Kinanti, seorang gadis sederhana dari desa kecil, hidup dalam kesederhanaan bersama keluarganya. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup.
Kehidupannya yang biasa mulai berubah ketika rencana pernikahannya dengan Fabio, seorang pria kota, hancur berantakan.
Fabio, yang sebelumnya mencintai Kinanti, tergoda oleh mantan kekasihnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka. Pengkhianatan itu membuat Kinanti terluka dan merasa dirinya tidak berharga.
Suatu hari, ayah Kinanti menemukan sebuah cermin tua di bawah pohon besar saat sedang bekerja di ladang. Cermin itu dibawa pulang dan diletakkan di rumah mereka. Awalnya, keluarga Kinanti menganggapnya hanya sebagai benda tua biasa.Namun cermin itu ternyata bisa membuat Kinanti terlihat cantik dan menarik .
Kinanti akhirnya bertemu laki-laki yang ternyata merupakan pengusaha kaya yaitu pemilik pabrik tempat dia bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Calon Pengantin
Malam itu, setelah semua tamu pulang dan suasana rumah kembali tenang, Kinanti berbaring di tempat tidurnya. Lampu kamar redup, hanya menyisakan cahaya remang yang membuat bayangannya tampak samar di cermin yang ada di sudut ruangan.
Dengan pikiran yang bercampur aduk, Kinanti bangkit dari tempat tidurnya dan berdiri di depan cermin. Dia menatap bayangannya sendiri dengan tatapan kosong, mencoba memahami apa yang sebenarnya dia rasakan.
"Cermin... kenapa semua ini terasa seperti mimpi?" bisiknya lirih. "Aku yang hanya gadis biasa, sekarang akan menikah dengan Zayn. Tapi... aku tahu dia tidak mencintaiku."
Kinanti menghela napas panjang, mencoba meredakan debaran di dadanya yang tak kunjung berhenti sejak acara lamaran tadi siang. Setiap kali dia mengingat tatapan Zayn yang terpaku padanya saat dia keluar dari kamar, hatinya seolah melonjak tak karuan.
"Kenapa jantungku selalu berdebar setiap melihatnya?" lanjutnya pelan. "Padahal dia... dia begitu dingin. Mungkin ini hanya perasaanku saja. Mungkin aku hanya terlalu berharap."
Tiba-tiba suara dari cermin terdengar, lembut namun tegas, seperti menenangkan.
"Kinan, kau tidak perlu memikirkan apakah dia mencintaimu atau tidak saat ini. Cukup jalani semuanya dengan ketulusan. Biarkan waktu yang menjawab."
Kinanti tersenyum tipis mendengar suara itu. Kata-kata tersebut sedikit menguatkannya, meski hatinya masih penuh keraguan.
"Iya cermin, kau benar aku harus tetap menajalani semuanya seperti biasa."
Dia kembali berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit kamar. Dalam hatinya, dia berbisik pelan, "Semoga aku tidak salah melangkah kali ini... Semoga ada keajaiban yang mengubah segalanya."
"Tidurlah Kinanti, besok kau terbangun dengan wajah yang semakin cantik, dan menawan, sehingga pesonamu mampu memikat hatinya."
Kinanti pun memejamkan mata, mencoba mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Namun, bayangan Zayn yang mengenakan batik dan menatapnya dengan kagum terus muncul di benaknya, membuat malam itu terasa panjang bagi seorang Kinanti."Dia ganteng banget tadi, sumpah, aku enggak bisa ngelupain wajah dia."
Tak lama kemudian Kinanti terlelap dalam mimpinya.
Pagi yang cerah di kampung nenek Parwati terasa begitu damai. Zayn, yang biasanya sibuk dengan pekerjaan di kota, akhirnya menikmati suasana pagi yang berbeda. Matahari mulai meninggi, namun dia baru saja bangun dari tidurnya. Aroma sarapan khas kampung yang disiapkan oleh nenek melalui pelayan memenuhi ruang makan.
Meja sarapan sudah penuh dengan makanan tradisional seperti nasi liwet, sambal terasi, ayam goreng kampung, dan aneka lalapan segar. Nenek Parwati dengan senyum hangat menyuruh Zayn dan Rasya untuk segera menikmati hidangan.
"Zayn, Rasya, makan dulu, nanti keburu dingin," ujar nenek dengan suara lembut.
Setelah sarapan, Zayn dan Rasya memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kampung. Udara pagi yang sejuk dan pemandangan alam yang hijau menyambut langkah mereka. Jalanan kecil yang dikelilingi sawah dan pohon-pohon rindang membuat suasana begitu asri.
Di sepanjang jalan, warga kampung mulai memperhatikan mereka berdua. Rasya, yang selalu ceria, menyapa beberapa anak kecil yang bermain di jalan. "Halo, kalian lagi main apa?" tanya Rasya sambil tersenyum ramah.
Namun, perhatian utama warga tertuju pada Zayn dan Rasya. Dengan postur tinggi, kulit bersih, dan wajah tampan, keduanya seperti selebriti yang sedang berjalan di kampung. Beberapa ibu-ibu yang sedang menjemur pakaian berbisik-bisik sambil tersenyum.
"Itu siapa ya? Ganteng-ganteng banget, seperti artis!"
Anak-anak kecil bahkan ada yang mengikuti mereka dari kejauhan sambil tertawa-tawa. Rasya yang menyadari hal itu menoleh ke Zayn sambil bercanda.
"Zayn, kita kayak lagi pawai ya? Kayaknya bakal viral nih di kampung ini."
Zayn hanya tersenyum kecil sambil melanjutkan langkahnya.
"Biarin aja, Rasya. Mereka cuma penasaran. Lagipula, ini pengalaman yang menyenangkan."
Ketika mereka kembali ke rumah nenek, suasana rumah terasa hangat. Nenek Parwati sedang duduk di teras sambil menikmati teh hangat.
"Bagaimana, kalian senang jalan-jalan di sini?" tanyanya dengan mata berbinar.
Zayn mengangguk, "Senang sekali, Nek. Kampung ini sangat indah. Rasanya damai."
Nenek tersenyum puas mendengar jawaban cucunya. "Kalau begini, harus sering-sering ke sini. Siapa tahu nanti kalau sudah menikah, kamu bisa bawa istrimu ke sini."
Zayn hanya mengangguk tipis, meski dalam hatinya masih ada keraguan tentang masa depan yang kini mulai terbuka dengan nama Kinanti di dalamnya.
"Iya nek."
Pagi itu, Kinanti membuka matanya perlahan. Sinar matahari menerobos dari celah jendela, menerangi wajahnya yang berseri-seri. Ada senyum kecil yang menghiasi bibirnya, seolah-olah mimpi indah masih terasa nyata. Dia meraba jari manisnya, di mana cincin pertunangan yang semalam dilingkarkan oleh Zayn bersinar lembut dalam pantulan cahaya pagi.
Dengan perasaan berbunga-bunga, Kinanti bangkit dari tempat tidurnya. Rambutnya yang tergerai terlihat semakin indah, dan wajahnya tampak bercahaya, memancarkan aura kebahagiaan. Setiap langkah menuju cermin di sudut kamarnya terasa ringan, seperti ada semangat baru yang mengalir dalam dirinya.
Dia berdiri di depan cermin, memandang bayangan dirinya yang terlihat begitu berbeda. “Ini aku,” bisiknya pelan, seperti tak percaya dengan apa yang terjadi. Bayangan wajah Zayn semalam, dengan tatapan teduhnya saat menyematkan cincin di jarinya, kembali muncul dalam pikirannya.
Hatinya berdebar mengingat senyum Zayn yang tampak tulus meski canggung. “Apakah ini mimpi? Atau ini benar-benar kenyataan?” pikir Kinanti sambil menggigit bibirnya pelan, berusaha menenangkan dirinya.
Sang ibu yang mendengar suara langkah Kinanti menghampiri dari luar kamar. “Kinanti, nak, kamu sudah bangun? Ayo sarapan. Ibu masak spesial pagi ini,” panggilnya lembut.
Kinanti mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Bu. Sebentar lagi.” Dia merapikan rambutnya dan mengenakan kerudung sederhana, namun aura kecantikannya tetap tak bisa disembunyikan.
Hari itu, Kinanti merasa lebih percaya diri dari sebelumnya. Enggak akan ada yang tahu bagaimana perasaan Zayn sama Kinanti. Yang pasti waktu yang akan menjawabnya.
"Kak, pagi ini kaka keliatan cantik banget, pasti seneng banget ya abis ketemu sama kak Zayn, ciee yang bentar lagi jadi manten."goda Kirana.
"Ishh, kamu tuh ya, pagi-pagi malah godain kaka, udah makan dulu abisin sarapannya. "Kinan dengan mengulum senyumnya. Dia mengambil piring dan nasi goreng dan telur ceplok.
"Permisi."suara dari depan pintu.
"Iya pak."sahut sang ibu.
"Bu, kami mau membongkar tenda, dan perlengkapannya,"ujar petugas yang diutus oleh WO .
"Oh iya, silahkan pak."ibu Kinan mempersilakannya.
"Oh iya nak, pernikahan kamu akan digelar sekitar satu bulan lagi, kamu siapin aja siapa aja yang bakal diundang nanti pihak keluarga laki-laki yang akan mencetak undangan cetak dan online."Jelas sang ibu.
"Iya bu, nanti abis sarapan Kinan akan ngelist siapa aja yang bakal diundang. "Kinan mengangguk sambil mengunyah sarapannya.
"Ehem, cepet banget ya ka, bentar lagi kaka mau nikah, dan bisa-bisa kaka dibawa dong sama suami kaka."Seru Kirana.
"Iya Kiran, kaka titip ibu ya, sama ayah, kamu yang akan gantiin kaka di rumah ini, sebentar lagi kan kamu lulus."Kinan memberi nasihat pada Kirana.
"Tenang saja ka, pokoknya Kirana harus bisa kayak kaka yang bisa jadi tulang punggung keluarga. "
"Bagus, anak baik." Kinanti dan Kiran tertawa. suasana di rumah kecil dan sederhana itu terasa hangat.
"Diiih ,kalo aku sih sayang banget tenda mahal-mahal cuma semalem doang kalo lamaran mah biasa aja kali."cibir tetangga Kinanti.
"Iya ,lebay banget, gitu doang aja... heboh banget dekornya. Kayaknya sengaja ,dia panas ama di Fabio, supaya keliatan lebih mewah dari pernikahan si Fabio sama Citra," ketus salah satu tetangga Kinanti.
"Iya juga ya, kita liat aja, paling juga si Kinan cuma dimainin doang, abis itu di cerai, kagak mungkin laki-laki kaya raya mau sama gadis miskin kaya dia, cuka dongeng cinderella itu mah."Heni tetangga Kinan terlihat menarik sudut bibirnya, dan dia keliatan banget benci sama Kinan.
"Maaf ya ibu-ibu, kalau semalam pesta pertunangan anak saya membuat ibu-ibu semua terganggu..."
bersambung...
di awal minggu depan mulai pindah ke kantor pusat... ternyata mbulettt
di awal nenek lastri.. sekarang nenek parwati.. 😇😇😇
nyong mandan bingung kiye...