Di tahun 70-an, kota ini penuh dengan kejahatan yang berkembang seperti lumut di sudut-sudut gedung tua. Di tengah semua kekacauan, ada sebuah perusahaan detektif swasta kecil tapi terkenal, "Red-Eye Detective Agency," yang dipimpin oleh Bagas Pratama — seorang jenius yang jarang bicara, namun sekali bicara, pasti menampar logika orang yang mendengarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Dengan bukti-bukti yang telah mereka serahkan kepada polisi, Bagas dan Siti merasa lega, meski perasaan was-was masih meliputi mereka. Namun, harapan bahwa keadilan akan segera ditegakkan terguncang ketika mereka menerima kabar bahwa Adrian, atau Sang Bayang, berhasil menghindari penangkapan. Pengaruh dan kekuasaan Adrian yang luas telah mempersulit polisi untuk menangkapnya.
Siti, yang mendengar kabar itu dari teman mereka di kepolisian, langsung menatap Bagas dengan wajah penuh kecemasan. “Pak, jika Adrian masih bebas, artinya kita dalam bahaya. Dia tahu kita adalah ancaman terbesar baginya.”
Bagas mengangguk, mencoba tetap tenang. “Aku sudah menduga ini takkan mudah. Adrian punya banyak sekutu dan pengaruh. Tapi kita tidak akan menyerah sekarang. Kita harus membuat langkah lebih besar agar publik tahu kebenarannya.”
---
Sang Bayang Muncul Kembali
Keesokan harinya, sebuah pesan singkat tanpa nama muncul di ponsel Siti. Pesan itu berbunyi: "Kalian ingin bertemu? Mari selesaikan ini. Datang ke alamat yang kusertakan, dan kita bicarakan semuanya tanpa ada yang perlu mati."
Bagas membaca pesan itu dengan seksama, wajahnya mengeras. “Ini jelas jebakan. Tapi mungkin ini juga kesempatan kita untuk menghadapinya secara langsung.”
Siti menggigit bibirnya, tahu betapa berisikonya pertemuan itu. “Pak, kalau kita pergi, kita harus memastikan kita punya rencana cadangan. Adrian tidak akan bermain bersih.”
Bagas mengangguk, dan keduanya segera menyusun rencana detail. Mereka memutuskan untuk memanfaatkan jaringan komunikasi rahasia dan peralatan pengintai yang sebelumnya mereka simpan, memastikan bahwa apa pun yang terjadi, mereka bisa melacak setiap gerakan Adrian.
---
Menuju Tempat Pertemuan
Tempat yang disebutkan dalam pesan itu adalah sebuah pabrik tua di tepi kota, bangunan yang tampak sepi dan dikelilingi oleh pepohonan lebat. Ketika mereka tiba, suasana sunyi menambah ketegangan di udara. Tidak ada satu orang pun di sekitar pabrik, namun mereka bisa merasakan kehadiran bayang-bayang yang mengintai.
Mereka memasuki pabrik dengan hati-hati, setiap langkah terasa berat, seolah-olah setiap sudut bisa menjadi jebakan. Di tengah ruangan, Adrian sudah menunggu, berdiri sendirian dengan senyum penuh perhitungan.
“Bagas, Siti… akhirnya kalian datang,” ucap Adrian dengan nada dingin. “Kalian sudah cukup mengganggu bisnis saya. Bukankah lebih baik kita selesaikan ini?”
Bagas menatap Adrian dengan tenang. “Sudah terlambat untuk berdamai, Adrian. Semua bukti sudah kami serahkan pada pihak berwenang. Tidak ada jalan keluar bagi Bayangan.”
Adrian tertawa kecil, lalu mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan menunjukkan sebuah rekaman video. Di layar, terlihat beberapa teman dekat Bagas dan Siti, bahkan keluarga mereka, sedang dibuntuti oleh pria-pria yang tak dikenal.
“Saya tidak berpikir kalian menginginkan mereka celaka, bukan?” kata Adrian sambil menyeringai.
Siti merasakan darahnya mendidih, namun ia tetap tenang. “Jika kau menyakiti mereka, itu hanya akan membuatmu semakin terkunci. Semua orang akan tahu siapa kau sebenarnya.”
Adrian mendekat, nada suaranya tetap tenang namun penuh ancaman. “Kalian tidak tahu siapa yang sedang kalian hadapi. Kalian bisa menghancurkan saya, tapi kalian akan kehilangan semua yang kalian cintai.”
---
Serangan Balik
Sadar bahwa Adrian siap melancarkan serangan terakhir, Bagas dan Siti menggunakan sinyal darurat yang telah mereka persiapkan, memberi tanda pada polisi untuk datang. Namun, Adrian tampaknya telah menyiapkan segalanya dengan baik. Beberapa pria bayaran Adrian masuk ke dalam pabrik, mengepung Bagas dan Siti, membuat mereka tidak punya tempat untuk kabur.
“Ini akhir bagi kalian berdua,” ucap Adrian dengan nada puas. “Mungkin ini adalah pengingat bagi orang-orang lain yang mencoba melawan Bayangan.”
Bagas dan Siti berdiri bersebelahan, bersiap untuk bertarung. “Kalau begitu, kita selesaikan ini sekarang,” kata Bagas.
Pertarungan pun terjadi di tengah pabrik itu. Bagas dan Siti berusaha menghindari serangan para pria bayaran Adrian sambil melawan dengan sekuat tenaga. Meski kalah jumlah, mereka melawan dengan keberanian, mencoba bertahan hingga polisi datang. Namun, para penyerang semakin mendekat, dan tenaga mereka semakin menipis.
Di saat yang hampir putus asa, terdengar suara sirene polisi dari luar pabrik. Suara itu membuat para pria bayaran Adrian panik, dan beberapa dari mereka melarikan diri. Menyadari situasi yang berbalik, Adrian langsung berusaha kabur dari pintu belakang.
---
Pengejaran Terakhir
Bagas dan Siti tidak membiarkan Adrian lolos. Mereka mengejar Adrian melalui lorong-lorong gelap pabrik yang tampak seperti labirin. Adrian berlari dengan panik, menyadari bahwa semua rencana yang telah ia susun selama ini mulai runtuh.
Bagas berhasil menyusulnya di ujung lorong dan menghadang jalannya. “Berhenti, Adrian. Kau tidak bisa lari dari apa yang sudah kau lakukan,” ucap Bagas tegas.
Adrian terdiam sejenak, menatap Bagas dengan tatapan penuh kebencian. “Kau tidak mengerti, Bagas. Dunia ini tidak hitam-putih seperti yang kau pikirkan. Kadang, kita harus bermain di bayang-bayang untuk bertahan hidup.”
Bagas menatap Adrian dengan tatapan penuh kebencian. “Tidak ada yang benar dari apa yang kau lakukan. Bayangan seperti ini harus dihentikan, dan kau tahu itu.”
Sebelum Adrian bisa menjawab, polisi datang dan memborgol tangannya. Ia akhirnya ditangkap, dan perjuangan panjang Bagas dan Siti melawan Bayangan pun berakhir.
---
Akhir dari Sang Bayang
Pagi harinya, berita tentang penangkapan Adrian, atau Sang Bayang, memenuhi halaman depan surat kabar. Para anggota Bayangan yang masih tersisa ditangkap, dan jaringan Bayangan akhirnya runtuh sepenuhnya.
Bagas dan Siti menyaksikan berita itu dengan perasaan lega. Mereka tahu bahwa meski perjuangan ini mengorbankan banyak hal, mereka telah menyelamatkan kota dari ancaman besar yang telah lama mengintai di balik bayang-bayang.
Siti tersenyum kecil pada Bagas. “Pak, akhirnya kita berhasil. Ini benar-benar sudah berakhir.”
Bagas mengangguk, namun sorot matanya tetap serius. “Ya, untuk sekarang. Tapi ingat, Siti, bayang-bayang selalu ada. Akan ada ancaman baru, mungkin bukan sekarang, tapi di masa depan.”
---
Semangat.