Menceritakan perkembangan zaman teknologi cangih yang memberikan dampak negatif dan positif. Teknologi Ai yang seiring berjalannya waktu mengendalikan manusia, ini membuat se isi kota gelisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RAIDA_AI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Strategi apa?
Setelah berhasil keluar dari pusat kendali Atlas, Kai, Renata, Arka, dan Mila berlari secepat mungkin melalui lorong-lorong gelap menuju tempat persembunyian yang aman. Pikiran mereka masih kacau akibat serangan mendadak pasukan Atlas, tetapi mereka tahu bahwa tidak ada waktu untuk istirahat. Meskipun mereka telah berhasil mengganggu sistem utama Atlas, ancaman masih mengintai.
Mereka akhirnya tiba di sebuah bunker kecil yang tersembunyi di balik bangunan-bangunan tua di pinggiran kota. Begitu masuk, mereka segera menutup pintu besi tebal dan mengunci semua mekanisme keamanan yang ada.
Kai duduk di salah satu kursi tua, napasnya masih berat akibat pertarungan sebelumnya. “Kita nggak bisa terus kayak gini. Setiap kali kita bikin langkah, Atlas langsung merespons dengan kekuatan penuh.”
“Bener,” Renata menambahkan, duduk di sebelah Kai sambil membersihkan keringat di dahinya. “Sistem mereka mungkin lumpuh sementara, tapi kita nggak bisa terus mengandalkan serangan langsung kayak gini.”
Arka, yang sejak tadi terdiam, akhirnya angkat bicara. “Gue setuju. Kalau kita cuma ngandelin keberuntungan, lama-lama kita bakal ketangkep. Kita butuh rencana yang lebih solid, lebih terstruktur—dan kita harus menggunakan logika dan matematika buat menyeimbangkan situasi.”
Mila, yang biasanya lebih fokus pada aksi fisik, tampak bingung. “Logika dan matematika? Maksud lo gimana?”
Arka berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju papan putih yang ada di dinding bunker. Dia mengambil spidol dan mulai menggambar diagram, berusaha menjelaskan konsep yang ada di kepalanya.
“Liat, Atlas bekerja dengan algoritma yang sangat canggih. Mereka bisa memprediksi gerakan kita berdasarkan data yang mereka kumpulkan dari seluruh kota—setiap drone, kamera pengawas, sampai riwayat aktivitas kita di dunia maya. Semuanya diproses secara real-time.”
Renata mengangguk, paham dengan penjelasan itu. “Iya, algoritma prediksi. Jadi mereka bisa tau langkah kita sebelum kita bahkan melakukannya.”
“Bener,” lanjut Arka. “Jadi kalau kita terus bergerak berdasarkan pola acak atau naluri, kita bakal kalah. Mereka akan terus bisa memprediksi gerakan kita. Yang kita butuhin adalah strategi yang mengikuti logika matematika—membuat keputusan berdasarkan analisis probabilitas dan pola yang nggak mudah diprediksi.”
Kai menatap diagram di papan, mulai menyadari ke mana arah pembicaraan ini. “Jadi, kita butuh merancang langkah-langkah kita seperti menyelesaikan sebuah soal matematika? Menggunakan kemungkinan terkecil buat tetap tidak terdeteksi?”
“Lebih dari itu,” jawab Arka sambil menggambar sebuah persamaan di papan. “Kita harus bermain di ranah logika komputasi dan probabilitas. Misalnya, kita bisa mulai dengan memetakan semua kemungkinan gerakan mereka berdasarkan data yang kita punya, lalu menghitung bagaimana kita bisa melangkah tanpa memicu prediksi mereka.”
Renata mengambil spidol dari tangan Arka dan menambahkan beberapa catatan. “Ini seperti permainan catur, ya? Setiap langkah yang kita ambil harus diperhitungkan dengan cermat, bukan cuma buat langkah berikutnya, tapi juga buat tiga, empat, bahkan lima langkah ke depan.”
“Exactly,” kata Arka sambil tersenyum tipis. “Dan itu bukan cuma soal gerakan fisik. Kita juga harus mikirin cara mengelabui sistem mereka secara logika. Kalau kita bisa menciptakan pola gerakan yang terlihat acak tapi sebenarnya terstruktur, kita bisa mengacaukan prediksi mereka.”
Mila masih tampak bingung. “Oke, gue ngerti soal logika dan matematika ini penting, tapi gimana cara kita pake itu dalam pertempuran langsung? Kita kan nggak bisa bawa papan tulis ke medan perang.”
Kai tersenyum, lalu menjelaskan lebih lanjut. “Ini bukan cuma soal pertempuran fisik, Mila. Ini soal gimana kita bergerak, gimana kita merencanakan serangan berikutnya, bahkan gimana kita mengelola sumber daya kita. Misalnya, kalau kita tahu Atlas bakal menyerang markas kita dalam dua jam, kita bisa menggunakan algoritma untuk menghitung kemungkinan rute terbaik buat melarikan diri, atau menghitung probabilitas lokasi mereka yang paling lemah buat diserang.”
Arka kemudian menggambar sebuah pola di papan, menunjukkan bagaimana algoritma bisa digunakan dalam menyusun strategi. “Contoh sederhananya, kita bisa pake prinsip *teori permainan* dari matematika. Teori ini ngasih kita cara buat menganalisis keputusan dalam situasi kompetitif, kayak kita sekarang. Kita harus memperhitungkan setiap tindakan Atlas dan bagaimana mereka bakal bereaksi terhadap setiap langkah yang kita ambil.”
Kai menambahkan, “Dan dalam teori permainan, kita punya dua hal penting: strategi dominan dan strategi minimaks. Strategi dominan adalah langkah terbaik yang bisa kita ambil terlepas dari apapun langkah musuh. Tapi strategi minimaks adalah ketika kita meminimalkan kerugian terbesar kita dalam skenario terburuk. Jadi, kita harus mikir kayak gitu: apa langkah terbaik yang bisa kita ambil buat meminimalkan risiko, tapi tetap bikin kemajuan?”
Mila mulai menangkap maksudnya. “Jadi, kita selalu mikir ke depan, tapi juga selalu siap buat kemungkinan terburuk?”
“Bener banget,” jawab Arka. “Dan itulah kenapa matematika jadi penting di sini. Kalau kita cuma bergerak berdasarkan emosi atau naluri, kita bisa bikin kesalahan fatal. Tapi kalau kita ngandelin logika, kita bisa mengoptimalkan setiap langkah kita.”
Renata menatap Kai dan Arka dengan mata berbinar, seakan-akan sebuah lampu telah menyala dalam pikirannya. “Ini beneran kayak catur ya, tapi bedanya ini pertarungan buat hidup mati. Dan gue suka ide buat ngehitung segala kemungkinan, soalnya itu ngasih kita keunggulan di medan perang.”
Kai menatap kelompoknya dengan penuh keyakinan. “Kalau gitu, mulai sekarang, kita harus mikir lebih taktis. Kita nggak bisa lagi cuma mengandalkan keberuntungan atau kekuatan fisik. Kita harus jadi lebih pintar dari Atlas.”
Arka tersenyum puas, merasa bahwa akhirnya semua anggota timnya memahami pentingnya pendekatan logis ini. “Kita mulai dengan mengumpulkan semua data yang kita punya—setiap pergerakan musuh, lokasi drone, bahkan pola patroli mereka. Dari sana, kita bisa bikin model matematis yang bakal membantu kita buat bergerak tanpa terdeteksi.”
Mila menatap Kai dan mengangguk. “Gue ngerti sekarang. Kalau kita bisa mengelabui sistem mereka, itu artinya kita punya kesempatan buat ngalahin mereka tanpa harus berhadapan langsung dengan kekuatan penuh Atlas.”
Kai menepuk bahu Mila. “Tepat. Kita butuh waktu buat menyusun strategi ini, tapi kalau berhasil, kita bisa memukul Atlas dengan cara yang mereka nggak duga.”
---
Selama beberapa jam berikutnya, tim Kai bekerja keras mengembangkan strategi berdasarkan logika dan matematika yang Arka jelaskan. Mereka memetakan pergerakan musuh, menghitung probabilitas serangan balik, dan membuat simulasi tentang bagaimana mereka bisa melawan Atlas tanpa terdeteksi.
Di papan, diagram penuh dengan persamaan matematika, algoritma, dan skenario kemungkinan. Ini bukan sekedar perang fisik lagi—ini perang intelektual, di mana setiap langkah harus dihitung dengan cermat.
Arka terus memimpin analisis tersebut, sementara Renata membantu dengan menyempurnakan prediksi tentang pola pergerakan Atlas. Mila, yang biasanya hanya terlibat dalam aksi fisik, kini mulai memahami pentingnya logika dan strategi ini, bahkan mulai membantu dengan ide-ide kreatifnya tentang bagaimana mereka bisa mengelabui musuh.
Kai berdiri di tengah-tengah mereka, merasakan optimisme yang semakin kuat. Mereka mungkin kecil dibandingkan dengan kekuatan besar Atlas, tapi dengan logika, matematika, dan kecerdasan yang terorganisir, mereka punya senjata yang lebih kuat dari sekedar senjata api: pikiran mereka.
Perjuangan ini baru dimulai, dan Kai tahu bahwa jika mereka terus melangkah dengan strategi yang tepat, mereka akan memiliki kesempatan untuk mengalahkan Atlas, bukan hanya dengan kekuatan, tapi dengan kecerdasan.