Seorang pemuda biasa saja yang sama sekali tidak menonjol namun pintar dan bercita cita menjadi dokter, tiba tiba di datangi oleh hantu teman sekelasnya yang cantik, indigo dan terkenal sebagai detektif di sekolahnya dari masa depan. Menurut sang hantu, dirinya akan meninggal 50 hari dari sekarang dan dia minta tolong sang pemuda menjaga dirinya yang masih hidup.
Sang pemuda menjadi bingung karena gadis teman sekelasnya sebenarnya ingin mengusir hantu adik kembar sang pemuda yang selalu duduk di pundaknya. Akhirnya karena dia tidak mau melihat teman sekelasnya meninggal dan dia sendiri juga menaruh hati kepada sang gadis, akhirnya dia memutuskan untuk membantu. Di mulailah petualangan mereka mengungkap dalang di balik kematian sang gadis yang ternyata melibatkan sebuah sindikat besar yang jahat.
Keduanya menjadi pasangan detektif dan asisten yang memecahkan banyak kasus sambil mencari informasi tetang sindikat itu.
Mohon komen dan likenya ya, terima kasih sudah membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
Sementara itu, di perjalanan pulang Amelia terus terlihat berpikir, Tino yang berjalan di sebelahnya meliriknya, kemudian dia melihat kedua adiknya dan mencari hantu Amelia yang menghilang begitu saja,
“Hmm...kalau hantu itu sudah hilang, berarti dia tidak mati 50 hari ke depan, aku berhasil,” ujar Tino dalam hati.
Tapi tiba tiba hantu Amelia dari masa depan muncul di sebelahnya sambil tersenyum melihat dirinya, Tino tersentak kaget,
“Kok lo masih ada ?” tanya Tino berbisik.
“Mana gue tahu,” jawab hantu Amelia.
“Tino,” tegur Amelia.
“Apa ?” tanya Tino sambil menoleh melihat Amelia di sampingnya.
“Gue sama sekali tidak percaya dengan pak Ardi, gue yakin banget dia bukan polisi,” ujar Amelia.
“Lo kan liat lencana nya tadi,” ujar Tino.
“Lencana mah bisa palsu, gue musti selidiki dia lagi dan memastikan dia beneran polisi,” ujar Amelia.
Tino yang kesal langsung berjalan mendahului Amelia dan berbalik, kedua tangannya memegang kedua pundak Amelia,
“Walau dia polisi atau bukan, yang tadi itu jelas peringatan buat kita supaya tidak ikut campur, jadi gue harap lo jangan ikut campur,” ujar Tino.
“Um...lo kenapa melarang gue ?” tanya Amelia bingung.
“Karena gue ga mau lo kenapa napa, kalau lo sampai terbunuh oleh mereka gimana, gue ga bisa dan ga mau kalau lo sampai ga bisa ngeliat lo lagi, lo paham ga, gue asisten lo seumur hidup dan gue mau terus di samping lo (masa iye gue bilang lo bakal koit 50 hari dari sekarang),” jawab Tino yang sudah putus asa.
Tino melirik melihat hantu Amelia yang terlihat kebingungan karena dirinya menjadi transparan, tapi dia terlihat senang dan mengacungkan ibu jari padanya sambil tersenyum,
“Um...lo mau terus di samping gue ?” tanya Amelia dengan wajah merah.
“Iya, gue mau di samping lo, jadi tolong jangan sampai lo kenapa napa, gue ga mau lo di incar oleh sindikat aneh bahkan sampai terbunuh, lo ngerti kan,” jawab Tino sambil melirik hantu Amelia yang kian menghilang.
“Ya udah, gue ga akan mengusut kasus ini lagi...um...boleh tolong lepasin gue,” ujar Amelia.
“Ah sori,” balas Tino.
Tino menegaskan sekali lagi, ternyata hantu Amelia dari masa depan sudah benar benar menghilang dan kedua adiknya terlihat ceria. Tino menghela nafas dan tersenyum, kemudian dia berjalan, tapi “gyuut,” tiba tiba lengannya di gandeng seseorang, dia menoleh dan melihat Amelia yang berwajah merah menggandeng lengannya,
“Apa ? lo kan bilang mau jadi asisten gue seumur hidup dan terus berada di samping gue, ini jawaban gue,” ujar Amelia.
“Eh...gi..gitu ya ?” tanya Tino.
“Mulai sekarang kita bersama ya, asisten ku,” jawab Amelia yang menoleh dan tersenyum melihat wajah Tino.
“Oh..i..iya,” ujar Tino.
Amelia merebahkan kepalanya di lengan atas Tino dan Tino melirik Amelia di sebelahnya dengan wajah bingung,
“Nah lo, dia salah sangka nih, tapi paling ga dia ga jadi mati kan, hantunya udah ilang, berarti dia tidak jadi terbunuh 50 hari kedepan, misi sukses berhasil dan....gue sekarang jadi punya pacar ?” tanya Tino dalam hati.
“Um Mel,” ujar Tino.
“Apa ?” tanya Amelia.
“Status kita apa nih sekarang ?” tanya Tino.
“(menunjuk hidungnya sendiri) Detektif (menunjuk hidung Tino) asisten,” jawab Amelia.
“Oh bukan pacar kan ya ?” tanya Tino.
“Sama aja,” jawab Amelia.
“Heeeeh....gitu (kok gue rasanya kurang seneng ya),” ujar Tino.
Setelah itu, Tino mengantar Amelia pulang ke rumahnya, ternyata Amelia tinggal di komplek yang berada di dekat sekolah dan dia tinggal sendirian,
“Um...bokap nyokap lo kemana ?” tanya Tino.
“Bokap gue pergi entah kemana dan nyokap gue sudah meninggal, gue selalu sendirian di rumah, mau masuk ?” tanya Amelia.
“Ga usah deh, gue harus pulang kalo ga ntar di cariin bokap dan nyokap gue,” jawab Tino.
“Oh gitu ya, ya udah deh,” balas Amelia yang nampak sedih.
Tiba tiba Mei dan May melompat duduk di kedua pundak Amelia di depan Tino dan wajah mereka terlihat memelas sama seperti Amelia yang sedih. “Haaah,” Tino menghela nafas,
“Ya udah, bentar aja tapi ya,” ujar Tino.
“Iya,” balas Amelia yang terlihat ceria.
Amelia mengajak Tino masuk ke dalam rumahnya, begitu di dalam Tino melihat rumah Amelia yang sangat rapi juga bersih. Setelah Tino duduk di sofa di ruang tengah, Amelia ke dapur untuk mengambilkan minuman bagi Tino. Sambil menunggu, Tino berdiri dan melihat sekeliling, dia melihat foto foto Amelia yang di pajang di atas meja menggunakan bingkai bersama ibunya dari kecil sampai Amelia lulus smp, namun tidak ada foto ayahnya sama sekali di sana,
“Hmm....ga ada foto bokapnya ya,” ujar Tino dalam hati.
“Itu foto foto gue ama nyokap waktu nyokap masih ada,” ujar Amelia.
“Oh sori gue liat liat tanpa ijin,” balas Tino.
“Ga apa apa kale, sini duduk,” ajak Amelia yang duduk di sofa panjang sambil menepuk sofa di sebelahnya.
Tino duduk di sofa yang berada di ujung meja dan khusus sendirian, tapi Amelia langsung berdrii dan menarik tangan Tino supaya duduk di sebelahnya, setelah Tino duduk, dia melingkarkan lengannya di lengan Tino dan merebahkan kepalanya.
“Um...Mel,” ujar Tino yang agak risih.
“Kenapa ? emang gini kan kalau detektif dan asistennya,” ujar Amelia.
“Um...iya sih (apa kata lo dah),” balas Tino pasrah.
“Buktinya dua ade lo ngasih jarak buat kita,” ujar Amelia menunjuk ke sofa di depan.
Tino menoleh melihat Mei dan May duduk di sofa dengan tenang sambil minum dari gelas yang di taruh di meja oleh Amelia. Walau keduanya tidak menyentuh gelasnya namun terlihat jelas limun yang berada di dalam gelas berkurang dan terlihat pipi keduanya menggembung karena minum,
“Oh...bisa gitu ya,” ujar Tino.
“Emang biasanya gimana ?” tanya Amelia.
“Biasanya gue makan mereka ikutan makan dan gue minum mereka ikutan minum,” jawab Tino.
“Itu sih namanya lo ga kasih makan mereka jadi mereka ngambil dari lo, makanya lo rada kurus walau berisi, kesedot mereka,” ujar Amelia.
“Oh gitu, gue baru tahu, maklum aja gue ga punya kemampuan kayak lo,” ujar Tino.
“Hehe gue tahu,” balas Amelia.
Tino melirik Amelia yang bermanjaan dengan dirinya, dia berpikir “gila, cewe secantik ini jadi cewe gue, mimpi apa gue semalam atau jangan jangan ini cuman mimpi.” Amelia mulai bercerita tentang dirinya, sejak kelas 10, sudah banyak laki laki yang menyatakan cinta pada Amelia namun di tolaknya dan ketika Amelia mulai memecahkan kasus, malah tidak ada lagi laki laki yang mendekatinya karena takut padanya. Sehingga ketika Tino mengatakan dia akan selalu berada di samping Amelia, dia sangat senang,
“Di tambah lagi, gue udah perhatiin lo dari kelas 10 dan gue udah kenal lo walau kita beda kelas,” ujar Amelia menutup ceritanya.
“Oh...gitu ya, tapi sori ya, waktu itu gue pikir lo mau ngusir dua adik kembar gue,” ujar Tino.
“Awalnya memang niat gue itu, tapi ketika gue liat lo ga keberatan dan gue liat lo sayang mereka, gue jadi ga tega, cuman karena gue kikuk dan bingung musti gimana negor lo, gue cuman ngeliat lo dari jauh aja, pas kelas 11 kita ternyata sekelas dan lo duduk di depan gue, jujur aja gue grogi dan kadang ketus sama lo, sori ya,” ujar Amelia.
“Ya ga apa apa, gue juga ketus karena mikir lo mau ngusir dua ade gue, jadi ya gue minta maaf juga,” balas Tino.
“Iya, gue ngerti kok,” ujar Amelia.
“Tapi tolong ya, lo jangan nempatin diri lo lagi di dalam bahaya kayak tadi, kalau pak Ardi ternyata anggota sindikat nya trus lo nyamperin dia sendirian gitu, gimana coba ?” tanya Tino.
“Iya, gue ngerti, emang sejak kasus pembunuh berantai yang sembunyi di sekolah kita sebagai petugas kebersihan itu terkuak, gue cukup takut juga karena kalau dia sampai lepas lagi, pasti gue di incer, makanya begitu tahu dia di vonis hukuman mati, gue langsung lega, tapi gimana ya, gue ga bisa diem kalau liat ada yang ga beres di depan mata gue,” ujar Amelia.
“Iya, gue ngerti, kalau cuman di buli ama Erika dan Nadia doang sih gue ga masalah, selama ada gue lo aman, tapi kalau lo sampai jadi korban kan gue ga mau, makanya untuk kali ini gue cegah lo, karena kalau lo sampai di incar ama sindikat itu belum tentu gue bisa mencegahnya,” ujar Tino.
“Gue ngerti, tenang aja, jangan pulang dulu ya, sekalian temenin gue makan malam ya,” ujar Amelia.
“Ok ok,” balas Tino.
******
Malamnya, selesai makan malam dan pulang ke rumah, Tino masuk ke dalam rumahnya, dia langsung di sambut oleh seorang wanita paruh baya,
“Tin, kok kamu lama sih,” ujar sang ibu.
“Maaf ma, tadi ke rumah teman dulu,” balas Tino.
“Oh lain kali telepon dong, papa udah pulang, makan sama sama yu,” balas sang ibu.
“Um..aku sudah makan ma di rumah teman, aku naik dulu ya,” ujar Tino.
Tino langsung naik ke atas meninggalkan ibunya, tiba tiba sang ayah keluar memegang pundak ibunya,
“Sudahlah, biarin saja, toh dia juga udah remaja kan,” ujar sang ayah.
“Iya benar, ya sudah kita makan dulu,” balas sang ibu.
“Klek,” Tino menutup pintu kamarnya, hatinya benar benar berbunga bunga karena dia baru saja mendapat seorang kekasih yang cantik dan termasuk bintang di angkatannya walau banyak yang menganggap nya aneh. Tapi,
“Hai, akhirnya pulang juga,”
Tino melihat ke arah dia mendengar suara, ternyata hantu Amelia dari masa depan sedang berbaring di ranjangnya sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya. “Blugh,” Tino melepaskan tasnya karena kaget, matanya membulat dan mulutnya ternganga,
“Loh....loh...loh...kok lo masih ada ? bukannya tadi udah ilang ?” tanya Tino.
“Ga tau juga, gue pikir juga gue udah ilang, eh ga taunya gue nongol lagi di kamar lo dan gue nungguin lo pulang deh trus gue ga inget apa apa lagi, tapi yang gue bilang bener kan, cukup sehari buat lo supaya bikin gue yang masih hidup klepek klepek hehehe,” jawab hantu Amelia dari masa depan dengan santai.
Melihat hantu Amelia yang sedang bermain main dengan Mei dan May di ranjangnya, Tino menyadari kalau tugasnya belum selesai dan dia menjadi khawatir dengan Amelia yang di tinggal di rumahnya sendirian.