Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hesa memberitahu orang tuanya
Hesa hanya bisa melihat Naya mengendarai motornya dari kejauhan. Setelah Naya keluar dari ruangannya, dia memang ikut keluar juga. Sebenarnya Hesa juga sudah bisa pulang sejak tadi, namun karena dia ingin bicara dengan Naya, makanya dia masih bertahan di sana.
Melihat wanita yang telah ia sakiti itu mengendarai motor untuk pulang pergi, terselip rasa iba di hati Hesa.
Hesa pun segera menuju ke mobilnya dia ingin segera pulang ke rumah untuk mengistirahatkan tubuhnya. Sebenarnya, bukan cuma Naya yang tak bisa tidur semalaman, tapi Hesa pun sama. Setelah dia pulang ke rumah, dia hanya duduk diam merenungi kesalahannya.
Pria tampan dan matang itu tiba di rumahnya saat hari mulai gelap. Di depan rumahnya yang besar bak istana itu masih belum ada mobil milik adiknya yang artinya Gisel belum pulang ke rumah.
"Baru pulang Kak?" Mama Ina terlihat sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam di bantu dua orang asisten rumah tangganya.
"Iya Ma" Hesa berjalan menghampiri Mamanya lalu mencium tangan Mamanya. Kecupan kecil juga Hesa berikan di pipi wanita yang terlihat cantik dan awet muda itu. Kebiasaan yang sudah Hesa lakukan sejak dulu.
"Kok kaya capek banget, habis operasi ya?" Mama Ina mengusap rahang Hesa dengan lembut.
"Enggak Ma. Lagi banyak pikiran aja"
"Banyak pikiran? Ada apa Kak, kamu nggak cerita sama Mama?" Mama Ina terlihat khawatir pada putranya.
"Papa di mana Ma?" Bukannya menjawab, Hesa malah celingukan mencari keberadaan Papanya.
"Papa lagi main golf sama temannya. Tapi katanya udah jalan pulang kok"
"Ya udah tunggu papa dulu, nanti Kakak cerita. Sekarang Kakak mau naik dulu Ma"
"Iya Kak, kamu istirahat dulu deh"
Mama Ina masih menatap punggung putranya yang tegap itu ketika menaiki tangga. Sebagai seorang Ibu tentu saja dia ikut merasa tak nyaman pada hatinya walau dia belum tau apa masalah yang sedang dihadapi Hesa.
"Kenapa perasaan ku jadi nggak enak gini, semoga aja nggak ada apa-apa" Gumam wanita paruh baya itu.
🌹🌹🌹
Saat malam tiba, Hesa baru turun dari kamarnya. Meski sejak tadi dia hanya diam sambil memikirkan Naya. Wanita yang telah ia renggut mahkotanya itu memang tidak pernah hilang dari pikirannya sejak semalam.
"Papa mana Ma? Gisel juga belum pulang?" Lagi-lagi Hesa hanya melihat Mamanya di bawah. Sementara Papanya juga Gisel, entah mereka ada di mana.
"Ada apa? Kata Mama ada yang mau kamu bicarakan?" Hesa menoleh ke belakang. Papanya ternyata baru keluar dari kamar.
"Kita bicara di kamar Papa aja boleh nggak?" Pinta Hesa.
Sedangkan Gandhi, Papanya Hesa tampak menatap putranya dengan dalam. Dia merasa ada sesuatu yang tak beres dengan putranya.
Pasti hal yang ingin Hesa bicarakan bukanlah hal yang main-main karena Hesa seperti mencari tempat yang nyaman dan tidak bisa di dengar orang lain.
"Ya sudah ayo kita ke kamar Kak" Ina mengapit lengan putranya yang tampak sedang tidak baik-baik saja.
Hesa mengambil tempat duduk pada sofa yang ada di dalam kamar orang tuanya itu. Semetara Ina dan Gandhi memilih duduk di tepi ranjang.
"Sebenarnya ada apa Sa?" Gandhi pun menatap putranya yang terlihat sendu itu.
"Pa, Ma, Kakak mau minta maaf sama Papa dan Mama"
Hesa benar-benar mengumpulkan keberaniannya untuk menceritakan kejadian tadi malam pada kedua orang tuanya. Bukan karena Gandhi dan Ina orang yang keras makanya Hesa takut, tapi karena kedua orang tuanya itu sejak dulu mendidiknya untuk selalu berbudi pekerti dengan baik, serta selalu memberikan kasih sayang melimpah untuk Hesa, dengan harapan jika Hesa bisa menjadi anak yang membanggakan dan tidak mengecewakan keduanya. Maka dari itu Hesa takut karena telah memupuskan harapan orang tuanya itu.
"Maaf? Kenapa kamu minta maaf sama Papa dan Mama. Memangnya apa yang sudah kamu perbuat?" Tang Gandi.
Hesa meremas jari-jarinya yang saling bertautan. Kata demi kata yang telah ia siapkan di depan orang tuanya terasa begitu sulit untuk keluar saat ini.
"Kak, sebenarnya ada apa?" Ina merasa tak sabar lagi.
"Maaf Pa, Ma, karena Kakak sudah mengecewakan Papa dan Mama. Tadi malam, Kakak mengikuti seminar. Entah siapa yang berniat buruk sama Kakak sampai ada yang memberikan Kakak obat per***sang"
"Apa??" Gandhi terkejut.
"Kamu tau kan efek obat itu apa Sa?" Tanya Gandi lagi.
"Tau Pa. Karena obat itu, Kakak telah merenggut kesucian seorang gadis. Kakak minta maaf Pa" Hesa menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"A-apa?" Gandhi tampak terbata sementara Ina tampak memejamkan matanya dengan jantung yang berdebar hebat.
"Jadi kamu menodai seorang gadis Kak?" Ina tampak begitu syok.
"Papa tau ini salah tapi Papa nggak bisa mengalahkan kamu sepenuhnya kalau kamu benar-benar di jebak. Tapi kamu tau kan Sa, apa hang harus kamu lakukan?" Gandhi memang orang yang bijaksana. Maka dari itu Hesa semakin merasa bersalah pada Orang tuanya itu.
"Jujur Mama kecewa sama kamu. Tapi seperti kata Papa, itu bukan salah mu sepenuhnya. Tapi kamu harus tanggung jawab Kak! Kamu telah menghancurkan masa depan anak gadis orang!"
Hesa langsung membuang nafas kasarnya. Dia juga memijit pangkal hidungnya yang tiba-tiba terasa nyeri karena memikirkan Naya yang masih keras kepala.
"Justru itu masalahnya Ma. Dia menolak pertanggungjawaban dari Kakak. Dia menganggap yang terjadi di antara kami itu kecelakaan. Di justru meminta Kakak untuk melupakan semuanya. Sudah dua kali Kakak membujuknya tapi dia tetap nggak mau!" Terlihat jelas jika Hesa begitu putus asa.
"Kenapa dia tidak mau Kak? Bukannya masa depannya sudah hancur, apa jangan-jangan dia sudah tidak..." Ina tidak melanjutkan ucapannya.
"Enggak Ma. Dia masih bersih" Hesa ingat betul bagaimana sudahnya dia menerobos milik Naya yang masih tersegel itu. Bercak yang tertinggal di ranjang hotel juga telah menjadi bukti.
"Terus kenapa?" Tanya Ina lagi.
"Dia tidak mau menjalani pernikahan atas dasar pertanggungjawaban seperti ini Ma. Pokoknya dia masih keras kepala dengan keputusannya itu"
"Terus gimana kalau dia hamil Kak?"
"Kakak bakalan terus mengawasinya Ma. Kalau dia sampai hamil, Kakak akan memaksanya menikah!" Sebenarnya saat ini pun Hesa bisa saja memaksa Naya dengan segala ancaman. Tapi Hesa tidak mau semakin membuat Naya tertekan. Hesa yakin kejadian semalam cukup mengguncang mental Naya.
"Tapi siapa wanita itu Sa? Apa kamu butuh bantuan Papa dan Mama untuk membujuknya?" Tanya Gandhi yang merasa iba dengan keadaan putranya yang begitu kebingungan saat ini.
"Dia bekerja di rumah sakit kita sebagai perawat Pa, dan mungkin saja Papa dan Mama sudah mengenalnya"
"Kita kenal?" Mama Ina penasaran.
"Dia teman Gisel yang dulu pernah di ajak ke sini beberapa kali. Dulu kata Gisel dia jualan nasi bungkus di sekolahnya untuk biaya sekolah" Jelas Hesa tanpa menyebutkan nama Naya.
"Naya? Kamu meniduri Naya Kak??!!!" Mama Ina sampai berdiri karena amat sangat terkejut.
tapi pasti mamas dokter bisa bungkam mulut mereka.
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
Tapi itulaa n̈amanya pengikat kasih sayang ♥️♥️♥️♥️♥️