Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.
Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.
Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.
Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.
Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Simpanan Om-om
Ala meletakkan kresek berisi aneka kue yang tadi dia beli sepulang bekerja. Lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur nomor satu itu. Lebar dan nyaman karena hanya Ala sendiri di dalam kost. Dia nggak mau kalau kost bareng teman. Lebih nyaman sendiri dan bebas mau ngapain aja. Dulu dia pernah ngontrak bareng teman kerja tapi nggak enak, mau ngapain nggak bebas mau males-malesan pun nanti dibilang nggak mau beres-beres. Itu dulu saat Ala bekerja dipabrik makanan.
Sekarang Ala pindah dan pekerjaan sudah enak. Tempat tinggal nyaman, cukup luas dan bebas mau apa aja. Mau punya makanan banyak, mau tidur larut malam, mau males-malesan, mau jungkir balik juga nggak ada yang ngomong dibelakang. Ngaduin ke kakaknya. Dulu yang tinggal bareng Ala ini anak mamah. Jadi apapun yang Ala lakukan selalu diadukan kepada kakaknya.
Ala selalu salah kalau nyuruh bersih-bersih. Anaknya pemalas nggak mau gantian beres-beres kontrakan dan lagi banyak aturan berasa hidup Ala numpang aja. Padahal ya bayar patungan. Jadi itu buat pengalaman aja kalau belum nikah dan hidup diperantauan mending tinggal sendiri.
Ketika mata ingin terpejam, bunyi cacing yang ada diperut mengganggu ketentraman. Bersama dengan itu suara ketukan terdengar. Ala menghela napas panjang, melangkah dengan gontai untuk membuka pintu.
"Ngapain lo?" tanya Ala. Tatapannya tertuju pada apa yang Laras bawa.
Meski usianya dua tahun lebih tua dari Ala, gadis itu nggak memanggil kakak atau teteh karena permintaan Laras. Supaya lebih akrab aja.
Laras nyengir dan langsung nyelonong masuk.
"Numpang mandi. Gue lupa nggak bawa kunci terus lakik gue masuk pagi," jelas Laras tapi belum di jawab sama Ala, dua udah masuk aja ke kamar mandi.
Laras lupa semalam nggak bawa kunci cadangan. Beruntung ada jemuran baju yang belum di angkat dan juga handuk. Jadi Laras nggak perlu bingung. Sampai di kontrakan dia langsung ambil pakaian ganti dan handuk milikya. Terus berjalan menuju kost Ala yang kebetulan tidak terlalu jauh dari kontrakannya. Soal peralatan mandi, ditas Laras sudah lengkap. Apalagi kalau shift malam sudah mirip kantong Doraemon.
Ala menghela napas panjang. Memilih menyalakan teko listrik untuk membuat kopi. Mau tidur langsung ya susah jadi mending segerin badan dulu. Habis sarapan mau mandi biar nggak lepek. Kalau perut sudah kenyang pasti kedua netra menginginkan untuk terpejam.
"Kopi apa susu?" tanya Ala ketika Laras sudah selesai mandi.
"Wuih adik yang baik." Laras menepuk pundak Ala tiga kali. "Kopi susu ada nggak sih? Gue pengen!" jawab Laras.
"Ambil dilemari!" Ala menunjuk ke arah lemari kecil yang dia gunakan untuk stok kopi, susu, teh, mie dan cemilan lain.
Sementara kulkas minuman dingin dan makanan yang harus disimpan di kulkas. Ada Frozen food juga beberapa sayuran karena Ala kadang juga masak kalau lagi nggak males. Soalnya dapur diluar. Maklum lah namanya juga kamar kost jadi nggak ada dapur di dalam. Kadang ya nyuruh Laras buat masakin nanti dia tinggal makan aja.
"Banyak stoknya, abis belanja ya lo?" Laras menatap isi lemari Ala dengan binar. Bagaikan menemukan intan permata.
Laras mengambil kopi susu sachet dan beberapa camilan. Kalau sudah berada di tempat Ala sih bakal betah. Makanan banyak nggak perlu keluar buat cari.
"Iya kemarin gue beli online," jawab Ala. Dia membereskan kasur yang belum sempat dibereskan kemarin sambil menunggu air yang ada diteko mendidih.
"Banyak duit lo, jangan-jangan ... Lo simpenan om-om ya?" celetuk Laras.
Ala melempar bantal ke arah Laras, wanita berusia tiga puluh dua tahun itu pun berhasil menangkapnya. Dia tertawa puas kalau sudah isengin Ala.
"Sembarangan aja kalau ngomong! Untung di kontrakan bukan di pabrik! Kalau banyak yang dengar bisa bahaya! Fitnah namanya!" omel Ala. Rasanya mau kasih cabe mulut Laras yang bicara asal.
Suara teko yang menandakan air sudah mendidih membuat Ala berdiri. Dia mengambil sapu lidi khusus kasur dan memberikannya kepada Laras.
"Bantuin gue beres-beres jangan cuma nyomotin makanan aja!" ucapnya sambil berlalu mematikan teko listrik itu.
Laras pun melaksanakan perintah Ala, dia nggak tersinggung dan sudah biasa. Lagian Ala baik selalu memperbolehkan dia main ke tempatnya dan menghabiskan camilan Ala. Nggak pernah protes ataupun mengeluh kalau uang abis atau camilan abis.
Ya walaupun begitu kadang Laras juga suka traktir Ala kok. Kayak makan dipabrik pas Laras ada duit ya traktir. Sebagai bentuk terima kasihnya kepada Ala yang selalu baik. Laras akan bersikap baik sama orang yang memang baik padanya.
"Terus kalau bukan simpanan om-om, lo dapet duit darimana?" Laras masih penasaran aja, meski tanggal tua Ala masih bisa belanja.
"Gue belum nikah dan gue kerja kan buat diri gue sendiri. Ya paling ngasih orang tua aja," jelas Ala.
Tentu saja berbeda dengan Laras. Meski dia dan suaminya kerja tetap saja kalau tanggal tua ngenes. Jadi harus berhemat dan pintar-pintar ngatur keuangan. Apalagi kedua anak Laras ada di kampung dan setiap bulan mengirim uang untuk keperluan mereka.
"Iya juga sih, tapi lo nggak pernah bokek, woy. Gue pinjem selalu ada," kata Laras. Tetep aja dia curiga sama Ala.
Gaji sama kok tapi herannya Ala selalu bisa jajan, selalu bisa traktir Laras dan sekarang ini tanggal tua malah stok cemilan dan yang lainnya penuh. Siapa yang nggak curiga coba kalau kayak gitu. Bisa aja kan Ala jadi simpenan om-om buat tambah uang jajan. Buktinya sampai sekarang Ala males buka hati sama laki-laki lain.
Ala menghela napas panjang, meletakkan dua cangkir kopi di meja lipatnya. Lalu membuka aneka macam kue yang tadi dibelinya. Memindahkan dari plastik ke piring supaya lebih mudah mengambilnya.
Bidik kamera, hasil bagus dan siap untuk jadi story pagi ini.
Ala melirik Laras yang lagi nyapu kamar kostnya itu. Membiarkan wanita itu dengan pemikiran tentangnya yang negatif.
[Habis ngalong jangan lupa sarapan!]
Ala menulis caption pada foto yang tadi diunggahnya di semua akun sosial medianya.
"Udah negatif thinking nya?" tanya Ala ketika Laras duduk dengan netra yang menatap Ala penuh selidik.
"Ngaku nggak lo? Kalau jadi simpenan om-om gue juga mau, capek kerja tuh!" ujar Laras asal.
Ala menoyor kepala Laras, membuat wanita berambut kecoklatan itu mengerucutkan bibirnya.
"Kalau ngomong asal aja! Gue punya kerjaan sampingan. Makanya gue nggak pernah kehabisan duit. Lo gila aja mikir gue jadi simpanan om-om!" Ala gemas aja sama Laras yang mikirnya jauh banget.
Nggak tahu saja kalau Ala ini seorang ...
"Usaha? Usaha apa?" tanya Laras antusias.
"Ada deh, lo nggak bakal bisa ikut pokoknya. Usaha ini pake otak dan otak lo itu kosong. Mending cari om-om sana!" ledek Ala.
Laras berdecak kesal, "Pelit banget sama sahabat!" protesnya.
Ala terkekeh, "Gue nulis novel online. Dari situ gue dapet gaji, tapi harus butuh perjuangan ya nggak bisa instan. Semua butuh prosesnya," jelas Ala.
Setiap orang mengira nulis novel itu mudah. Tinggal mengkhayal aja jadi. Semua orang bisa nulis, tapi nggak semua orang bisa jadi penulis. Apalagi yang bilangnya suka nulis novel dan ikutan terjun ke dunia literasi hanya demi cuan.
Sepi like, sepi pembaca dan sepi yang berkomentar, langsung malas untuk melanjutkan. Lalu uang yang di dapat nggak sebanding dengan otak yang lelah dan langsung down. Nggak mau nulis lagi.
Berbeda dengan orang yang benar-benar hobi nulis. Apapun halangan dan rintangannya akan tetap dilalui sampai dia memetik hasil dari perjuangannya tersebut.
"Gue kira jualan online. Kalau nulis novel gue nggak bisa. Eh serius lo nulis novel?" Laras masih nggak percaya kalau Ala seorang penulis.
Laras hanya tahu kalau Ala suka baca novel dan tertarik di dunia kepenulisan aja, tapi nggak tahu kalau Ala ini seorang penulis novel online.
"Iya, download aja noveltoon. Cari aja Abriela Kareen, nanti ketemu deh novel yang gue tulis di sana," jelas Ala sambil menunjukkan aplikasi yang membuat dia bisa menghasilkan uang untuk jajan.
Laras mengangguk lalu nyengir. Merasa bersalah udah nuduh Ala jadi simpanan om-om.
"Lo hebat, La!" Laras mengacungkan kedua jempolnya.
"Hem, tadi aja nuduh gue yang enggak-enggak. Lo pikir gue mau gitu jalan sama orang yang usianya lebih tua?" Membayangkannya saja Ala bergidik ngeri.
"Ya kali aja, habis lo tuh aneh banget deh. Banyak yang deketin tapi lo biasa aja. Tipe lo kayak apa sih? Apa lo belum bisa move on dari masa lalu? Lo pernah ngapain aja emang? Sampai segitunya lo nutup hati lo buat orang baru!" Laras terus nerocos.
Ala menyeruput kopinya dan mengambil kue lapis kesukaannya itu.
"Satu-satu kalau nanya, bingung jawabnya. Intinya gue lagi mau fokus cari duit. Nggak mau ngurus cinta-cintaan!" ujar Ala.
Padahal dia trauma untuk jatuh cinta kembali. Banyak hal yang tidak bisa dia ceritakan kepada siapapun meski sangat dekat dengannya.
Kisah cinta Ala di masa lalu tidak akan pernah bisa Ala lupakan sampai kapanpun. Ala bagaikan terjebak dalam labirin kepedihan yang kelam. Setiap detik yang berlalu, ia seakan terkurung dalam penjara masa lalu yang indah dan juga menyakitkan.
Entahlah sampai saat ini nama Briliand Lie yang menjadi pemenangnya. Brian telah menggembok hati Ala. Kuncinya dia bawa dan belum dikembalikan sampai saat ini. Itu kenapa Ala jadi susah buka hati untuk orang baru.
Rasanya Ala seperti kehilangan separuh jiwanya ketika harus memilih pergi meninggalkan Brian. Ibaratnya Brian dan Ala itu seperti sepasang sepatu yang selalu berjalan beriringan. Jika satunya hilang maka tidak bergunalah sepatu tersebut.
Jika Ala jantung maka Brian detaknya. Jadi mana mungkin bisa hidup jika jantung tanpa detak?
Berjuang mati-matian untuk lupa dan menyembuhkan luka nyatanya tidak membuat Ala baik-baik saja. Bayangan Brian seolah terus mengikutinya sampai saat ini. Empat belas tahun sudah Ala bersembunyi dari siapapun yang ada pada masa lalunya. Teman, sahabat dan juga ... Brian.
"Buka hati lo, kalau masih dengan masa lalu, buka mata lebar-lebar! Dia nggak akan pernah cariin lo bahkan inget sama lo! Dia bahagia tanpa lo sementara lo disini rapuh tanpa dia!"
Ala menatap cangkir yang hanya menyisakan ampas kopi hitam. Ucapan Laras mampu membuat Ala tersadar. Memang benar jika Brian sudah bahagia tanpa Ala, sementara Ala sendiri masih bertahan dengan rasa yang sama seperti empat belas tahun yang lalu.
Bisakah Ala membuka hatinya setelah ini? Atau masih berharap jika Briannya kembali dan merajut kisah yang dulu sempat hilang.
Bersambung....
Bagaimana kisah ini menurut kalian? Jangan lupa tinggalkan jejak yaaa supaya othor lebih semangat nulisnya.
cintanya mas bri udah stuk di kamu
semangat kakak,