Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 6
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Sudah berjalan hampir tiga bulan sejak pernikahannya hari itu, Rania berusaha menjadi istri yang baik untuk Park Jim-in.
Meskipun ia tahu Jim-in hanya menganggapnya sebagai perawatnya saja tidak lebih, tetapi, Rania tidak bisa mengabaikan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri. Ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk melayani suaminya sepenuh hati.
Pernikahan bukanlah sebuah permainan. Janji suci terucap di hadapan Allah tidak mudah untuk diingkari.
Maka dari itu Rania sekuat tenaga akan menjalankannya dengan ikhlas, sampai waktu yang sudah ditentukan. Entah sampai kapan ia terjebak dalam pernikahan tanpa dasar cinta ini. Namun, ia mencoba ikhlas dengan kehidupan barunya dan percaya Allah memberikan cobaan tersebut, sebab dirinya mampu.
"Iya, aku harus bisa menjalankan pernikahan ini. Semangat Rania," gumamnya ketika tengah menyiapkan sarapan kembali untuk sang suami.
Tidak lama berselang masakan pun matang dan langsung menghidangkannya kepada tuan muda. Setelah memberikan makanan tersebut ia pun berdiri di samping meja bersama para pelayan yang lain. Setiap hari Rania selalu mengerjakan pekerjaan yang sama.
Setelah menemani suaminya sarapan, ia beralih membereskan ruangan pribadi Jim-in. Aroma maskulin menyapu indera penciuman. Ini bukan pertama kali Rania mendatangi tempat itu, tetapi entah kenapa membuatnya masih asing di sana.
Netra jelaganya mengitari semua barang yang terpajang di setiap lemari. Rania baru menyadari jika selama ini suaminya mempunyai banyak sekali piala. Tangan putih itu terulur melihat salah satu lalu membaca tulisan yang ada di piala tersebut.
"Juara utama, lomba memanah? Jadi, tuan muda suka memanah? MasyaAllah, aku juga menyukainya, tapi sayang mamah tidak memperbolehkan ku untuk melanjutkan hobi itu. Kenapa tuan muda tidak melakukannya lagi yah? Apa ini ada hubungannya dengan ia berada di kursi roda?" racau Rania memikirkan hal yang belum pasti.
"Letakan kembali piala itu."
Suara serak sang suami terdengar. Jika saja ia tidak sigap mungkin piala tersebut akan terjatuh. Seketika jantungnya berdegup kencang, buru-buru Rania mengembalikan ke tempat semula. Ia pun membalikan badan seraya menunduk sudah lancang melakukan hal seenaknya.
"Biar aku jelaskan lagi. Kamu memang istriku, tapi jangan pernah sentuh semua barang-barang pribadiku. Terutama piala-piala itu," tegasnya membuat Rania mendongak.
Ia melihat kilatan amarah dalam matanya. Namun, ia juga menangkap ada sesuatu yang tersembunyi di sana. Rania tidak tahu apa itu, yang jelas Jim-in seperti bukan dirinya sendiri.
"Baiklah aku tidak akan menyentuhnya, tapi kenapa Tuan tidak memanah lagi?" tanyanya kemudian, bola mata kecoklatan Rania menangkap peralatan memanah yang menggantung di dinding.
Jim-in pun mengikuti tatapan itu. Seketika hatinya sakit, seolah perkataan Rania membuka luka lama.
Kedua tangan mengepal kuat membuat kuku-kukunya memutih. Ia pun lalu memandang nyalang kepada sang istri. Ia tidak peduli dengan status mereka. Siapa pun orang yang sudah mengingatkannya tentang hal itu tidak bisa ditoleransi.
"Siapa kamu bisa bertanya seperti tadi? Karena kamu sudah mengingatkanku lagi pada hal itu, sekarang ikut aku."
Tanpa berperasaan Jim-in menarik pergelangan tangan Rania hingga sang empunya oleng.
Sekuat tenaga ia mendorong kursi rodanya seorang diri. Dengan napas memburu Jim-in membawanya ke kamar.
Ia pun menghempaskan Rania ke dalam kamar mandi yang ada di sana. Wanita itu ambruk seketika dan menatap suaminya dengan ketakutan.
Baru kali ini ia melihat Jim-in berlaku kasar dengan sorot mata tegas seperti ingin menerkamnya. Rania tidak percaya sang suami bisa bersikap kasar.
"Kamu diam di sini sampai waktu yang tidak bisa aku tentukan," tegas Jim-in. Amarahnya semakin memuncak tajam dan tidak bisa menolerir perkataan Rania barusan.
Pintu dibantingnya kencang, Rania tersentak lalu menarik diri cepat.
"Tuan aku mohon buka pintunya. Aku minta maaf. Sungguh aku tidak tahu apa yang sudah kulakukan. Keluarkan aku dari sini. Aku mohon," teriak Rania seraya menggedor-gedor pintu. Ia tahu jika Jim-in masih ada di sana.
"Mau kamu nangis darah pun aku tidak akan membukakan pintu," balas Jim-im lantang dan kemudian berlalu.
Suara roda yang terus menjauh membuat Rania sadar jika kini sang suami benar-benar mengurungnya. Ia tidak tahu apa yang sudah diperbuatnya. Namun, ia melihat tatapan ketidaksukaan yang tercetak jelas di wajah tampan Jim-in.
Cairan bening lagi-lagi mengalir. Kedua kakinya sudah tidak bisa menahan berat badannya sendiri. Rania jatuh terduduk dengan berlinang air mata. Ia takut, sungguh dirinya takut saat melihat Jim-in yang hampir menerkamnya.
"Apa yang sudah aku lakukan?" bisiknya lirih dengan liquid bening tidak pernah berhenti. "Aku hanya ingin melihatnya memanah lagi. Apa dengan memanah semangatnya bisa kembali? Aku tidak ingin melihatnya menangis seperti hari itu," lanjutnya lagi seraya kesedihan mengukungnya.
"Tuan bertengkar dengan nona?" tanya Sang Ook yang mendapati tuannya di ruang keluarga.
Jim-in menoleh singkat dan kembali menatap aquarium itu dengan tenang. "Ani. Aku hanya memberinya pelajaran."
"Apa yang sudah nona perbuat sampai tuan memberinya pelajaran?" tanyanya mendesak.
"Aku tidak ingin membicarakannya lagi. Jangan ganggu ketenanganku," balasnya dengan nada bicara sedikit meninggi.
Jika sudah seperti itu artinya Jim-in benar-benar tidak bisa diganggu. Sang Ook pun terdiam tidak lagi bersuara, tidak mau menambah situasi menjadi tambah runyam.
Tidak lama berselang seorang pelayan wanita datang dan menjulurkan surat pada Sang Ook yang langsung menerimanya.
"Tuan ada surat," jelasnya seraya menyodorkan surat tadi.
Jim-in pun kembali pada dunia nyata menerima surat itu lalu membukanya. Iris cokelatnya bergulir membaca tulisan Hangul yang tertuang di sana. Hingga beberapa saat kemudian, "Persiapkan pesta untuk besok. Teman-temanku akan datang," jelasnya dan pergi dari sana. Sang Ook mengangguk melihatnya yang terus menjauh.
"Semoga besok tidak terjadi apa-apa pada tuan," gumamnya. Tanpa sengaja pria paruh baya itu melihat surat tadi yang berisi.....
"Besok hari ketujuh ulang tahun klub. Bagaimana kalau kita mengadakan pesta di rumahmu? Aku dengar kamu sudah menikah? Aku dan teman-teman yang lain ingin melihat siapa tuan putri itu."
_Kim Won Shik.
...🌦️🌦️🌦️...
Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, itu artinya Jim-in sudah mengurung Rania selama dua jam lamanya. Teringat tentang surat yang dikirim temannya, jika mereka ingin melihat sang istri, ia pun bergegas menuju kamar dan berniat untuk mengakhiri hukuman.
Betapa terkejutnya Jim-in saat melihat tubuh Rania ambruk saat ia membuka pintu. Wajah tanpa ekspresi itu membuatnya ketakutan.
Ia pun mencondongkan badan melihat Rania. Namun, Jim-in tidak bisa menahan badannya sendiri, hingga terjatuh dari kursi roda.
"Rania, Rania, kamu kenapa? Hei, jangan mati di kamarku," ucap Jim-in.
Berkali-kali ia menggoyangkan tubuh lemah Rania. Namun, wanita itu tak kunjung sadar. Rasa bersalah tiba-tiba saja menyeruak dalam dada.
"Rania, hei Rania buka matamu. Aku min-"
"Hoaamm." Dengan muka bantalnya Rania pun membuka mata dan duduk begitu saja.
Netranya menatap lekat Jim-in yang sudah ketakutan di sana.
"Tuan? kenapa Tuan bisa duduk di sini. Apa Tuan terjatuh? Ya Allah," seketika Rania panik melihat sang suami duduk di lantai.
Ia lalu berusaha membantunya untuk kembali berada di kursi roda. Namun, sudah pasti Jim-in menolaknya dengan menghempaskan tangan Rania.
Pintu ruangan terbuka. Sang Ook melihat tuannya di sana begitu terkejut. Saat mendengar suara berdentum keras ia segera mendatangi mereka dan benar saja apa yang dipikirkannya jika sekarang tuan mudanya sudah terjatuh.
"Tuan tidak apa-apa? Saya bantu Tuan ke tempat tidur." Sang Ook pun langsung mendudukkannya di king size besar milik Jik-in di sana.
"Jika ada apa-apa panggil saya. Permisi."
Setelah membantunya kepala pelayan itu pun kembali pergi.
Rania masih mematung di tempatnya berdiri. Entah keberanian dari mana ia berjalan mendekat lalu mendaratkan diri di hadapan sang suami. Ia pun berjongkok seraya menatap lekat wajah itu.
"Aku sungguh minta maaf atas kesalahan ... yang tidak aku mengerti. Jika aku menyakitimu maka hukuman ini pantas kudapatkan," jelas Rania membuat Jim-in membalas tatapannya.
Di sana ia tidak melihat kebohongan sedikit pun. Hanya ada senyum tulus yang terukir indah di wajah ayunya.
"Kenapa kamu berkata seperti itu?"
"Karena aku istrimu. Jika aku bersalah maka suami pantas memarahinya dan memperbaikinya. Aku benar-benar minta maaf."
Untuk beberapa detik Jim-in tersentuh dengan perkataan Rania. Namun, ia segera menepis perasaan aneh tersebut.
"Terserah katamu. Sudah sana, aku mau tidur." Ia pun berbaring begitu saja mengabaikan sang istri.
Tanpa disuruh Rania menyelimutinya begitu saja. Ia tersenyum singkat lalu menuju sofanya berada.
Dalam keheningan Jim-in masih memikirkan sesuatu yang baru saja terjadi. Ia tidak mengerti kenapa wanita itu bersikap baik setelah perlakuan tidak menyenangkan yang diberikannya. Ia heran Rania berbeda dengan wanita-wanita yang pernah ditemuinya.
"Hatinya terbuat dari apa?" benaknya berkecamuk.
...🌦️KEBAIKAN🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘