BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!!❌❌❌
Nessa Ananta atau biasa di panggil Eca, gadis yang menempuh pendidikan di luar kota akhirnya kembali ke Ibu kota setelah sebelumnya bekerja menjadi sekretaris di sebuah perusahaan.
Tapi apa jadinya jika kembalinya ke rumah Kakaknya justru mendapat kebencian tak beralasan dari Kakak iparnya.
Lalu bagaimana kisah hidup Eca selanjutnya ketika Kakaknya sendiri meminta Eca untuk menikah dengan suaminya karena menginginkan kehadiran seorang anak, padahal Kakak iparnya begitu membencinya?
Kenapa Eca tak bisa menolak permintaan Kakaknya padahal yang Eca tau Nola adalah Kakak kandungnya?
Lalu apa penyebab Kakak iparnya itu begitu membencinya padahal mereka tak pernah dekat karena Eca selama ini ada di luar kota??
Apa yang terjadi sebenarnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Bara
BRAKK...
Bara menutup pintu mobilnya dengan sangat keras. Pria itu seperti sedang meluapkan semua amarahnya saat ini.
Sampai sekarang dia masih belum terima dengan keputusan orang tuanya serta istrinya sendiri. Mereka seolah-olah tidak mempedulikan perasaan Bara sama sekali.
Di sana Bara yang akan menjalani. Tentunya mereka seharusnya mempertimbangkan penolakan Bara, bukannya mengambil keputusan sendiri.
"Sayang, dengarkan aku dulu!" Nola berusaha mengejar suaminya.
"Sayang!!" Nola berhasil meraih lengan Bara.
"Apalagi? Bukannya kamu sudah mengambil keputusan? Lalu apa lagi yang harus aku dengar?" Bara bahkan menghentakkan tangan Nola yang berada di lengannya.
"Sayang, aku melakukan ini demi keluarga kita. Biar Papa dan Mama nggak mendesak kita lagi. Kalau mereka sudah punya keturunan, pasti mereka akan diam kan sayang?"
"Tapi bukan begini juga caranya Nola!! Aku bisa cari cara lain. Aku bahkan belum sempat berpikir tapi kamu dengan mudahnya menyetujui keinginan Mama!!" Bara menyugar rambutnya yang rapi sehingga menjadi berantakan tak karuan.
"Aku yang akan menjalani semuanya Nola. Di sini aku yang akan mengorbankan perasaan ku. Apa kamu nggak mikirin perasaanku sama sekali??!!" Bara meluapkan segala amarahnya pada Nola.
Dia tidak membenci istrinya, dia hanya membenci keputusan yang di ambil istrinya tanpa memahami keadaannya.
"Kamu bilang aku nggak mikirin perasaan kamu Bara? Lalu kamu apa? Apa kamu juga mikirin perasaan aku?" Nola berbalik melawan. Air matanya sudah berjatuhan karena kekecewaannya pada Bara.
Sejak tadi dia hanya diam dan menerima segala bentuk penghinaan dari mertuanya karena dia kira Bara akan memahaminya, tapi nyatanya Bara justru menyudutkan Nola. Bara menyalahkan Nola atas keputusan yang sebenarnya bagi Nola sendiri begitu sulit.
"Kamu pikir aku nggak sakit hati dengan ucapan Mama? Aku sehat, kata dokter aku juga nggak ada masalah sama sekali, tapi Mama kamu bilang aku mandul. Lalu, apa kamu pikir aku nggak sakit saat kedua orang tua kamu memberiku pilihan seperti tadi? Aku sakit Bara, aku sakit!!" Nola menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak.
"Coba kamu ada di posisi ku Bara. Aku selalu di tekan kedua orang tuamu padahal aku sendiri juga menginginkan seorang anak. Apa kamu pikir aku senang melihat suamiku harus menikahi wanita lain untuk mendapatkan anak? Kamu pikir aku sekuat itu Bara?"
"Sayang, aku..." Bara tersadar dengan semua ucapan Nola.
Bara pikir, dia sendiri yang paling tersakiti di sana. Tapi ternyata istrinya lebih sakit saat ini.
"Apa? Kamu mau minta aku untuk mengerti kamu lagi?"
Bara semakin mendekat pada istrinya itu. Dia menarik Nola ke dalam pelukannya.
"Maafkan aku sayang" Bara menyesal telah membentak dan menyalahkan istrinya sejak tadi.
Seharusnya dia melihat dari sudut pandang istrinya. Dia juga seharusnya lebih tegas lagi menentang keinginan kedua orang tuanya. Melihat Nola menangis kesakitan seperti itu tentu saja membuat Bara ikut merasa sedih.
"Tolong mengertilah posisiku Bara" Pinta Nola di dalam pelukan Bara.
Tapi Bara sediri masih bungkam, dia bingung harus menjawab apa. Dia tidak mau memiliki dua istri, tapi dia juga tidak mau membuat Nola sedih dan tertekan seperti itu.
"Aku mohon Bara" Lirih Nola.
Bara mengurai pelukannya. Dia memegang kedua bahu Nola. Menatap kedua mata istrinya yang sendu itu.
"Sekarang aku tanya, apa kamu sanggup berbagi? Apa kamu sanggup melihatku menikahi wanita lain bahkan menc*mbunya untuk mendapatkan anak?" Bara sendiri tidak yakin dia bisa berbuat adil jika mempunyai dua istri.
"Apa kamu sudah siap dengan segala konsekuensinya?"
"Meski itu berat, ini hanya sementara Bara. Aku akan mencobanya. Aku melakukan ini bukan cuma untukku Bara. Tapi juga untuk kamu dan orang tua kamu. Percayalah Bara, setelah ini masalah kita selesai. Kita akan hidup berdua sama anak kita nantinya setelah kamu menceraikan wanita itu. Percayalah Bara"
Bara menatap manik mata Nola. Ingin sekali Bara membantah apa yang Nola ucapkan. Menurut Bara, masalah yang akan mereka hadapi kedepannya tak akan semudah itu. Semuanya justru akan terasa sulit karena keputusan Nola itu.
Tapi sekarang ini Nola sudah teguh dengan keputusannya. Bara yakin Nola tidak akan mengubah keputusannya itu meski Bara memberikan alasan sedemikian rupa.
"Kamu setuju kan sayang?"
"Apa kalau aku menolak, kamu akan mengubah keputusan mu?"
Pertanyaan dari Bara itu membuat Nola lega. Meski terpaksa, akhirnya Bara mau menuruti keinginannya.
"Makasih sayang. Kalau gitu aku akan segera menemui wanita yang akan kamu mengandung anakmu"
"Apa??!!" Bara cukup terkejut dengan ucapan Nola.
"Jadi kamu sudah menyiapkan wanita yang akan menjadi madumu?"
"Emm, m-maksud aku. Aku sudah ada pandangan siapa wanita yang cukup baik untuk jadi maduku. Aku akan mencoba bicara padanya. Itu maksudku Bara"
"Emangnya ada wanita yang mau melakukan itu? Manjadi kelinci percobaan selama satu tahun. Kalau tidak hamil diceraikan dan kalau hamil di rebut anaknya?" Bara tersenyum sinis.
Mustahil ada wanita yang rela menyerahkan hidupnya hanya untuk kebahagiaan orang lain.
"Kamu tenang aja sayang. Aku yakin aku bisa mendapatkan wanita itu. Aku tidak mau kalau Mama yang mencarikan istri untukmu"
"Memangnya kenapa?"
"Aku takut kalau kamu jatuh cinta sama pilihan Mama"
Nola kembali memeluk Bara. Dia memang sudah gila karena merelakan suaminya pada wanita lain tapi dia juga tak ingin kehilangan suaminya.
"Memangnya kalau wanita itu pilihan mu, itu bisa menjamin kalau aku tidak akan jatuh cinta padanya?"
"Aku percaya sama kamu sayang. Aku rela berkorban demi kamu dan keluarga kamu, harusnya kamu juga bisa menjaga hati dari wanita lain termasuk istri sementara kamu nantinya. Ingat, pernikahan kalian hanya satu tahun kalau dia tidak hamil setelah itu semuanya selesai. Kita akan kembali bahagia seperti ini sayang"
"Aku rasa ini begitu egois sayang" Bara tersenyum kecut di balik punggung Nola. Mereka seperti orang yang menghalalkan segala cara demi kebahagiaan mereka sendiri.
"Terkadang, kita memang harus egois untuk mempertahankan kebahagiaan kita sayang" Nola semakin hanyut dalam pelukan hangat suaminya yang sebentar lagi akan ia bagi dengan wanita lain.
Setelah malam mulai larut, Bara juga masih sibuk di ruang kerjanya, Nola mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
Nola cukup menunggu waktu beberapa saat karena orang yang ia hubungi pasti sudah terlelap. Nola tetap sabar menunggu karena dia sendiri yang salah, menghubungi orang di tengah malam.
"Halo?" Sahut orang yang Nola tunggu sejak tadi.
"Halo, kamu udah tidur ya? Emm, boleh nggak kalau besok siang kita ketemu? Kan kita udah beberapa hari nggak ketemu?"
"Boleh" Suara itu terdengar serak dan begitu malas untuk menjawab karena mungkin saja sudah tidur.
"Oke, kalau gitu kamu kirim alamat rumah kamu atau tempat kerja kami ya, kita ketemu di sana aja"
"Hmmm"
"Ya udah aku tutup, tidurlah lagi"
Salah satu ujung bibir Nola tertarik ke atas setelah sambungan telepon itu tertutup.
ditunggu karya selanjutnya