1. Gairah sang kakak ipar
2. Hot detective & Princess bar-bar
Cerita ini bukan buat bocil ya gaess😉
___________
"Ahhh ... Arghh ..."
"Ya di situ Garra, lebih cepat ... sshh ..."
BRAKK!
Mariam jatuh dari tempat tidur. Gadis itu membuka mata dan duduk dilantai. Ia mengucek-ucek matanya.
"Astaga Mariam, kenapa bermimpi mesum begitu sih?" kata Mariam pada dirinya sendiri. Ia berpikir sebentar lalu tertawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Damm ...
Serangan bertubi-tubi Mariam betul-betul membuat sekujur tubuh Garra panas dingin. Lum atan panas gadis itu di bibir Garra, nyaris membuat lelaki itu kehilangan akal. Tangannya mengepal kuat, terus menahan diri dari beberapa menit yang lalu. Tapi Garra sadar saat ini mereka sedang berada di publik rest room, kalau tidak segera dihentikan dan sampai ketahuan, mereka akan segera di seret ke kantor keamanan.
Dengan kekuatan penuh tapi tanpa suara Garra mendorong wajah Mariam sampai tautan bibir mereka terlepas. Mariam memajukan bibirnya lagi tapi laki-laki dihadapannya menahan wajahnya. Gadis itu terlihat kesal, mengganggu kesenangannya saja. Padahal bibir Garra sangat manis, dia masih ingin mencecapnya.
"Aku mohon," pinta Mariam memelas. Garra menatapnya tajam.
"Ini tempat umum," katanya masih sedikit terengah. Ia merasa bibirnya menjadi tebal akibat perbuatan Mariam. Astaga, bisa-bisanya Mariam menyerangnya seperti tadi. Lebih anehnya lagi dia tidak marah. Cenderung menikmati?
Pandangan Garra turun menatap gadis dihadapannya lagi. Gadis itu senyum-senyum terus memandanginya.
"Berarti kalau di tempat pribadi bisa dong? Kamu sudah setuju kita pacaran, hm?" kata Mariam ceria. Garra cepat-cepat menutup mulutnya dengan tangan.
"Diam, jangan sampai kita ketahuan sedang berdua di sini." pria itu berbisik pelan. Ia menghembuskan napas kasar, Mariam membuatnya merasa sangat kewalahan.
Kan bagus ketahuan. Biar segera dinikahkan. Hihihi. Kekeh gadis itu dalam hati.
Ketika di rasa toilet sudah kosong. Garra melepaskan tangannya yang menutupi mulut Mariam dan keluar secepatnya dari situ. Mariam mengejarnya.
"Garra, pacaran aja yuk." gadis itu berusaha berjalan setara dengan Garra yang terus berjalan cepat di depannya. Lelaki itu tak menatapnya sama sekali, tak menghiraukan perkataannya, kesannya sangat cuek. Mariam terus mengejarnya.
"Garra, hellow tuan detektif, honey? Bunny? Chagiya? Ah, Garra! Kamu dengar aku manggil nggak sih?!" kesal juga lama-lama.
Sok jual mahal sekali. Tapi mau bagaimana lagi, Mariam tetap setia ingin mengejarnya. Karena hanya Garra laki-laki pertama yang ingin dia kejar. Dia berkeyakinan teguh bahwa laki-laki itu akan jadi miliknya.
"Argh!" pekik Mariam pura-pura terjatuh karena Garra tidak menghiraukannya juga.
Berhasil.
Mariam tersenyum menang. Masih ada hati ternyata. Langkah Garra terhenti dan laki-laki itu berjalan cepat mendekatinya.
"Kau tidak apa-apa? Ayo bangun," Garra membungkuk, membantu Mariam berdiri. Mariam tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dan langsung menghambur ke dalam pelukan Garra.
"Kakiku sakit, kayaknya aku nggak bisa jalan, cuma bisa digendong." katanya manja dengan wajah memelas menatap Garra. Mariam sudah yakin lelaki itu akan menggendongnya, ternyata nihil. Garra malah melepaskannya.
"Jangan main-main lagi Mariam. Aku sangat sibuk, pekerjaanku sudah tertunda terlalu lama karena dirimu. Kalau kau mau main-main, cari orang lain saja. Aku tidak ada waktu untuk itu." ucap Garra serius.
Mariam hanya diam dengan wajah mengerucut.
"Tapi aku nggak main-main, kan sudah kubilang. Aku serius ingin mengejar kamu."
Garra menghembuskan napas lelah.
"Dan sudah berkali-kali aku bilang, aku tidak ingin pacaran dengan siapapun sekarang ini."
"Ya sudah, kalau nggak mau pacaran langsung nikah saja gimana?" Garra melongo. Tidak tahu bagaimana lagi menghadapi perempuan satu ini. Pria itu mau bicara lagi namun ponselnya tiba-tiba berdering, panggilan dari Aldo.
"Aku harus pergi." Garra lalu berbalik menghilang dari hadapan Mariam.
Gadis itu berdecak kesal. Tugas apa yang dilakukan pria itu sih, setiap hari sibuk sekali.
"Itu pekerjaannya Mariam, sebagai calon pacar kamu harus bisa mengerti." ucapnya kemudian ke dirinya sendiri dengan anggukan pasti.
"Mariam?" gadis itu menoleh ke arah panggilan.
Ternyata yang memanggilnya adalah Mina, saudari iparnya. Wanita itu melambai-lambai padanya. Mariam balas melambai tak lupa memasang senyuman lebarnya. Beberapa bulan terakhir ini hubungannya dengan istri dari sang kakak jadi sangat dekat.
Mereka cocok. Mariam juga sering kabur ke rumah kakak dan kakak iparnya kalau mamanya sedang ngomel-ngomel terus di rumah.
"Mina, kamu ngapain di sini? Belanja?" karena umur Mariam tiga tahun lebih tua, ia memanggil Mina tanpa embel-embel kakak atau mbak. Menurutnya aneh.
Mina mengangguk. Ada dua bodyguard yang terus mengikuti wanita itu. Ya, sejak kejadian mengerikan yang terjadi pada Mina dulu, Foster mempekerjakan banyak pengawal untuk berjaga di rumah mereka. Walau kadang Mina merasa suaminya terlalu berlebihan, tapi keputusan pria itu tidak bisa dibantah. Akhirnya lama-kelamaan Mina jadi terbiasa. Kalau itu Mariam, pasti sudah dari lama ia menjambak rambut kakaknya. Dia kan ingin hidup bebas, beruntung itu Mina.
"Kak Foster nggak ikut?" tanya Mariam lagi. Biasanya kan laki-laki posesif itu selalu ada disamping istrinya, apalagi kalau Mina mau jalan ke luar.
"Kakak kamu lagi ada meeting penting di kantor, harus ditangani langsung." jawab Mina. Mariam mengangguk-angguk mengerti.
Pandangannya turun ke perut wanita itu yang sudah sangat buncit. Bulan ini kehamilannya sudah memasuki bulan yang kesembilan, tinggal sebentar lagi melahirkan.
"Duh, aku udah nggak sabar dedek bayinya lahir." serunya bahagia. Mina ikut tersenyum. Dia senang karena keluarga Foster sangat baik padanya. Bahkan ibu mertuanya hampir setiap minggu datang ke rumah mereka buat sekadar ngecek keadaan dia dan bayinya.
"Oh iya, tadi aku lihat kamu lagi sama seseorang. Siapa?" tanya Mina. Mariam tersenyum lebar.
"Siapa lagi, sama calon pacar lah." sahutnya percaya diri. Mina mengernyitkan dahi.
"Calon pacar? Sih detektif yang nyelamatin aku dulu? Yang temannya kak Foster?" Mariam mengangguk. Ia lalu berbisik di telinga Mina.
"Tahu nggak, tadi aku nyium dia di dalam toilet. Bibirnya manis sekali." Mariam semangat sekali memberitahu Mina, sedang Mina sendiri cukup takjub mendengar penuturan gadis itu.
"Kamu yang duluan nyium?"
"Mm. Kenapa, nggak salahkan? Laki-laki balok kayak Garra memang harus dipancing duluan. Aku baca di buku. Katanya, kalau suka sama laki-laki modelan begitu, kita yang perempuan harus lebih agresif. Bahkan sentuhan fisik akan sangat berguna. Buku yang aku baca ngajarin sampe ke hal-hal yang sangat pribadi, kamu tahu maksudku kan?" Mariam mengedipkan sebelah matanya ke Mina.
Wanita itu tercengang. Ternyata kakak adik memang sama. Suaminya versi laki-lakinya sedang Mariam versi yang perempuan. Tapi di mata Mina, kepribadian Mariam ini menyenangkan. Bisa menarik banyak laki-laki menyukainya. Tidak mungkin Garra tidak terangsang kalau Mariam mulai beraksi. Kecuali dia memang bukan laki-laki normal, atau sudah ada wanita lain yang benar-benar dia sukai.
"Nyonya, tuan Foster berpesan nyonya tidak bisa terlalu lama berdiri." kata salah satu bodyguard Mina. Mariam tertawa kecil mendengarnya.
"Ya udah, kamu pergi belanja aja apa yang kamu perlu. Aku pulang duluan, takutnya mama ngomel-ngomel lagi."
habis bilang begitu, Mariam langsung berbalik pergi.
nemu novel ini
baca sambil ngakak dewe
wkwkwkkkkkakakaaaa
malem² lagi
byuhhhh