Raya, Jenny, Nabilla, dan Zaidan. Keempat gadis yang di sangat berpengaruh di salah satu sekolah favorit satu kota atau bisa dibilang most wanted SMA Wijayakusuma.
Selain itu mereka juga di kelilingi empat lelaki tampan yang sama berpengaruh seperti mereka. Karvian, Agam, Haiden, dan Dio.
Atau bagi anak SMAWI mereka memanggil kedelapannya adalah Spooky yang artinya seram. Karena mereka memiliki jabatan yang tinggi di sekolahnya.
Tentu hidup tanpa musuh seakan-akan tidak sempurna. Mereka pun memiliki musuh dari sekolah lain dimana sekolah tersebut satu yayasan sama dengan mereka. Hanya logo sekolah yang membedakan dari kedua sekolah tersebut.
SMA Rajawali dan musuh mereka adalah Geng besar di kotanya yaitu Swart. Reza, Kris, Aldeo, dan Nathan. Empat inti dari geng Swart dan most wanted SMAJA.
Selain itu ada Kayla, Silfi, Adel, dan Sella yang selalu mencari ribut setiap hari kepada keempat gadis dari SMAWI.
Dan bagaimana jika tiba-tiba SMAJA dipindahkan ke sekolah SMAWI?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oreonaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 06 : Salah Mancing!!
Bel istirahat berbunyi nyaring. Guru-guru mulai keluar dari kelas dan kembali ke ruang guru. Siswa siswi pun sudah berhamburan keluar kelas dan menuju ke kantin. Memberi energi untuk tubuh kita yang sudah digunakan untuk belajar.
“Gue kira ulangan MTK Minggu depan dan Lo pada tau ternyata hari ini bos. Sumpah kemut-kemut gue mikirin jawabannya gak kelar-kelar.” Ujar Billa.
Menceritakan saat tadi jam ke-2 setelah mata pelajaran bahasa Indonesia adalah Matematika. Tiba-tiba diadakan ulangan bab 3 dadakan. Billa yang saat itu tidak belajar dan otak gak encer menyerah ingin mendapatkan nilai apa pun. Gadis pirang ini tidak bodoh dan tidak juga dalam anak malas. Lebih tepatnya mager tapi kalau belajar dia bakal pintar.
“Bab 3? Kamis kemarin baru aja gue ulangan.” Saut Raya.
Billa menoleh ke belakang, “Lo kan pinter beda. Dadakan juga nilai Lo bakal bagus, Ray.”
Mereka berempat berjalan di koridor bersama menuju ke kantin. Sama seperti siswa lainnya berniat untuk mengisi energi untuk mata pelajaran selanjutnya.
“Eh! Raya kalau gak giat belajar juga gak bakal pinter.” Celetuk Jenny yang berdiri di samping Raya dan menggandeng tangan Raya.
“Untung kelas kita pelajaran matematika tiga hari lagi.” Ujar Zai menatap Jenny.
Jenny mengangguk, “Ya semoga besok jam kos lagi aja.”
“Aamiin paling kenceng!” Saut Zai cepat.
“Widih! Ramai sekali kantinnya bos kuy. Bisa-bisa kita gak dapet tempat ini.” Kata Zai. Menatap penjuru kantin yang sudah ramai akan siswa siswi.
“Kalau ada Agam, Vian, Dio sama Aiden masih mending lah kita bisa duduk. Lah! Ini kita berempat doang, masa gebrak meja anak orang. Kena mental nangis ngadu guru BK terus ngadu ke orang tua kita. Mati gue.” Ujar Jenny.
“Gini deh, Jenny kan gak mungkin ngusir anak orang. Kalau gue lagi mager. Bila aja yuk.” Ujar Zai menatap Billa penuh harap.
Billa membelalakkan matanya, “Kok gue? Enggak ah, males.” Tolak Bila.
“Ayo lah Bil, Lo juga nanti bisa duduk.” Bujuk Jenny.
“Enggak ya enggak.”
“Bil ayo lah.”
Billa menggeleng sekali lagi menolak dengan tegas.
Raya menatap ketiganya yang sedang membujuk Bila. Melirik meja ditengah-tengah yang sudah ditempati oleh siswi-siswi.
'Habis ini ke perpus ah.'
Raya mendengarnya, suara yang terlintas di otaknya dan pendengarannya.
“Heh! Gak usah ribut, duduk di situ bentar lagi mau pergi itu adiknya.” Ujar Raya.
Ketiga berhenti dan menatap Raya dan meja yang ditunjuk oleh Raya tadi secara bergantian.
“Nah, gitu berguna sedikit. Gak kayak Lo Bil.” Kata Jenny langsung berjalan menuju meja tersebut diikuti oleh Zai.
Nabila menghela nafasnya panjang, “Nyelekit amat mulutnya. Tapi bener juga sih. Iya gak sih? Ah bodo.” Ujarnya bingung sendiri sembari mengikuti teman-temannya.
Bertepatan mereka berempat menuju meja yang ditentukan oleh Raya tadi, adik kelas mereka meninggalkan tempat. Zai dengan senang langsung duduk tenang, mengeluarkan ponselnya dan mulai ke dunia ponsel. Jenny duduk di sebelah Zai dan menatap ke depan beberapa warung. Berpikir ingin makan apa kali ini.
Billa duduk di depan Zai. Mengambil kerupuk yang di sediakan setiap meja, mulai menyomoti kerupuk. Raya duduk di sebelah Billa dan depan Jenny, melirik sekitar kantin.
“Ini siapa yang mau pesen? Beli nasgor aja ya, gue chat Mak Ajeng.” Celetuk Jenny.
Zai mengangguk, “Woke, gue telur pedes bangett, es teh satu.” Ujarnya yang masih fokus ke layar ponsel.
“Emm, ayam telur sedang aja es teh satu juga.” Ujar Nabilla.
Jenny mengangguk, mencatat pesanan teman-temannya dan dirinya yang akan ia kirim ke Mak Ajeng. Ada yang mudah kenapa harus yang susah?
Melirik Raya karena sedari tadi diam, menatap sekitar.
“Lo Ray?”
“Hah?” Raya refleks menoleh. “Oh! Gue samain Lo aja tapi minimnya air putih.”
Jenny mengangguk dan langsung mengirim pesan.
“Perasaan gue kok gak enak ya dari tadi.” Zai menatap Nabilla yang ada di depannya.
Nabilla menaikkan alis kanannya. “Kenapa?”
“Mungkin perasaan Lo aja, Zai.” Jawab cuek Jenny.
Zai mengangguk, “Ah! Ya mungkin perasaan gue doang.”
“Oiya Dio, Aiden sama Agam kok gak liat ya dari tadi. Di kelas juga dari tadi gak gue liat batang hidungnya.” Nabilla celingak-celinguk.
“Bolos dia, ikutan gak masuk kayak Vian.” Jawab Jenny.
“Loh! Kok gak ngajak-ngajak sih?” Tanya Nabilla dengan nada kesal.
“Ya mana saya tau jubaidah.”
“Ih, tap—“
“Bil diem Bil.” Potong Zai pada ucapan Nabilla “Anjing! Ni anak ngajak ribut.”
“Apa sih?” Tanya Jenny. Melirik ponsel Zai. “Buset, njir dia ngajak tempur nih ceritanya?”
Billa dan Raya saling melirik dan menggidikkan bahunya. “Apa sih? Liat dong, kepo gue.” Ujar Billa.
“Nih!” Zai meletakkan ponsel di meja agar mereka berempat bisa melihat dengan leluasa.
“BANGSAT!” Umpatan keras dan Billa mampu mengagetkan seisi kantin. Tapi, apa peduli Billa yang urat malunya kadang hilang.
“Ini ulah siapa?” Tanya Raya dengan nada yang masih tenang.
“Nenek lampir itu kan yang buat ini?!” Tuding Billa, menahan emosi. Bisa gawat kalau video itu dilihat keluarganya bisa mati dirinya ditangan Ayahnya.
Video yang berdurasi 2 menit tersebut menampilkan Billa, Zai, Raya dan Jenny ke suatu tempat yang terlihat seperti club.
“Ya sap—“
“HALLO SEMUA, INI GUE MAU NGASIH INFO PENTING BANGET!”
Teriakan atau seruan dari Silfi yang berdiri di depan kantin membuat semua mata mengarah ke arah mereka. Tetapi bukannya menjadi pusat perhatian, seisi kantin malah membiarkan gadis itu berteriak semaunya.
Anak Wijayakusuma tidak terlalu peduli dengan anak caper.
Sella mendengus kesal, berjalan ke depan bersebelahan dengan Silfi. “Gue yakin setelah Lo pada denger berita ini, Lo pada gak nyangka.”
Sella mengkode Adel agar men-share video tersebut ke akun media sosial sekolah ini. Sekali klik, video tersebut langsung tersebar.
Ting
Ting
Ting
Suara notifikasi siswa siswi yang berada di kantin bersuara. Segera mereka mengecek video tersebut mereka tonton sampai habis.
Jenny langsung mengecek ponselnya dan melihat video itu di akun media sosial sekolah ini. Menahan gejolak emosi yang akan siap menyemburkan lava nya.
Tetapi, kalian harus tau sekali lagi. Anak Wijayakusuma tidak bisa ditipu oleh orang luar. Mereka tau segala seluk beluk anak Wijayakusuma lainnya.
Tiba-tiba seisi kantin tertawa terbahak-bahak setelah menonton video tersebut. Membuat tiga gadis yang berbeda seragam tersebut mengernyit.
Adel, Sella dan Silfi mengecek video tersebut. Ada yang sapa atau tidak. Tetapi, tidak ada yang lucu di sana. Seharusnya respons mereka tidak seperti ini. Seharusnya mereka langsung menggunjing Zai, Jenny, Raya dan Billa.
“Gue salut sih sama tindakan Lo, tapi lihat-lihat dulu tandingan Lo siapa. Dasar cabe.” Ujar siswa laki-laki yang duduk di dekat Adel, Silfi dan Sella berdiri. Menatap mereka bertiga dengan tatapan remeh.
Raya berdiri dan langsung berjalan ke arah mereka bertiga. Membuat siswa siswi menatap ketiganya berbagai macam tatapan. Kasihan, bodo amat, senang dengan situasi ini dan lain-lainnya.
“Ketua Lo mana?” Tanya Raya, tepat setelah berdiri di depan mereka bertiga.
“Siapa? Reza? Napa cari-cari dia? Mau caper Lo?” Saut Silfi dengan nada sinis.
Raya tersenyum miring, “Bukan dia tapi Kayla. Mana? Kalian yang berulah jangan yang nanggung orang lain dong.”
Jenny berdiri dan berjalan menuju Raya dengan tawa pelannya, “Biasanya juga berempat, kok bertiga? Renggang ya?” Sindir Jenny dan mendapatkan sorakan seisi kantin.
“Kayla sakit jadi gak bisa sekolah hari ini. Mulut Lo minta gue potong?” Sella mengepalkan tangannya.
“Sok kuat sih jadi jatuh sakit deh. Dasar lemah.” Ujar Billa, menekan kalimat ‘lemah’.
“Udah deh, Lo kalau mau jatuhin kita sadar tempat. Lo nyerang singa di kandangnya singa ya Lo yang mati bukan singanya.” Kata Zai.
Sekarang di hadapan Sella, Silfi dan Adel bukan hanya Raya, Jenny, Billa dan Zai ikut turut adil.
Adel tertawa, “Ya juga sih, tapi gue gak jamin kalau sama orang tua kalian bakal gak percaya sama video itu.”
Jenny menatap tajam Adel yang tersenyum miring dengan alis kanan terangkat ke atas. Benar apa yang Adel ucapkan, di sini tidak ada yang percaya dengan omongan orang luar tapi keluarganya? Keluarga mereka? Bisa dipastikan dan ter bayangkan selanjutnya seperti apa.
“Kok diem, kenapa? Takut ya?” Ucap Sella dengan nada meremehkan.
Karena emosi yang tidak dapat dibendung terlalu lama, Billa tanpa ba-bi-bu langsung menerjang Silfi dengan kasar. Menjambak rambut coklat gadis itu.
“AKH!” Pekik Silfi terkejut.
“Gue gak bakal ampuni elo semua. Hapus video itu apa gue buat kalian gak bisa liat dunia detik ini juga!” Ancam Billa.
Menarik rambut Silfi ke belakang dengan kasar, sedikit menjauh dari ke-limanya. Silfi menahan air matanya karena tarikan rambutnya.
“Maksud Lo apa?”
“LO YANG APAAN BANGSAT!” Teriak Jenny, mendorong bahu Sella kasar saat Sella ingin menghampiri Billa dan Silfi.
“Yang mulai elo duluan masih tanya apaan?” Sewot Jenny menatap nyalang Sella.
“Sampah kalau Lo sampai buat kita jatuh dengan cara licik kayak gini.” Ujar datar Zai. Mencengkeram leher Adel sampai sang empu sulit bernafas.
Tidak ada yang berani melerai pertengkaran ini. Malah sebagian merasa terhibur sampai ada yang melakukan siaran live di akun media sosial mereka.
Disisi lain di mana anak inti Swart nongkrong bersama di rooftop SMA Wijayakusuma. Sedikit tenang karena tidak ada gangguan sedari tadi pagi. Mungkin hanya mereka yang mengganggu keempat gadis di pagi hari tadi.
Reza duduk di kursi reot dan memejamkan matanya. Menikmati setiap embusan angin yang menerpa wajah tampannya. Al dan Nathan asik bermain game di pojokkan dengan duduk di lantai. Sedangkan Kris asik men-scroll akun media sosialnya karena bosan. Saat asik men-scroll, tiba-tiba terdapat notifikasi di akun media sosial sekolah ini. Kris langsung saja menekan dan melihat apa yang admin sekolah ini posting.
Membelalakkan matanya saat tau apa isi postingan video itu. Kris tidak sengaja menendang meja yang tidak jauh dari posisinya sampai patah. Al dan Nathan berjangkit kaget.
“Weh! Lo ngapain? Itu meja gak salah apa-apa Lo tendang.” Seru Nathan kesal.
“Kenapa dah?” Tanya Al. Mengeluarkan aplikasi game dilayar ponselnya dan memasukkan ponselnya pada saku celana. Beranjak dari duduknya dan mendatangi Kris.
Kris menyodorkan ponselnya pada Al agar dia melihatnya sendiri. Laki-laki itu pun langsung mengambil ponsel Kris dan melihatnya, seketika ia membelalakkan matanya seperti Kris tadi saat pertama melihat. Di pikiran Al sekarang kalimat yang terlintas adalah Mampus.
Nathan yang masih melanjutkan game nya pun diam-diam ingin tahu. Menyimpan ponselnya dalam saku celana, laki-laki itu berdiri dan berjalan ke arah Al serta Kris. Ikut melihat video di ponsel Kris yang masih dipegang oleh Al.
“Anjir!” Umpatan lolos begitu saja dari Nathan setelah melihat video tersebut.
Video di mana keempat gadis musuh mereka di club malam. Video yang akan seketika dapat membangunkan singa yang sedang tidur pulas ditambah sekarang pun mereka berada di kandang singa tersebut.
“Ini nih, yang gak gue sukai dari mereka. Bangsat! Sudah terdeteksi bahwa hidup gue ke depannya gak bakal adem ayem nih.” Ujar Al. Meratapi nasibnya.
Nathan melirik Reza yang masih senantiasa memejamkan matanya tanpa terusik sedikit pun. Ingin menghampiri tetapi terhenti saat ponselnya berbunyi. Notifikasi live di akun media sosial siswa sekolahnya dan tag akunnya untuk menonton live dari siswa sekolahnya. Menonton live diakun media sosial teman seangkatannya itu, ia sedikit terkejut ternyata live tersebut menanyakan keributan di kantin.
“Gawat, ni anak udah pada ngerusuh Weh!” Panik Nathan.
Al dan Kris ikut menonton.
“Rez!” Panggil Kris.
“Hmm?”
“Darurat Rez!” Pekik Al. Menyodorkan ponsel Nathan dan ponsel Kris agar mereka tidak perlu menjelaskan.
“Perang dunia ke-3 ini!” Pekik histeris Nathan.
“Gak usah heboh!” Celetuk Kris menatap Nathan dingin.
“Ck, kan biar dramatis.” Kesal Nathan.
“Astaga!” Reza memijat pelipisnya. Entah kenapa sekarang ia sering merasa pusing ditambah masalah yang didatangkan teman-temannya tidak habis-habisnya.
Beranjak dari duduknya, Reza mengawal di depan keluar dari rooftop. Kris, Al dan Nathan di belakang mengikuti.