Tiga tahun lalu, Agnia dan Langit nyaris menikah. Namun karena kecelakaan lalu lintas, selain Agnia berakhir amnesia, Langit juga divonis lumpuh dan mengalami kerusakan fatal di wajah kanannya. Itu kenapa, Agnia tak sudi bersanding dengan Langit. Meski tanpa diketahui siapa pun, penolakan yang terus Agnia lakukan justru membuat Langit mengalami gangguan mental parah. Langit kesulitan mengontrol emosi sekaligus kecemburuannya.
Demi menghindari pernikahan dengan Langit, Agnia sengaja menyuruh Dita—anak dari pembantunya yang tengah terlilit biaya pengobatan sang ibu, menggantikannya. Padahal sebenarnya Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa karena desakan keluarga yang meragukan ketulusan Agnia.
Ketika Langit mengetahui penyamaran Dita, KDRT dan talak menjadi hal yang kerap Langit lakukan. Sejak itu juga, cinta sekaligus benci mengungkung Dita dan Langit dalam hubungan toxic. Namun apa pun yang terjadi, Dita terus berusaha bertahan menyembuhkan luka mental suaminya dengan tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Sembilan
Pak Excel tidak menghalangi sang istri dalam meluapkan amarahnya kepada Agnia. Malahan pria pendiam itu berdalih, andai aang istri membanting Agnia dan membuat tulang-tulang mantan anak mereka remuk, pak Excel siap bertanggung jawab.
Kini, yang pak Excel lakukan ialah menyusul kepergian sang istri. Ia melakukannya sambil membawa sepiring nasi goreng buatan sang istri yang rasanya selalu lezat. Sambil menikmati nasi goreng, kedua matanya terus menatap saksama langkah cepat sang istri. Memakai gamis syari kerap membuat istrinya lalai menginjak ujung gamis dan itu bisa membuat sang istri jatuh. Namun jika keadaannya sudah seperti sekarang, sang istri pasti tidak peduli. Sebab yang terpenting bagi ibu Azzura saat ini ialah mengamuk Agnia. Andai wanita itu harus terjatuh berulang kali sekalipun, asal masih bisa menghajar Agnia seperti tujuannya, pak Excel yakin, istrinya tetap akan baik-baik saja. Karenanya, sekadar meminta sang istri untuk hati-hati pun, tidak pak Excel lakukan. Sebab pak Excel yakin, andai ia melakukannya, yang ada ia justru mengacaukan konsentrasi bahkan mood sang istri.
Di depan pos satpam dan di bagian luar gerbang, sopir mereka sedang mencuci mobil dibantu oleh sang satpam. Hingga satpam yang awalnya sedang mengguyur mobil menggunakan air keran, bergegas menyudahinya dan lanjut membukakan pintu untuk ibu Azzura yang meminta.
Ibu Azzura yang sudah kembali bercadar, berucap dengan nada emosi. Hingga sang satpam langsung ketakutan karena tak biasanya, nyonya mereka emosi begitu.
“Masih berani kamu datang ke sini? Mau bikin drama apa lagi? Pura-pura menyesal? Pura-pura akhirnya enggak amnesia?” kecam ibu Azzura. Bergegas ia mengambil selang keran kemudian menyalakannya, dan mengguyurkannya ke wajah Agnia.
“Ya ampun, Te ...!” Agnia panik sepanik-paniknya. Ia berusaha menghindar. “Te, aku minta maaf, Te. Sumpah demi apa pun, aku enggak drama, Te!”
“Pergiiiii!”
“Te, aku mohon, Te. Aku benar-benar minta maaf. Namun tolong beri aku kesempatan buat jelasin semuanya, Te. Aku benar-benar memohon, Te!”
“Pergi, jika kamu memang masih sayang nyawamu!”
“Aku tulus ke Langit, Te! Sumpah, adanya Dita hanya salah paham!”
Balasan Agnia yang masih berbicara dengan nada lantang, sukses membuat ibu Azzura meradang. Agnia pikir, diamnya ibu Azzura murni karena akhirnya, mama dari Langit selaku laki-laki yang ia incar, masuk ke perangkapnya. Karenanya, ia berbicara panjang lebar sesuai rencananya menyingkirkan Dita dari sana. Namun, belum tuntas Agnia menebarkan racun kehidupan melalui Dita dan ia ceritakan penuh aib, kaki kanan ibu Azzura mendarat di dagunya dan itu membuatnya sempoyongan.
Agnia berakhir terjatuh dan tak lagi berisik seperti sebelumnya. Selain itu, ibu Azzura juga sengaja mengguyur tubuh Agnia hingga kuyup. Satpam dan sopir di sana dibuat takjub sekaligus tidak percaya dengan cara ibu Azzura membuat Agnia terkapar. Lain lagi dengan pak Excel yang langsung tersipu di tengah kesibukannya melahap nasi goreng.
“Pak, jika wanita ini masih berani datang, langsung lapor ke polisi saja. Dia itu Agnia, mantannya mas Langit. Apa pun alasannya, jangan biarkan wanita sakit ini menginjakkan kakinya di sini!” tegas ibu Azzura yang kemudian bergegas masuk ke dalam rumah. Ia dapati, sang suami yang menunggu di depan pos satpam. Dengan santai sekaligus melahap nasi gorengnya sangat lahap, suaminya itu menyambutnya penuh senyuman.
“Andai di dunia ini enggak ada karma, aku ingin menyewa mafia buat bunuh Agnia!” sergah ibu Azzura di tengah kenyataannya yang masih dikuasai emosi.
Sempat tertegun beberapa saat dan sampai kehilangan senyumnya, pak Excel berkata, “Suamimu mantan mafia. Kerabat kita pun masih memiliki perusahaan mafia.”
“Jangan, ... kita enggak usah begitu lagi. Aku beneran takut karma, Pa!” ucap ibu Azzura sambil mendekap mesra pinggang suaminya dari samping.
Berbeda dari sebelumnya yang sempat tersipu karena terpesona kepada amukan yang istrinya lakukan kepada Agnia. Membahas mafia dan juga karma, mendadak membuat wajah pak Excel pucat.
“Jika Agnia terus menghancurkan Langit, apa pun karmanya. Biar aku yang bertindak,” batin pak Excel yang perlahan kembali ke kesibukan sebelumnya.
Di lain sisi, Agnia sungguh tidak menyangka, rencananya mendekati orang tua Langit dan sampai membuatnya berpenampilan syari lengkap dengan cadar, justru berakhir dengan petaka. Tubuhnya tak hanya kuyup. Sebab lehernya juga langsung tidak bisa digerakkan. Agnia yakin, itu efek dari tendangan kaki kanan ibu Azzura yang sangat kuat.
“Tuh betina, meski pakai syari dan sampai bercadar. Ternyata jago bela diri ya. Apa jangan-jangan, efek terlalu emosi kepadaku, dia jadi begitu?” pikir Agnia yang menyebut ibu Azzura sebagai ‘betina’. Karena ketika dalam hatinya dan itu tidak sedang bersandiwara, Agnia memang sama sekali tak memiliki rasa hormat kepada wanita yang telah melahirkan Langit.
***
“Pasti melelahkan ya, lagi hamil muda. Ibumu sakit kanker serviks, belum lagi sikapnya ke kamu juga kurang manusiawi. Ditambah lagi, adik perempuan kamu juga salah pergaulan. Eh sekarang, ... punya suami juga mengidap penyakit mental,” lembut ibu Azzura sambil menatap prihatin Dita. Ia mengantar camilan berupa salad buah untuk Dita yang masih terjaga untuk Langit. Di dalam kamar, Langit masih tidur.
“Hidup kamu beneran monoton. Enggak dimaki-maki ibu dan adik kamu, sekarang kamu malah dimaki-maki suami kamu. Suami kamu juga enggak segan KDRT. KDRT, talak, ... astaghfirullah. Sejauh ini, paling jauh kalian juga hanya di dalam rumah. Karena kalau keluar sebentar, ujung-ujungnya suami kamu ‘kambuh’,” lanjut ibu Azzura berkaca-kaca dan kemudian meminta maaf kepada Dita.
“Ma, enggak apa-apa. Apa pun yang terjadi kepadaku termasuk rumah tanggaku dan mas Langit, aku anggap ini ujian kamu. Lagi pula sejauh ini, mas Langit menjadi satu-satunya pria yang membuatku jatuh cinta. Sejauh ini pun, mas Langit mencintaiku secara sempurna. Saking sempurnanya ketika tahu kehamilanku justru membuatku sakit, mas Langit sampai menyesal karena membiarkan aku hamil. Mas Langit masih kesulitan membedakan cinta dan obsesi ya karena mental dan jiwanya sakit. Ini, kemarin kami sudah sepakat, bahwa hari inu, setelah maa Langit bangun, kami akan ke psikiater lagi,” lembut Dita yang lagi-lagi menegaskan kepada ibu Azzura. Bahwa apa yang menimpa hubungannya dan Langit, merupakan cobaan rumah tangganya dan Langit.
“Tadi pagi, ... tadi pagi Agnia ke sini,” ucap ibu Azzura sambil menyeka sekitar matanya yang basah menggunakan ujung cadarnya.
Baru juga nama Agnia disebut, Dita sudah langsung takut. “Agnia ... dia sudah ke sini? Apakah dia menginginkan pososiku? Apakah dia juga sudah tahu keadaan asli mas Langit yang hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa?” pikir Dita. Selain itu, Dita juga tak lupa. Bahwa sejak awal mengetahui siapa dirinya yang diutus sebagai pengantin samaran untuk Langit oleh Agnia. Orang tua Langit sudah langsung memutus hubungan dengan orang tua Dita.