Hampir separuh dari hidupnya Gisell habiskan hanya untuk mengejar cinta Rega. Namun, pria itu tak pernah membalas perasaan cintanya tersebut.
Gisell tak peduli dengan penolakan Rega, ia kekeh untuk terus dan terus mengejar pria itu.
Hingga sampai pada titik dimana Rega benar-benar membuatnya patah hati dan kecewa.
Sejak saat itu, Gisel menyerah pada cintanya dan memilih untuk membencinya.
Setelah rasa benci itu tercipta, takdir justru berkata lain, mereka di pertemukan kembali dalam sebuah ikatan suci.
"Jangan sok jadi pahlawan dengan menawarkan diri menjadi suamiku, karena aku nggak butuh!" ucap Gisel sengit
"Kalau kamu nggak suka, anggap aku melakukan ini untuk orang tua kita,"
Dugh! Gisel menendang tulang kering Rega hingga pria itu mengaduh, "Jangan harap dapat ucapan terima kasih dariku!" sentak Gisel.
"Sebegitu bencinya kamu sama abang?"
"Sangat!"
"Oke, sekarang giliran abang yang buat kamu cinta abang,"
"Dih, siang-siang mimpi!" Gisel mencebik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
"Kamu gimana sih, udah seminggu Gisel pulang. Tapi nggak ada kasih tahu aku!" ucap Amel kesal di tengah-tengah persiapannya untuk makan malam di kediaman Parvis.
"Maaf, sayang. Aku benar-benar lupa untuk memberitahumu. Bahkan aku saja belum bertemu dengan Gisell karena sibuk, anak itu juga langsung bekerja," David mencoba menenangkan sang istri.
"Tetap saja, kalian sekongkol kan merahsaiakan kepulangan Gisel. Emang nggak ada yang ngertiin perasaan aku! Bagaimanapun, aku masih ingin Gisell yang jadi menantu di rumah ini!"
David hanya bisa mengelus dadanya mendengar omelan Amel. Bagaimana kalau istrinya itu nanti tahu kalau Gisel akan menikah, tapi tidak dengan putra mereka. Pasti Amel akan sangat kecewa.
" Sayang, sebaiknya kamu jangan terlalu berharap. Kau ingat kan apa yang dulu terjadi? Mungkin Gisel yang sekarang tak lagi sama dengan Gisel kita yang dulu," ucap David hati-hati.
"Semuanya gara-gara Rega, dan kamu malah membairkannya. Awas saja kalau sampai Gisel udah punya pilihan lain!"
Lagi-lagi David hanya bisa menghela napasnya pasrah, entah apa yang akan terjadi saat makan makam nanti.
"Sudahlah, jangan marah-marah untuk sesuatu yang belum jelas. Lebih haik jita berangkat sekarang, Rega sudah menunggu di bawah," kata David. Karena jika di ladeni, kekesalan Amel bisa berbuntut panjang.
"Kamu pasti udah nggak sabar kan pengin ketemu Gisell, ayolah, sayang," bujuk David karena Amel masih bergeming dengan kekesalannya akibat tidak di beritahu lebih awal soal kepulangan Gisel.
"Tentu saja, diantara kita, aku paling merindukannya," ucap Amel. Dan David hanya mengiyakannya saja. Padahal di sini semua tahu siapa pemilik rindu terbesar sebenarnya.
.
.
.
Sementara di kediaman Parvis.
Persiapam untuk makan malam, malam ini sudah siap. Gisel yang kini mengenakan gaun berwarna peach dan membiarkan rambutnya tergerai itu sedang bermain dengan kedua keponakannya, Zea dan Zayn. Dua keponakannya tersebut seperti anak kembar karena hanya terpaut tepat satu tahun saja.
"Kakak ipar, bagaimana penampilanku malam ini?" tanya Gisell pada Senja yang melewatinya karena sibuk membantu mempersiapkan makan malam.
Senja berhenti lalu mengamati penamoikan Gisel dari atas sampai bawah, "Perfect! Kenapa sih? Tegang ya?" tanya Senja.
Gisel langsung menyangkal, "Enggaklah, cuma sedikit canggung aja, kan udah lama aku nggak ikut ngumpul bareng," ucapnya.
"Dan kali ini kita semua berkumpul untuk membahas kamu," kata Senja tersenyum.
Zayn yang dari tadi tidak melihat momminya, langsung merengek minta di gendong. Anak berusia dua setengah tahun itu terlihat sudah mengantuk. Senja langsung membawanya ke kamar.
Gisel melanjutkan bermain dengan Zea yang tengah asyik dengan mainan legonya.
Namun, saat Elang melintas, Zea langsung mencampakkan mainannya dan menghampiri daddinya.
" Kakak sih, pakai muncul segala. Jadi nggak mau kan Zea sama aku, ayo sayang main lagi!" bujuk Gisel karena kini balita berusia tiga setengah tahun itu sudah berada dalam gendongan Elang. Anak tersebut menggeleng, "Mau syama Daddy, aunty," ucapnya.
"Yah, aunty nggak ada teman bermain dong jadinya," Gisel pura-pura memasang wajah sedih. Namun tetap tak mempengaruhi pendirian Zea. Anak itu memang sangat dekat dengan daddinya. Apa-apa selalu daddinya.
"Itu sepertinya udah ada yang datang," ucap Elang pada Gisel.
Mereka pun keluar untuk ikut menyambut siapa yang datang. Rupanya keluarga David.
"Anak gadisku pulang, tapi nggak ada yang ngasih tahu aku! Kalian benar-benar!" omel Amel ketika Alex dan Anes menyambutnya. Bukan marah, tapi lebih kepada kecewa sebenarnya.
"Bukannya nggak mau kasih tahu, Mel. Belum sempat aja. Emang abang nggak bilang sama kamu? Aku kira abang udah..."
Belum juga Anes menyelesaikan kalimatnya. Amel sudah tak mempedulikannya, ia langsung memeluk Gisell saat melihat gadis itu keluar bersama Elang dan Zea.
"Mama, apa kabar?" tanya Gisell setelah pekukan mereka terurai.
"Mama baik, sayang. Kamu kenapa nggak pernah kasih kabar ke mama? Apa kamu juga marah sama mama gara-gara Rega?" tanya Amel sambil terisak.
Gisel menggeleng, "Maaf, Isel terlalu sibuk di sana, ma. Jarang sekali pegang ponsel," ucap Gisel dan itu hanya alasannya saja. Karena sebenarnya ia memang menghindari wanita itu, terutama saat awal-awal Gisel sedang berusaha keras untuk menyembuhkan lukanya. Karena, jika ia terus berhubungn dengan orang-orang terdekat Rega, itu akan semakin sulit untuknya.
"Nggak apa-apa, yang penting sekarang kamu sudah kembali dalam keadaan baik, mama senang," ujar Amel tersenyum. Gisel mengangguk dan balas tersenyum.
Wajah Gisel yang semula biasa saja bahkan terlihat ceria tersebut, langsung berubah gelap auranya ketika melihat sosok yang baru saja bergabung karena ia harus menerima telepon penting sebentar tadi saat sampai. Siapa lagi kalau bukan Rega. Pria yang mematahkan hatinya empat tahun yang lalu.
"Apa kabar kamu, dek?" sapa Rega, mengabaikan orang-orang di sekitarnya yang semuanya menahan napas karena tegang melihat pertemuan kembali dirinya dan Gisel.
"Sangat baik," jawab Gisel jutek. Bahkan ia tak mau menatap Rega apalagi membalas uluran tangan pria tersebut.
Rega tersenyum, meski dalam hati ia kecewa, "Syukurlah, abang senang kamu kembali," ungkapnya jujur.
"Benarkah? Aku pikir kamu adalah orang yang paling tidak ingin aku pulang," balas Gisel.
Suasana pun semakin tegang saja.
"Mom, dad. Aku tunggu di dalam aja, di sini gerah!" Gisel langsung melenggang masuk.
"Mas...." Anes mencubit pinggang Alex, pria itupun langsung mengajak David dan keluarganya untuk masuk.
"Ayo, kita tunggu di dalam aja, sebentar lagi mungkin mereka sampai," kata Alex mencairkan suasana.
Amel sedikit bingung, "Emang kita nunggu siapa lagi, Nes? Apa ada tamu lain yang akan makan malam sama kita?" tanyanya.
"Iya, ayo masuk!" Anes menarik tangan Amel. Sebenarnya ia juga bibgung bagaimana menjelaskan kepada Amel kalau acara makan malam ini bukan hanya untuk acara menyambut kepulangan Gisel, melainkan untuk membicarakan pernikahan anaknya tersebut.
Kini mereka sudah duduk di meja makan. Senja baru saja ikut bergabung setelah menidurkan Zayn.
Rega tak pernah Sedetikpun melepas pandangannya dari Gisel. Gadis itu, tidak lebih tepatnya wanita itu kini semakin cantik dan dewasa. Ya, Gisel yang ia kenal dulu kini telah menjelma menjadi wanita karir yang sukses dan semakin memesona.
Gisel bukannya tak menyadari jika sejak tadi Rega terus menatapnya, tapi ia masa bodoh dan sesekali mengajak bercanda Zea yang duduk di sebelahnya.
Setelah menunggu beberapa saat, tamu spesial itu datang bersama seorang gadis cantik berhijab.
"Maaf semuanya, saya terlambat karena harus menjemput adik saya terlebih dahulu di Bandara," sapa Kendra yang merasa tidak enak karena membuat Alex dan lainnya menunggu.
"Mas Kend, akhirnya datang juga..." ucap Gisel. Kendra menatapnya lalu mengangguk kecil diiringi senyumnya.
"Tidak apa-apa Kend, duduklah!" ucap Alex. Kendra pun duduk, diikuti oleh adiknya. Ia kembali menatap Gisel, wanita itu tersenyum manis kepadanya. Sangat cantik sekali, bukan hanya Kendra yang memujinya namun juga Rega.
...****************...