TEENAGER : 4 Gadis Remaja

TEENAGER : 4 Gadis Remaja

BAB 01 : SMAWI VS SMAJA

Langkah kaki dengan suara sepatu seirama mengundang keramaian di koridor yang semula sudah ramai, bertambah ramai saat sekumpulan primadona SMA Wijayakusuma datang. SMA elite serta segudang prestasi yang diraih.

Berjalan dengan langkah angkuh, wajah datar dan terkesan cuek. Mereka adalah empat gadis yang dipuja-puja kaum Adam atas kecantikan mereka serta empat laki-laki yang sama dipuja-puja kaum hawa atas ketampanan mereka yang tidak manusiawi.

Sebenarnya mereka tidak dalam daftar anak baik-baik melainkan anak nakal yang sering membuat onar dan masalah. Tetapi tentang masalah berpakaian mereka selalu nomor satu kecuali kalau mereka sedang buru-burunya mereka akan seperti anak nakal pada umumnya. Kemeja putih yang dimasukkan ke dalam rok/celana abu-abu. Dasi rapi. Bersabuk dan sepatu pantofel hitam polos.

“Vian sama gue ke ruang OSIS dulu.” Ucap Raya.

Soraya Aafreeda. Gadis paling pendiam tetapi lebih menonjol dari ketiga teman perempuannya. Rambut hitam lurus sedikit bergelombang di ujung rambut ditata sangat rapi terurai. Bola mata yang besar dan sedikit sayu, pipi sedikit berisi meskipun bentuk wajahnya lonjong serta bibir ranum berbentuk hati selalu membuat kaum Adam mengatakan ‘sempurna’.

“Jangan pada bolos upacara. Awas aja sampai ketahuan, gak gue bantu.” Kata Vian.

Karvian Lean Arvano. Laki-laki tampan tapi sayangnya cuek dan judes pada orang lain. Pada sahabat-sahabatnya saja sama kecuali, pada gadis di sebelahnya. Sifatnya sedikit ia kurangi dan lebih peka terhadap gadis itu.

“Ya Allah bos! Gitu amat sama temen. Gak pren Lo mah.”

Dio Geovandra. Laki-laki yang sering bolos mapel nya Pak Himawan guru Biologi. Dio adalah laki-laki humoris, banyak tingkah, nyebelin dan selalu membuat ulah. Kata Dio, “Hari tanpa masalah hidup kurang berwarna.”

“Masuk nanti, Yo. Dikelasnya Pak Himawan, ada ulangan loh.” Kata Zai.

Zaidan Padantya. Gadis campuran indo Amrik. Wajah Barbie able tapi sifatnya 11/12 kayak Dio. Sableng. Cengengesan. Zaidan ini selalu memponi rambutnya. Kalau kata Zai itu, “dahi gue lebar anjir! Mending pakek poni imut wajah gue jadinya.”

“Masuk lo! Gak gue kasih contekan.” Ujar Agam.

Agam Ravindra. Laki-laki 11/12 sama kayak Vian. Tapi Agam lebih ke irit omong bisa sehari dia gak ngomong sama sekali. Tapi Agam kadang menimpali ucapan teman-temannya. Laki-laki dengan wajah mirip kayak kucing tapi wataknya kayak harimau sekali senggol.

“Kenapa kalian semua sangat jahat kepada ku?” Ujar Dio drama.

“Jijik anjir!” Jenny.

Jenny Agustinus. Mba crush nya mas-mas yang senyumnya kayak dia, mirip. Kalau kata orang kalau mirip itu berarti jodoh, pikir Jenny. Jenny dalam kategori galak dan mulutnya ceplas-ceplos. Ditambah Jenny tipe-tipe wajah julid. Matanya yang kayak kucing serta tajam. Pipi gembul kayak cimol serta tubuh yang kecil tapi ideal.

“Tobat Yo, gak kasihan sama bapak ama Mak Lo apa? Kalau gak kasihan gue aja yang sering jadi pelampiasan Mak Lo kalau Lo berantem sama Mak Lo.” Ujar Aiden.

Haiden Arwan Wisnu. Itu temen deketnya Dio. Rumah Dekat. Orang tua Dekat. Pokoknya semua Dekat. Bedanya sifat mereka gak sama. Dio yang banyak tingkah. Haiden kalem banget sampai kadang bikin orang istighfar terus. Mana kalau jalan tebar pesona. Udah gak tinggi sok ganteng. Kasian kalau menurut Zai.

“Ini ceritanya Lo gak seneng jadi sahabat gue gitu? Kok Lo gitu sih sama gue? Kita itu berjuang dari kecil. Tumbuh besar bersama.” Ujar Dio yang hanya dibalas oleh gelengan dan helaan nafas dari teman-temannya.

“Dio dan ke dramaannya yang tidak dapat dipisahkan.” Gumam Billa.

Nabilla Gyusadir. Gadis rambut pirang asli karena keturunan. Gadis yang kalau sekali omong selalu menyentuh hati alias nyelekit. Billa ini banyak diam karena kadang gak paham apa yang temannya omongin. Gadis paling tinggi antara tiga sahabatnya serta suara emasnya.

“Gak kelar kalau Dio ngedrama mulu. Lo udah sana, biar yang lain gue urus.” Ujar Jenny.

Raya mengangguk. “Ya udah gue duluan.” Raya pergi setelah diangguki Jenny. Vian mengikutinya dari belakang.

“Udah Yo, dramanya di pending dulu. Kita ke kelas aja.” Zaidan merangkul pundak Dio dan menyeretnya menjauh dari Aiden. Berjalan di depan.

Di belakang Agam, Nabilla dan Jenny menggeleng kepala. Berjalan mengikuti dua sahabatnya. Aiden sedikit lega setelah Dio dilepaskan darinya. Ia juga mengikuti sahabat-sahabatnya dari belakang sesekali tebar pesona ke siswi-siswi SMA Wijayakusuma.

...۝

...

Soraya sekretaris OSIS dan Karvian adalah ketua OSIS. Mereka berdua sering sibuk mengurus tugas OSIS yang memang sudah tanggung jawab keduanya. Dan karena itu pula kadang keduanya jarang meluangkan waktu untuk kumpul-kumpul bersama teman-temannya.

Tepat hari ini hari Senin upacara akan sebentar lagi dilaksanakan. Raya menata balok nama kelas dengan teliti sesuai jarak yang sudah ditetapkan. Vian mengecek mik dan berbincang dengan anggota OSIS lainnya mengenai apel pagi ini.

Hari ini juga jadwal bagi anggota OSIS yang bertugas. Di SMA ini tugas upacara giliran per kelas sejak kelas 11 sampai 12. Sebagai ketua OSIS, Vian yang akan menjadi pemimpin barisan. Sedangkan Soraya ia bebas dalam bentuk ia menjaga di belakang barisan.

Beberapa siswa siswi sudah ada yang berdatangan dan baris dikelas masing-masing. Zaidan, Aiden dan yang lainnya pun juga sudah keluar kelas dan berbaris dikelas masing-masing. Btw, kelas mereka berbeda. Zaidan, Jenny, Agam dan Dio kelas 12 IPA-3. Nabilla dan Haiden kelas 12 IPA-2 sedangkan Soraya dan Karvian 12 IPA-1.

Waktu sudah menunjukkan setengah delapan tepat. Para guru dan murid pun sudah berbaris rapi di barisan masing-masing. Para petugas upacara juga sudah siap di tempat masing-masing.

Vian berdiri berjejeran pada petugas upacara –pembawa upacara, pembawa bendera, pembawa undang-undang dan pembawa doa. Menunggu instruksi dari pembawa upacara.

“Pemimpin upacara memasuki lapangan upacara.” Emma, pembawa upacara kali ini. Ia bendara OSIS 1 dan sekelas dengan Raya serta Vian juga.

Vian berjalan tegak ke tengah lapangan. Berhenti tepat di depan podium yang masih kosong. Membelakangi podium dan menghadap pada barisan teman-temannya. Menunggu instruksi selanjutnya.

“Penghormatan peserta upacara kepada Pemimpin Upacara dipimpin oleh Pemimpin Barisan yang paling kanan.”

Bara, yang menjadi pemimpin barisan arah kanan. “KEPADA PEMIMPIN UPACARA! HORMAT.... GRAK!”

Vian membalas hormat setelahnya. Dan menurunkan kembali.

“TEGAK.... GRAK!”

“Laporan pemimpin barisan kepada Pemimpin Upacara.”

Pemimpin barisan setiap perdua kelas melangkah mantap ke arah Vian. Berhenti dan menyesuaikan barisan. Melaporkan setiap kelas sudah siap kepada pemimpin upacara. Saat sudah diangguki serta dibalas oleh Vian. Pemimpin barisan kembali pada tempatnya.

Berbalik menghadap podium yang masih kosong sampai instruksi pembawa upacara kembali bersuara untuk pembina upacara yang diarahkan pada kepala sekolah untuk berdiri pada podium.

“KEPADA PEMBINA UPACARA! HORMAT...... GRAK!” Serentak semuanya hormat sampai kepala sekolah menurunkan terlebih dahulu.

“TEGAK.... GRAK!”

Maju beberapa langkah, Vian melakukan laporan kepada pembina upacara.

“Ya laksanakan!” Balas kepala sekolah SMA Wijayakusuma.

“Siap laksanakan!” Vian mundur dan berhenti di tempat semula.

Emma melanjutkan rentetan kegiatan. Pembawa bendera. Nyanyian lagu Indonesia raya. Membaca teks Pancasila serta undang-undang dasar. Sampai di mana yang ditunggu-tunggu para seluruh siswa siswi, yaitu amanat upacara.

Pidato sang pembina upacara memang hal yang paling dibenci seluruh siswa-siswi tetapi kali ini mereka menunggu akan hal itu. Karena sebelum upacara dilaksanakan tadi, sebuah pengumuman aneh dan pagar sekolah yang masih terbuka.

Vian berdiri tegak menjulang menghadap sang kepala sekolah tanpa merasa kepanasan atau kegerahan sama sekali. Sedangkan Soraya di belakang hanya diam menatap punggung-punggung teman-temannya. Ia tidak sendiri, di belakang bersama para anak ekstrakurikuler PMR serta teman se-organisasi. Olivia, Ana serta Hasna.

“Kali ini bapak sertakan informasi penting untuk kalian semua yang hadir di lapangan upacara ini. Kalian pasti tahu SMA Rajawali bukan? Sekolah kedua atau cabang Wijayakusuma. Karena ada hal kondusif pada sekolah mereka, anak-anak kelas 12 SMA Rajawali dipindahkan sementara di sekolah kita.”

“WHAT THE F—“ Umpat Tertahan Zaidan.

“Hanya kelas 12 saja. Dan bagi anak kelas 12 di sekolah ini dimohon untuk berbagi fasilitas untuk anak SMA Rajawali. Untuk kelas tenang saja kelas kalian tetap sama. Karena di sisi depan gedung murid 12 kosong, Bapak gunakan untuk anak SMA Rajawali. Bapak mohon untuk kalian semua, bukan hanya murid 12 tapi 11 dan 10 untuk menerima kakak kelas kalian teman kalian. Mengerti?”

Tidak ada yang menjawab atas pertanyaan kepala sekolah SMA Wijayakusuma. Sebagai anak SMA Wijayakusuma, mereka sangat membenci anak Rajawali. Sifat, watak serta orang-orangnya.

Wijayakusuma dan Rajawali adalah sekolah favorit. Sekolah elite dan sama-sama memecahkan rekor terbaik. Kedua sekolah itu pun juga ber kakak adik. Bentuk logo sekolah mereka saja sama, seragam dan semuanya sama. Tetapi siswa-siswanya tidak sama. Murid kedua sekolah itu bertentangan. Bermusuhan. Meskipun benar ada masalah atau tidak keduanya tetap musuh.

Para murid mendesah kecewa serta pasrah. Lebih tepatnya bagi anak yang dijuluki Spooky –Soraya end the geng. Vian hanya dapat memendam amarah saat matanya tidak sengaja bertatapan dengan sang musuh.

Pak Arya selaku kepala sekolah SMA Wijayakusuma tersenyum pada murid anak Rajawali yang sudah datang. “Tolong para OSIS yang di belakang atur barisan teman kalian.” Ucap Pak Arya.

Raya dan teman-temannya merotasikan bola matanya. Mendesah pasrah. Mereka mengatur barisan para anak Rajawali. Raya di depan mengatur setiap jarak per kelas serta berteriak untuk baris sesuai kelas. Sialnya, sekolah mereka saat upacara barisan paling depan diisi para laki-laki dan di belakang perempuan.

“12 IPA 1!” Teriak Raya dengan wajah datar. Menatap tajam seseorang yang akan baris paling depan. “Baris yang bener bisa gak?!” Kata Raya ketus.

“Cih! Sok pinter Lo!” Desis Reza. Menatap malas musuhnya. Reza Raditya Prayoga.

Raya tidak mengindahkan ucapan Reza melaksanakan tugasnya mengatur barisan. Setelah selesai, ia kembali ke belakang dan mengatur emosinya.

“Anjir! Kalau gini caranya ya gue olahraga mulut muluk.” Ujar Jenny. Diangguki oleh Zai yang berdiri di sebelahnya.

“Gedek gue. Liat noh kumpulan anak Mak lampir, sok cantik anjir! Jijik gue.” Zai menatap jijik ke arah barisan anak sebelah. Karena ia baris paling belakang.

Setelah acara Pak Arya yang mengumumkan hal sesuatu. Upacara dilaksanakan kembali sampai selesai tanpa kendali.

Dan sekarang para murid-murid sudah kembali ke kelas masing-masing. Meskipun ada yang pergi ke kantin. Lapangan masih ramai diisi oleh para anggota OSIS yang membereskan peralatan yang digunakan untuk upacara tadi. Serta Agam, Aiden, Dio, Bila, Zai dan Jenny yang membatu mereka.

Saat sedang asik melakukan kegiatan masing-masing, orang yang tak diundang datang bersama antek-anteknya.

“Gak nyangka sekarang kita bakal sering ketemu di sekolah.” Celetuk Kris. Kris Agastya Pamurya.

Anak OSIS hanya membiarkan mereka tanpa berniat membalas.

Al dan Nathan tertawa tiba-tiba, “Anjir! Gue baru tau anak OSIS sini pada bisu semua.” Seru Aldeo. Aldeo Reicholas.

Diangguki oleh Nathan dengan tawanya yang masih terdengar. “Wis! Sante dong matanya, nanti keluar gue gak mau donorin mata gue.” Nathan melirik sebentar kepada Zai. Nathan Angga Hasibuan.

“Lo laki tapi mulut kayak perempuan.” Cetus Jenny. Tidak tahan berada di area ini. Untung hanya mereka berempat tidak ada si Mak lampir.

Kris meludah ke arah kiri, “Anjing! Mulut Lo belum pernah di semen hah?!”

Bila tertawa, “Semen dulu mulut Lo sebelum nyuruh orang, bre.” Balas Bila santai.

“Cih! Murid teladan tapi rambut semiran.” Ledek Al.

“INI ASLI GOBLOK!” Bila memang sensitif jika ada seseorang yang mengira ia semiran rambut.

“Udah lah, yok pergi dari sini. Gak guna juga ngeladenin anjing pada bergong-gong.” Ujar Zai merangkul pundak Bila meninggalkan area lapangan.

Kris ingin mengejar Zai dan Bila karena emosi disamakan oleh anjing tetapi ditahan oleh Reza yang sedari tadi diam menatap gadis yang tetap tenang melakukan tugasnya.

Reza mendekat ingin menghampiri Raya yang tetap tenang. Tapi langkahnya terhenti saat ia dihadang oleh Vian. Sudah bilang bukan, mereka musuh dan tetap akan menjadi musuh selamanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!