat-erat. “Aduh, Pak, saya hampir nangis! Jadi, saya diterima sebagai apa?”
HRD menyerahkan sebuah map. “Kamu akan bekerja sebagai asisten eksekutif.”
Dara menatap map itu dengan kening berkerut. “Asisten eksekutif?”
“Ya. Kamu akan bekerja langsung di bawah salah satu direktur perusahaan.”
Dara membalikkan mapnya, seolah mencari petunjuk tersembunyi. “Direktur? Ini serius, Pak? Saya bukan masuk tim event organizer atau bagian customer service?”
HRD tersenyum. “Kami rasa kamu lebih cocok menangani pekerjaan eksekutif karena kamu punya keberanian, inisiatif, dan... ya, kamu juga punya cara unik menghadapi tekanan.”
Dara menelan ludah. “Bekerja langsung di bawah bos? Pak, ini tantangan atau cobaan?”
HRD tertawa. “Anggap saja tantangan. Jadi, siap mulai bekerja minggu depan?”
Dara mengangkat tangannya tinggi-tinggi. “SIAP, PAK! Demi nasi dan lauk pauk, saya siap bekerja keras! Eh, tapi…” Wajahnya mendadak serius. “Direkturnya siapa, ya?”
HRD menatapnya dengan senyum misterius. “Kamu akan segera tahu.”
Dara merinding. “Kok rasanya ada hawa-hawa mistis?”
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Semangat2 dara jgn punya pikiran mau menggugurkan kandunganmu itu
bayi itu tidak berdosa....
Seandainya suatu terbongkar dara hamidun sebaiknya jujur aja sm pak boss korban memperkosaan dara....
kasian jg jd dara hamil tidak tahu siapa pelakunya dan mau minta tanggungjawan sm siapa jg....
blm nanti omongan tmn2 Kantornya pd juling pasti dara hamil diluar nikah...
lanjut thor.....
Sabar dara anak itu titipan jaga dan rawat dia dan sayangi hrs menerima dgn ikhlas....
Pak bos seandainya tahu daralah perempuan yg dinodainya so pasti akan bertanggungjawab menikahinya...
Debay pgn dekat2 sm papanya dan papanya mengalami sindrom coudave....
Dara testpack dulu membuktikan lg hamil gak....
Sabar ya dara hasil garis dua hrs terima dgn ikhlas dan pasti dara bingung mau minta tanggungjawab sm siapa pria yg menghamilinya wajahnya samar2 dan tidak jelas....
sama dengan cover novel sebelah??
sama2 update juga,kirain novelnya error gak tau nya liat judul beda...
maaf ya kk Thor🙏🏻