Celsi harus menjalankan misi yang mengharuskannya berhadapan dengan pria berhati iblis—gelap seperti malam dan dingin bak es. Namun, semakin jauh langkahnya, ia terseret dalam pusaran dilema antara sang protagonis yang menarik perhatian dan sang antagonis yang selalu bermain cantik dalam kepalsuan. Terjebak dalam permainan yang berbahaya, Celsi mulai kehilangan kendali atas pilihannya, dan kenyataan semakin buram di tengah kebohongan dan hasrat tersembunyi
#rekomendasi viral
#kamu adalah milikku!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwika Suci Tifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Awal
Di ruangan yang penuh warna mencolok hingga menyakitkan mata, terlihat seorang perempuan tertidur terlentang sambil membaca novel yang ditemukan di kolong jembatan.
Nama gadis itu adalah Celsi Kielh, yang kini beranjak 20 tahun. Namun, kehidupan sehari-harinya hanya dihabiskan dengan berbaring sambil membaca novel dan berkhayal menikahi pria tampan kaya raya sehingga ia tidak perlu repot-repot lagi mencari uang di masa depan.
Anehnya, Celsi memilih jurusan psikologi. Sebenarnya, niat awalnya hanya untuk bertemu dengan seorang psikopat yang pada akhirnya akan mencintainya, seperti di dalam novel-novel yang sering ia baca. Namun, sampai sekarang ia belum bertemu psikopat itu, yang ada hanya stres dengan pelajaran.
Akhirnya, Celsi menyesali keputusan untuk mengambil jurusan itu dalam hidupnya. Bukan Celsi yang mendapatkan ilmu, melainkan dia yang merasa harus berjuang untuk "mengatasi psikologinya" sendiri.
Kembali ke Celsi, kini ia memecahkan keheningan di kamar yang luas namun terasa sempit karena penuh dengan warna dan barang-barang di sekitarnya.
"Apa-apaan ini, ceritanya pemeran utama pria berhati dingin banget. Biasanya, di novel-novel, pria kejam bisa diluluhkan sama pemeran utama wanitanya. Lah, ini pemeran wanitanya malah dibunuh karena bosan, keterlaluan banget!" ucap Celsi dengan kesal.
Celsi terus berkomentar tanpa sadar bahwa kamarnya kini mulai bercahaya, karena pandangannya hanya tertuju pada sampul novel yang bergambar bunga mawar hitam dengan latar belakang gelap. Hingga akhirnya, cahaya itu semakin terang dan menutupi pandangannya, barulah Celsi menyadari keanehan tersebut.
"Ada apa ini?" tanyanya sambil menutup mata.
Setelah beberapa menit, Celsi membuka matanya. Namun, anehnya, ia hanya melihat warna putih tanpa ujung di sekelilingnya.
"Gue di mana ini?"
"Mimpi kah ini?"
"Ada ujungnya atau nggak, sih?"
Celsi terus berbicara sendiri sampai akhirnya berhenti setelah melihat robot seperti yang ada di film Boboiboy.
"Selamat datang di Pintu Sistem. Perkenalkan, saya adalah Sistem Keseratus di novel Black Love."
Celsi menatap robot di depannya dengan bingung.
"Maksudnya apa?" tanyanya.
"Tuan, jangan sok Inggris, nilai saja buruk tapi bangga," jawab robot itu.
Celsi merasakan jantungnya seolah tertusuk.
"Lalu, apa maksudnya ini?" tanya Celsi lagi.
"Anda akan menjalani misi di novel Black Love dan menjadi orang keseratus yang menjalankan misi ini."
"Maksudnya, kenapa gue bisa ada di sini?"
"Karena Anda mengomentari jalan cerita novel Black Love. Itu berarti Anda tidak setuju dengan jalan ceritanya dan diberi kesempatan untuk mengubahnya."
"Serius, gue?" Celsi menunjuk dirinya sendiri.
"Ya, tentu saja. Siapa lagi yang ada di depan saya?"
"Lalu, bagaimana dengan orang-orang sebelum gue?" tanya Celsi lagi.
"Novel yang Anda baca itu sudah diubah oleh pemain sebelumnya."
"Lah, payah banget. Sudah tahu jalan ceritanya masih saja meninggal."
Sistem hanya menggelengkan kepalanya saat tuannya meremehkan misi ini.
"Tuan, jangan menyesal setelah tahu rumitnya cerita novel Black Love ini, dan jangan sampai termakan omongan sendiri."
"Enteng, tuh. Terus, gue masuk ke tubuh siapa?"
"Saya bukan Tuhan yang bisa memindahkan jiwa seseorang. Saya hanya bisa membawa tubuh Anda sendiri ke dalam novel Black Love. Soal yang lain, itu urusan atasan saya."
Celsi membelalakkan matanya.
"Tunggu dulu, kalau saya terbunuh, berarti mati beneran, dong?"
"Benar, Tuan, jadi jangan anggap remeh masalah ini."
Celsi melotot. "Ogah, nggak mau gue jalanin misi ini!"
Celsi berlari menjauh dari robot itu.
Sistem menatap sedih pada tuannya, lalu cahaya putih kembali menerangi ruangan, membuatnya semakin terang.
"Apa lagi ini?" teriak Celsi sambil menutup mata karena silau.
Untuk kedua kalinya, Celsi membuka mata dan mendapati dirinya berada di ruangan yang bernuansa hijau dan biru.
Celsi memandang sekeliling sampai akhirnya menatap foto keluarga yang ada namanya.
Celsi kembali terkejut saat membaca setiap nama yang ada pada foto itu.
"Serius, gue benar-benar ada di dunia novel dan parahnya gue jadi pemeran utama wanita yang akhirnya mati?"
Celsi panik sendiri, karena cerita ini sudah kejam sejak awal meskipun akhirnya tidak terlalu kejam.
"Sistem laknat ini di mana, sih? Gue nggak terlalu tahu jalan ceritanya, kalau salah langkah gimana?" ocehannya dengan kesal.
"Halo, Tuan."
"Anjir!" Celsi terkejut saat tiba-tiba sistem muncul tepat di depannya.
"Maaf, Tuan."
"Bisa nggak kalau datang jangan tepat di depan gue, tapi dari belakang?" omel Celsi sambil memukul kepala robot itu.
"Baik, Tuan. Lain kali saya akan datang dari belakang."
"Oh ya, kalau boleh tahu, sekarang kita berada di bab berapa?"
"Tuan bodoh, kalau bertanya soal bab, Tuan tidak akan berada di kamar nyaman ini, tapi sudah berada di ruangan penyiksaan."
Sistem meragukan apakah tuannya bisa menyelesaikan misi ini atau tidak.
"Jangan ngegas, dong, Sistem laknat. Gue kan cuma ingat bab terakhirnya doang," ujar Celsi.
"Baiklah, cerita belum dimulai. Nanti malam baru dimulai."
"Oh, begitu. Terus, apa yang terjadi di bab 1? Gue lupa."
"Kesempatan Tuan bertanya hanya sekali, apakah yakin ingin membukanya sekarang?
"Yakinlah. Untuk apa bab lainnya kalau bab satu saja gue lupa."
"Baik, Sistem sedang memproses."
Setelah beberapa lama, akhirnya bab 1 terbuka.
--
Bab 1
Dimalam yang gelap suara Peluru memecahkan keheningan yang tergantikan dengan suara tangisan pilu yang menyayat hati bagi yang mendengarnya, kecuali orang yang menyebabkan ini semua.
Kehangatan keluarga yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu berubah saat pria kekar dengan pakaian serba hitam mendobrak pintu yang berlapis emas hingga hancur seketika, bisa dibayangkan betapa besarnya tenaga pria itu.
"Dor...."
Suara tembakan itu membuat semua penghuni Mansion ketakutan.
"Aaah...."
"Dor...."
"Dor...."
Lagi dan lagi suara memilukan terdengar berirama. Ditambah jerit tangis dan teriakan memilukan mengalun merdu bak suara melodi.
Lantai yang mula bewarna putih kini telah berganti warna menjadi warna merah darah dan genangan darah bercucuran di mana-mana.
Terlihat seorang gadis kecil tergeletak layu melihat pandangan mengerikan itu ditambah jeritan dan tawa menggelegar memenuhi mansion.
Badan gadis itu seolah tidak bertenaga lagi untuk menghindar atau lari dari peristiwa itu.
Air mata terus bercucuran membasahi pipi chubby gadis cantik itu, Isak tangis terdengar dari gadis cantik itu yang bernama Laura Kielh yang kini beranjak berumur 18 tahun.
" TIDAK....."
"Mommy"
Suara keras namun serak merdu keluar dari bibir indah Laura saat mommy diperkosa dan disiksa tepat didepannya. Belum sempat kakinya berdiri untuk membantu mommy, namun tangan kekar nan berurat memeluk pinggangnya dengan tidak berperasaan.
Laura menoleh kesamping melihat siapa orang yang memeluknya dengan tidak berperasaan itu, tatapannya bertemu dengan pria yang menatapnya tajam tanpa sadar tatapannya terkunci seolah ada lubang gelap yang menghisap sehingga tidak bisa teralihkan ke yang lain.
" Don't bother"
Hingga akhirnya Laura tersadar saat mendengar suara berat nan dingin dari pria itu. Yang menarik tengkuknya dengan kasar dimana mommy berada.
" Hiks.... mommy"
Laura meronta-ronta untuk melepaskan diri dari pria itu namun sialnya tenaganya tidak cukup kuat untuk menandingi kekuatan lelaki itu.
" Please jangan lakukan ini" mohon Laura pada orang-orang yang melakukan itu dengan Isak tangisnya.
Laura menutup matanya tidak sanggup melihat pemandangan itu.
" Kielh penyambutannya gimana? Tanya pria itu dengan seringainya.
Namun Khiel tidak bisa menjawab karena bibirnya sudah robek dan lidahnya sudah sudah tidak ada lagi ditempat. Hanya derai air mata yang membasahi pipinya.
"Speak up Kielh" ejek pri itu lagi yang masih memeluk Laura yang kini tengkuknya diarahkan kepada Khiel.
"Explain to me why hiks.....?" Tanya Laura yang terus berusaha melepaskan diri dari pria bejat yang di yakini dalang dari semua ini.
Pria itu bernama Xavier Magath dalang dari semua yang terjadi saat ini.
Xavier memutar tubuh Laura hingga berhadapan dengannya. Tersenyum srimk dengan tatapan tajam menatap Laura penuh kebencian.
" Tanya ke papi Lo, karena semua apa yang terjadi pasti ada sebab dan akibatnya bukan"
Xavier menatap penuh kebencian pada Kiehl. Karena keserakahan Khiel hidupnya menjadi gelap. Diusianya ke 10 tahun Xavier harus melihat kejadian yang sungguh kejam dan juga penderitaan itu semua ulah dari Khiel.
Sejak kejadian itu Xavier hidup di jalanan dengan siksaan yang didapat dari orang-orang dan akhirnya Xavier diadopsi oleh seorang pria yang berkata akan merubah hidupnya.
Dan akhirnya Xavier tau apa arti kata 'merubah hidupnya' setelah tinggal dengan pria itu. Hidupnya tambah gelap dengan pelatihan-pelatihan yang sangat tidak manusiawi. Ditambah pelecehan pria itu, namun Xavier bertahan sampai bisa membalaskan dendam ya.
Hingga akhirnya Xavier bisa membalaskan dendam ya dan terlepas dari siksaan dan pelecehan pria tua itu.
Xavier kembali menatap Khiel dengan pandangan dingin. Srimks kembali terukir di bibirnya.
" Jangan sampai mati sebelum tubuhnya masih berbentuk setelah itu bereskan sampai ke akar-akarnya"
" Baik tuan"
" Jangan hiks..." Mohon Laura dengan pandangan berkaca-kaca.
"Help yourself" bisik Xavier lalu membius Laura setelah itu membopong tubuh Laura menuju mansion ya.
...
Setelah membaca ulang bab 1 , Celsi menelan ludahnya susah payah.
" Anjir gitu banget"
Setelah membaca ulang Bab 1, Celsi menelan ludah dengan susah payah.
"Serius, gila banget," gumamnya.
Celsi bergidik ngeri setelah membaca ulang Bab 1.
Itu berarti malam ini tragedi tersebut akan terjadi. Celsi harus menghindarinya dengan melarikan diri atau kabur dari mansion ini dan menghindari pria bernama Xavier itu.
Celsi menatap sekitarnya, tetapi Sistem sudah tidak ada lagi di kamarnya. Celsi menghembuskan napas panjang dan mengepalkan tangan ke atas untuk memulai misinya.
"Baiklah, mari kita mulai," gumam Celsi.