Anna diperkosa Dean Monteiro yang menginap di hotel karena mabuk. Anna ancam akan penjarakan Dean. Orang tua Dean memohon agar putranya diberi kesempatan untuk bertanggung jawab. Akhirnya Anna bersedia menikah dengan Dean, tapi Dean berniat ceraikan Anna demi menikahi kekasihnya, Veronica.
Anna terlanjur hamil. Perceraian ditunda hingga Anna melahirkan. Anna yang tidak rela Dean menikah dengan Veronica memutuskan untuk pergi. Merelakan bayinya diasuh oleh Dean karena Anna tidak sanggup membiayai hidup bayinya.
Veronica, menolak mengurus bayi itu. Dean menawarkan Anna pekerjaan sebagai pengasuh bayi sekaligus pembantu. Anna akhirnya menerima tawaran itu dengan bayaran yang tinggi.
Dean pun menikahi Veronica. Benih cinta yang tumbuh di hati Anna membuat Anna harus merasakan derita cinta sepihak. Anna tak sanggup lagi dan memutuskan pergi membawa anaknya setelah mendapat cukup uang. Dean kembali halangi Anna. Kali ini demi Dean yang kini tidak sanggup kehilangan Anna dan putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alitha Fransisca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 ~ Persiapan Pernikahan ~
Pesta pernikahan segera direncanakan dalam waktu secepat mungkin. Anna menjalani serangkaian persiapan pernikahan. Memilih gaun pengantin bersama Ny. Maria dan Dean. Melakukan serangkaian perawatan pre wedding untuk kulit, wajah dan tubuh. Semua diurus oleh Ny. Maria karena sangat mengerti dengan berbagai bentuk perawatan semacam itu.
Tak hanya segala sesuatu yang berhubungan dengan penampilan, menentukan konsep pernikahan, menentukan desain seragam pengantin, siapa saja yang menjadi tamu undangan, souvenir, semuanya diatur oleh Ny. Maria. Terkadang nyonya kalangan atas itu merasa jengkel karena harus mengurus semuanya.
Merasa disibukkan oleh sesuatu yang tidak diinginkannya, itu membuat Ny. Maria uring-uringan. Ingin rasanya Ny. Maria mencelakai Anna. Beruntung akal sehatnya masih berjalan. Berkat kebiasaannya yang selalu menjaga image. Ny. Maria tidak ingin pernikahan putra satu-satunya itu menjadi bahan tertawaan. Karena itu Ny. Maria tetap berusaha membuat pesta pernikahan itu sebagai pesta pernikahan yang spektakuler yang bisa dibanggakan.
Perempuan kampung ini mana tau apa-apa tentang merawat diri. Mana pernah tersentuh kosmetik bagus. Apalagi merasakan perawatan kecantikan kelas atas, batin Ny. Maria.
“Biasanya aku sarankan calon pengantin mulai melakukan perawatan wajah setiap bulan setidaknya tiga hingga enam bulan sebelum hari pernikahan. Ini akan memberi kulit cukup waktu untuk merespons perawatan. Selama itu kita bisa melihat perubahan yang menunjukkan perbaikan," jelasnya.
“Jadi butuh waktu selama itu untuk perawatan kulitnya?” tanya Ny. Maria sedikit cemas.
Sementara Anna hanya bisa tertunduk mendengar percakapan dokter kecantikan itu dengan Ny. Maria. Anna tidak bisa berbuat banyak. Harus menerima kenyataan kalau dirinya memang tidak mampu melakukan perawatan wajah dan tubuh seperti gadis-gadis lain.
“Tidak perlu Nyonya, aku rasa tiga bulan sebelum hari H saja sudah cukup. Kita hanya memberikan nutrisi kulit saja. Untuk proses pengencangan, menghaluskan dan mencerahkan warna kulit, tidak diperlukan karena kulit wajah nona ini kondisinya sudah sangat bagus ..."
Kulitnya bagus? Apa iya, gadis kampung begini bisa merawat kulit, batin Ny. Maria.
"Kita hanya perlu rutin membersihkan permukaan kulit dan menghilangkan kotoran dengan ekstraksi, serta pemberian serum khusus agar kulit lebih segar, itu saja. Aku melihat kulit calon menantu Nyonya ini cukup terawat ….”
“Apa? Kulitnya terawat? Mana mungkin, dia ini kan cuma gadis mis … oh ya sudah! Terserah apa yang terbaik menurut dokter saja,” ucap Ny. Maria.
“Ya tentu saja, Nyonya. Kulitnya akan tampak lebih berseri, cerah dan sehat. Menantu Nyonya sangat cantik alami, setelah menjalani perawatan wajah dan tubuh nanti pasti semakin cantik mengalahkan artis dan model-model,” jawab dokter kecantikan itu sambil tersenyum.
“Ah dokter ini berlebihan, dia ini cuma gadis biasa,” jawab Ny. Maria.
Itulah jawaban untuk setiap pujian yang ditujukan pada Anna. Saat perawatan kecantikan, saat fitting gaun pengantin, pengambilan foto prewedding, setiap kali para pakar kecantikan dan penampilan itu memuji, Ny. Maria cenderung meremehkan Anna. Terkadang seperti iri pada pujian yang ditujukan pada Anna. Namun, terkadang Ny. Maria terkesan bangga.
“Jeng Maria ini pinter sekali mencari menantu. Bisa dapatkan menantu seperti ini, Jeng Maria pasti bangga sekali,” ucap seorang teman dari Ny. Maria yang kebetulan bertemu saat melakukan perawatan sauna dan spa.
"Oh bukan aku yang pinter cari menantu. Putraku lah yang mencari sendiri," jawab Ny. Maria pura-pura menolak pujian.
"Tetap saja. Semua tergantung persetujuan Jeng Maria sendiri, kan?" ucap nyonya kelas itu lalu tertawa.
Dalam persiapan itu terkadang Ny. Maria menemani, terkadang Anna harus menjalani perawatannya sendiri. Anna mencoba menikmati setiap tahap dari kegiatan untuk memanjakan tubuh itu. Namun, tidak bisa. Anna menjalaninya dengan perasaan sedih dan terpaksa.
Apapun yang diperintahkan Ny. Maria, Anna hanya bisa patuhi. Terkadang Ny. Maria meminta pendapat Anna meski akhirnya tetap pada pilihan Ny. Maria sendiri. Ny. Maria hanya terkesan berbasa-basi atau mencari referensi dari pilihan Anna dan pada akhirnya tetap menolak semua pilihan Anna.
Untuk apa bertanya jika akhirnya ditolak juga? Batin Anna.
Tak ada ekspresi bahagia yang terpancar di wajah Anna saat menjalani tahap demi tahap persiapan pernikahannya, seperti fitting gaun pengantin, pengambilan foto prewedding dan juga saat melakukan serangkaian perawatan pranikah.
Anna tidak menikmati semua tahap itu dengan hati yang senang layaknya pengantin yang bersiap-siap menjelang hari bahagia. Sama halnya dengan Dean Monteiro yang hadir setiap kali dibutuhkan. Dean menjalani persiapan itu dengan setengah hati. Para terapis dibuat heran dengan sikap Anna dan Dean yang tidak bersemangat dengan pernikahan mereka. Padahal semua yang melihatnya menganggap Anna dan Dean adalah pasangan yang sangat serasi.
Saat pengambilan foto prewedding, fotografer dibuat kesulitan dengan ekspresi Anna dan Dean yang sulit menunjukkan wajah bahagia. Sekedar mendapatkan foto mereka yang tersenyum dengan tulus saja, fotografer itu menghabiskan banyak waktu.
Bosan sekali, kapan aktivitas membosankan ini akan selesai? Batin Dean Monteiro.
Meskipun mereka berusaha, tapi senyum terbaik yang bisa mereka lakukan adalah senyum yang terpaksa. Bagi Dean prosesi pernikahan itu tidaklah penting. Yang terpenting baginya adalah akad yang menyatakan Anna resmi menjadi istrinya dan tugasnya untuk bertanggung jawab telah selesai. Dean bisa melanjutkan hari-harinya seperti biasa.
Namun, reputasi Tn. Monteiro dan Ny. Maria yang bukan orang sembarangan menuntut semua harus mendapatkan hasil yang terbaik. Dan yang sibuk mengurus semua itu adalah para bawahannya.
“Semua harus sempurna Mom. Aku tidak ingin orang menganggap pernikahan Dean hanya pernikahan terpaksa. Mereka akan bahagia selamanya jika teringat persiapan pernikahan mereka yang tidak main-main,” ucap Tn. Monteiro.
“Apa Daddy berharap pernikahan mereka ini akan langgeng? Pernikahan bukan karena cinta ini?” tanya Ny. Maria.
“Tentu saja. Aku berharap dengan menikah, Dean menjadi seorang yang bertanggung jawab. Hidup teratur dan menjadi pribadi yang mampu untuk memimpin perusahaan. Menjadi pria sejati yang menjaga dan mencintai keluarganya,” jawab Tn. Monteiro panjang lebar.
“Harapan yang terlalu muluk, Daddy,” ucap Ny. Maria sambil menyesap secangkir teh di pagi hari itu.
“Apa hari ini mereka ada agenda untuk persiapan pernikahan lagi?” tanya Tn. Monteiro.
“Hari ini mereka harus memilih Wedding Organizer. Tidak mudah mencari Wedding Organizer terbaik yang mau mengambil tugas yang terburu-buru. Pelaksanaan pesta pernikahan ini terlalu cepat,” jawab Ny. Maria sambil merengut.
Penyelenggara akan dibuat kocar kacir menyiapkan apa yang menjadi tugas mereka. Bahkan terpaksa lembur mengerjakan segalanya agar terlihat sempurna. Tentu saja Tn. Monteiro menjanjikan penghargaan atas kerja keras dan usaha mereka untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
"Apa sangat lelah?" tanya Tn. Monteiro saat mengunjungi Anna yang baru saja selesai melakukan mineral springs spa.
Tn. Monteiro menatap gadis yang terlihat murung itu, gadis itu hanya menggeleng lemah untuk membalas pertanyaan Tn. Monteiro. Melakukan semua persiapan pernikahan dalam waktu sekejap tentu saja sangat melelahkan, Tn. Monteiro juga sadar itu.
“Bersabarlah, setelah ini, kamu bisa beristirahat. Kamu tidak perlu bekerja lagi sebagai room attendant di hotel,” sambung Tn. Monteiro.
“Tapi ... maaf Tuan. Tolong izinkan aku tetap bekerja. Jika berhenti, aku pasti bingung apa yang harus aku lakukan sehari-hari nanti. Aku terbiasa bekerja. Selain itu … aku juga butuh bekerja agar memiliki penghasilan,” ucap Anna dengan ragu-ragu.
“Mengenai biaya hidupmu tentu saja akan menjadi tanggung jawab Dean sebagai suamimu,” jawab Tn. Monteiro.
“Tapi, aku butuh untuk membiayai kedua orang tuaku, Tuan. Ayahku tidak bekerja lagi. Tidak ada perusahaan yang menerima pekerja yang telah tua. Aku tidak bisa berhenti bekerja, Tuan,” ucap Anna lalu tertunduk.
“Hmm, baiklah jika itu keinginanmu. Untuk sementara kamu masih boleh bekerja di hotel. Kita akan bicarakan lagi bersama Dean nanti,” jawab Tn. Monteiro.
“Ternyata Daddy ada di sini? Tau begitu aku nggak perlu datang. Untuk apa Daddy suruh aku jemput dia? Daddy juga bisa mengantarnya pulang,” ucap Dean tiba-tiba muncul lalu merengut teringat perintah ayahnya.
“Kamu itu calon suaminya. Tentu kamu yang bertanggung jawab terhadapnya ….”
“Kami belum menikah,” sahut Dean langsung.
“Dia datang ke sini karena perintah Mommy. Ini semua juga karena urusanmu. Kamu antar dia pulang agar dia bisa istirahat,” perintah Tn. Monteiro.
“Tidak perlu Tuan. Aku bisa pulang sendiri,” sahut Anna tidak enak hati.
“Biar Dean yang mengantarmu. Aku juga akan pulang,” ucap Tn. Monteiro lalu melangkah keluar dari cafe yang tersedia di klinik perawatan sauna dan spa itu.
Karena perintah Tn. Monteiro yang langsung ngeloyor pergi, Dean terpaksa memenuhi keinginan ayahnya. Dengan setengah hati Dean mengantar Anna pulang ke rumah. Tak ada yang bersuara selama dalam perjalanan. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing yang kemungkinan isinya hanya segala macam gerutuan.
Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel yang bergetar. Dean segera keluarkan ponselnya dari balik saku jas kerjanya. Melirik kontak yang tampil itu sekilas lalu dengan semangat menerima panggilan telepon itu.
“Ya aku lagi di jalan? Ada apa? Di mall? Kamu belanja banyak?” tanya Dean heran.
Sementara Anna menoleh ke arah Dean. Tanpa sadar penasaran dengan isi percakapan calon suaminya itu. Anna bisa perkirakan kalau kekasih Dean lah yang menelpon. Tak lama kemudian Dean menepi lalu menoleh ke arah Anna.
“Aku harus jemput Veronica. Tadi kamu bilang bisa pulang sendiri kan? Turunlah!” perintah Dean.
“Aku bisa tapi … dari sini nggak ada angkot,” ucap Anna panik.
“Cari taksi kek, ojol kek,” ucap Dean membukakan pintu mobil lalu menyuruh Anna untuk turun.
Gadis itu terpaksa keluar setelah didorong paksa oleh Dean Monteiro. Begitu Anna keluar dari mobilnya, Dean segera melesat menuju mall di mana Veronica telah menunggu. Tanpa pedulikan Anna yang tidak memiliki uang sepeser pun, karena mendadak dijemput oleh sopir keluarga Monteiro.
Hasilnya gadis itu harus pulang dengan berjalan kaki. Tidak ada transportasi yang melintas di tempat itu, juga tidak punya ponsel untuk memesan transportasi online. Anna hanya bisa berjalan kaki dan sampai di rumahnya saat hari telah gelap.
...🍀🍀🍀 ~ Bersambung ~ 🍀🍀🍀...