Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jujur
Kulihat mereka memasuki ruangan meeting. Sepertinya ada pembahasan penting disana.
"Eh yang sama pak wijaya itu ganteng banget yah."
"Yang mana? Yang kepalanya botak?"
"Ish bukan. Yang pake jas putih itu loh. Kayak oppa-oppa korea."
"Oh iya. Aku juga baru liat. Mungkin asistennya kali."
Bisik-bisik para karyawan membuat telingaku gatal. Tau aja mana yang ganteng. Dia kan pacarku. Hem.
"Mbak, emang kita harus berdiri aja disini?"
"Iya. Nunggu mereka keluar. Biasanya kalau tuan Wijaya kesini itu pasti ada pengumuman penting
"Oh gitu yah." Hampir stengah jam kami berdiri seperti patung. Melelahkan.
"Aku boleh ke toilet gak ya?"
"Boleh."
"Beneran mbak."
"Tinggal ke toilet aja."
Akupun segera ke toilet untuk membuang hajatku.
Huft lega rasanya.
"Aaa." Saat aku keluar aku dikejutkan oleh kak Satria yang tepat berdiri didepan toilet.
"Kak Satria ngapain disini?"
"Nyari kamu." Ia tersenyum lebar menatapku.
"Ish. Nanti kakak di cariin bos besar loh."
"Biarin."
"Ih kak satria." Aku mencubit lengannya pelan.
"Awww. Ih kok tambah nakal sih?"
"Ayo kembali." Aku memegang lengannya untuk kembali.
"Udah lama kerja disini?" Kami berjalan beriringan.
"Udah hampir tujuh bulan."
"Pindah ke kantor aku aja yuk. Pasti seru bisa kerja bareng pacar."
"Ah nanti yang ada bukannya kerja tapi malah pacaran terus."
"Hahaha. Ya bekerja sambil pacaran apa salahnya ya kan?"
"Ish udah ah. Udah sana. Aku gak mau kalau sampe ada yang liat kita deket. Ntar aku dipecat."
Aku meninggalkannya dengan berlari pelan menuju tempatku bersama karyawan lain.
"Gimana? Udah pada keluar?"
"Udah. Kamu lama sih. Jadi ketinggalan."
"Emang ada apa?"
"Jadi tuan wijaya menyampaikan jika cucunya dari anak yang kedua akan menjadi wakil direktur disini. Peresmiannya akan dilaksanakan bulan depan, jadi dia akan bekerja disini mulai bulan depan."
"Ooh gitu." Aku hanya manggut-manggut tanda mengerti. Sedikit penasaran juga dengan cucu kakek yang kedua itu. Tapi gak penting juga kan.
Kami kembali pada pekerjaan kami masing-masing. Sekarang aku cukup tenang karena aku sudah membawa kendaraan sendiri. Tak perlu menunggu mas Bara atupun meminta bantuan asisten lie.
[Sayang, dinner bareng yuk?]
Pesan dari kak satria membuatku tersenyum. Apa mungkin ini saatnya aku mengatakan semuanya. Cepat atau lambat semuanya memang harus di bongkar kan?
[Boleh. Dimana?]
[Dandelion cafe. Aku tunggu ya jam 8.]
[Okey.]
Setelah pulang kantor aku langsung bersiap untuk dinner.
Dress putih tanpa lengan dengan punggung terbuka membuatku terlihat cukup manis malam ini. Rambut ikalku sengaja kugerai untuk menutupi punggung yang terbuka.
"Mau kemana?" Aku tak sengaja berpapasan dengan mas Bara yang baru pulang.
"Aku mau kemanapun itu bukan urusan mas." Aku mencoba bersikap cuek padanya. Namun ia malah mencekal satu tanganku kuat.
"Aku bilang kamu mau kemana Mayra?" Ia menatapku tajam.
"Lepas mas. Sakit tau." Aku menghempas tangannya.
"Aku mau makan malam. Puas?" Aku segera meninggalkannya dengan kesal.
Aku menuju cafe yang kak Satria maksud. Aku senang, mobil hadiah dari bang Erik ternyata sangat berguna juga. Aku bisa bebas kemanapun sesuka hatiku.
Pelayan restaurant membawaku ke sebuah taman yang sudah kak satria booking untuk kami makan malam. Meja dengan dua kursi dikelilingi oleh lilin membentuk hati membuat makan malam ini terkesan romantis. Ah beruntungnya diriku.
Kak Satria menghampiriku dan mengulurkan tangannya membawaku menuju meja yang sudah ia persiapkan untukku.
"Kamu sangat cantik sayang." Kak Satria menatapku dan mengecup tanganku lembut.
"Terimakasih. Kak satria juga sangat tampan." Ucapanku kali ini benar. Dia memang sangat tampan. Sebelas dua belas dengan mas Bara. Ah mas Bara lagi. Please deh mas Bara, enyahlah dari pikiranku.
Kami makan malam dengan hangat. Seperti biasa, matanya seolah tak pernah bosan melihatku.
"Aku ingin mengatakan sesuatu." Aku dan kak Satria berbicara bersamaan. Kami jadi tertawa karena merasa lucu.
"Kamu aja dulu."
"Kak satria aja dulu."
"Udah kamu aja. Ratuku akan selalu kudahulukan." Ucapannya membuatku tersenyum pelan.
Aku menarik nafas dalam, berusaha mengontrol diri agar aku bisa mengatakan semuanya dengan benar.
"Kak."
"Hmm?"
"Kakak boleh marah sama aku, tapi please jangan benci aku."
"Ya. Aku janji tidak akan membencimu sayang. Kamu ingin mengatakan apa hmm?"
"Aku minta kakak jangan memotong pembicaraanku nanti ya. dengarkan dulu aku bicara sampai selesai. Bisa?"
"Iya sayang. Udah cepetan kamu mau ngomong apa?"
"Aku sebenarnya sudah di jodohkan oleh papa."Kulihat wajahnya mencoba biasa, namun tubuhnya terlihat menegang. Aku tahu ia pasti terkejut. Aku menghela nafas panjang.
"Dan aku sudah dinikahkan sepuluh bulan yang lalu." Kali ini wajahnya berubah. Matanya menatap mataku intens.
"Maafkan aku tak jujur sebelumnya. Tadinya kupikir aku bisa menyembunyikannya darimu karena seharusnya kamu masih lama di LA. Tapi ternyata kamu datang diliar dugaanku. "
"Awalnya aku dan dia menolak perjodohan ini, tapi mengetahui jika kami sama-sama memiliki kekasih, membuat kami akhirnya menerima pernikahan ini dengan sebuah kesepakatan. Kesepakatan jika kami akan bercerai setelah usia pernikahan kami satu tahun. Tentunya kesepakatan ini diluar sepengetahuan orang tua kami." Aku terdiam ingin tahu apa reaksi kak satria setelah ini.
"Sudah?" Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. Kulihat ia mencoba tenang.
"Berarti pernikahan kalian tinggal dua bulan lagi? Iya?" Aku mengangguk, takut-takut ia marah.
"Lalu, apa masalahnya? Selama kesepakatan itu masih berlaku dan kalian tidak terikat hati aku tidak masalah. Kita akan menikah setelah kalian bercerai." Aku menatapnya.
"Tapi aku dan dia pernah-. Kamu tahu maksudku. Aku sudah tidak pantas untukmu. Selain menyandang gelar janda, aku juga sudah tidak perawan." Air mataku sudah mengalir begitu saja. Aku terus menunduk Aku benar-benar takut melihat raut kekecewaannya.
"Apa saat kamu melakukannya kamu mencintainya?" Apa aku mencintainya? Pertanyaan itu aku ulang dalam hati. Aku sendiri tak tahu. Aku menggeleng.
"Sayang, selama hatimu masih untukku. Aku tak peduli dengan semua itu. Aku mencintaimu karena aku menginginkanmu. Okey, aku memang kecewa dengan itu, tapi rasanya itu takkan sebanding jika aku harus kehilangan dirimu. Jadi apapun keadaanmu aku akan menerimamu, selama kamu juga menginginkanku bersamamu. Kamu paham maksudku kan?" Ia menggenggam tanganku dan menatapku intens.
"Jangan nangis lagi yah. Kita tunggu dua bulan lagi." Ia menghapus air mataku dan tersenyum sendu menatapku.
"Maafkan aku kak."
"It's okey. Aku tahu kamu melakukan itu pasti ada alasannya. Tapi kamu sudah jujur mengatakannya saja bagiku itu sudah cukup. Terimakasih."
"Aku yang terimakasih padamu kak. Aku benar-benar merasa tidak pantas."
"Ssst sudah ya. Hanya aku yang berhak menentukan siapa yang pantas dan tidak pantas untukku. Dan kamu sangat-sangat pantas Mayra. Okey. Kuanggap pembahasan ini sudah selesai. Maukah kamu berdansa denganku?" Kak Satria mengulurkan tangannya padaku. Akupun dengan senang hati menerimanya.
Kami berdansa dengan sangat intim, alunan lagu romantis menyempurnakan malam ini. Selamat tinggal mas Bara. Jika kamu menganggapku hanya ban cadangan, maka aku akan menganggapmu hanya angin lalu.
"Aku punya sesuatu untukmu."
"Oh ya? Apa itu?" Aku menatapnya penasaran.
Ia pun berlutut dengan mengambil sesuatu dari saku jas nya.
"Will you marry me?" Kak Satria mengulurkan cincin ditangannya. Sontak aku tersenyum dengan mata yang kembali berkaca-kaca.
"Mayra!"