Elara Estelle putri seorang pengusaha yang terabaikan dipaksa menikah dengan Alistair Magnusson seorang tuan muda lumpuh di tengah ejekan keluarganya elara menyembunyikan identitasnya sebagai dokter terkenal ketika rahasia masa lalu terungkap elara merencanakan balas dendam sambil belajar arti cinta dan penerimaan dalam pernikahan yang tak terduga.
penasaran?? yuuk lanjut bacanya ➡️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bellis_perennis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Di ruang keluarga rumah Estelle yang megah namun terasa dingin arabelle menangis terisak-isak sambil duduk di sofa wajahnya dipenuhi air mata kebencian mata yang merah dan berkilat itu penuh kemarahan terhadap adiknya yang kini telah berubah menjadi sosok yang berbeda.
Di depannya, Miranda duduk sambil mengusap punggung putri sulungnya dengan lembut berusaha menenangkannya.
"Ibu…" arabelle tersedu menatap Miranda dengan penuh rasa sakit "elara... dia sudah keterlaluan! hanya karena menikah dengan pria dari keluarga Magnusson dia tiba-tiba berubah dan berani melawan aku! bahkan, dia tidak menghormati Ibu dan Ayah sama sekali!suara arabelle naik menunjukkan betapa kesal dan terlukanya ia saat itu.
Miranda menghela napas panjang lalu membelai rambut arabelle dengan lembut "tenang sayang ibu juga merasa sakit hati melihat perlakuan Elara tadi malam " ucap miranda sambil mengusap air mata di pipi putrinya "dia bahkan membuat kita seolah-olah tak berarti padahal tanpa kita dia bukanlah apa-apa".
George yang sejak tadi diam mendengarkan dari sudut ruangan mengangguk pelan wajahnya tampak dingin dan penuh kebencian dia menatap arabelle dengan sorot mata tajam penuh tekad untuk menyelesaikan masalah ini.
"Arabelle benar istriku elara sudah melampaui batas" lanjut George dengan suara rendah tapi penuh kekuatan "hanya karena menikah dengan pria yang bahkan menurutku tidak ada apa-apanya dibandingkan kita dia jadi begitu angkuh apa dia lupa siapa yang membesarkannya?".
Mata arabelle berbinar mendengar dukungan dari ayahnya dia menatap george dengan ekspresi memohon seolah meminta perlindungan "ayah aku… aku tidak tahan dia mempermalukan kita di depan keluarga Magnusson semua tamu yang hadir pasti melihat betapa beraninya dia bicara seolah-olah kita bukan keluarganya lagi "ucapnya sambil menggigit bibir seolah sedang menahan marah.
Miranda mengangguk matanya menyipit penuh perhitungan "Kau benar arabelle ibu tak menyangka dia akan begitu berubah setelah menjadi menantu keluarga Magnusson? hanya dalam waktu singkat dia sudah berani menginjak harga diri kita" gumamnya seolah berbicara pada dirinya sendiri.
George memandang mereka berdua kemudian berkata dengan nada yang lebih dingin "jika begini terus elara bisa benar-benar menjadi ancaman bagi kita kalian lihat bagaimana dia bisa dengan mudah mendapat perhatian dari keluarga Magnusson kalau dibiarkan dia akan terus menginjak-injak harga diri kita dan kita akan semakin tidak dihargai"
"Ayah…" Arabelle bergumam suaranya penuh harap dan dendam "ayah… kita harus melakukan sesuatu aku benci melihat elara bahagia apalagi jika dia menjadi nyonya Magnusson di masa depan dan melupakan kita semua".
George mengangguk rencananya sudah terbentuk di benaknya "jangan khawatir arabelle ayah punya cara agar Elara dan Alistair berpisah kita akan membuat keluarga Magnusson membencinya" ujar George dengan suara yang tenang tapi berbahaya dia menatap miranda dan arabelle dengan tatapan penuh tekad, seolah telah memutuskan untuk tidak lagi berdiam diri.
Miranda tersenyum tipis, senang melihat suaminya memiliki rencana "bagus sayang kita harus membuatnya menyesal telah meremehkan kita elara harus tahu bahwa kita tidak akan membiarkannya hidup tenang setelah apa yang dia lakukan"
Arabelle tersenyum puas di tengah-tengah air matanya merasa seolah mendapatkan kembali kekuatan untuk menjatuhkan adiknya "ayah, Ibu… aku akan melakukan apa pun untuk mendukung kalian aku tidak akan membiarkan elara bahagia begitu saja setelah semua perlakuannya pada kita".
George mengangguk, lalu berkata dengan tegas "baik mulai sekarang kita harus berusaha merusak hubungan mereka kita akan membuat keluarga Magnusson mengusirnya sendiri".
Mereka bertiga terdiam saling menatap dengan tekad dan kebencian yang membara di mata mereka tanpa sepatah kata lagi malam itu mereka bersepakat untuk tidak membiarkan elara dan alistair hidup dalam kebahagiaan seolah-olah dendam yang selama ini terpendam akan segera terbalaskan.
...****************...
Di dalam mansion milik Alistair yang nyaman dan terpencil elara menghela napas puas setelah mengamati sekeliling rumah barunya dia merasa lega bisa jauh dari keramaian kota dan berada di lingkungan yang dipenuhi pepohonan saat Alistair menuntunnya ke kamar mereka berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu besar.
"Ini kamarmu "kata Alistair dengan nada tenang "mulai malam ini perjanjian kita berlaku kita akan tinggal di rumah yang sama tapi kamu punya kebebasan penuh di sini aku tidak akan memaksamu untuk berbagi kamar denganku" alistair memberi jeda sejenak, lalu melanjutkan ucapannya "kamarmu ada tepat di depan kamarku kalau ada apa-apa kau bisa memanggilku".
Elara hanya mengangguk menerima ketentuan itu tanpa banyak komentar perasaannya tentang pernikahan ini memang belum sepenuhnya stabil dan Alistair juga merasakan hal yang sama.
"Baiklah kalau begitu" ujar Alistair setelah beberapa saat dia berdehem ringan untuk mengatasi kecanggungan lalu berkata "aku akan berada di kamarku jika kau butuh sesuatu" dia pun meninggalkan elara yang masih sibuk mengamati kamarnya yang menghadap ke hutan.
Saat Alistair pergi elara mengeluarkan ponselnya untuk memberi tahu sahabatnya Sofia White tentang rumah barunya.
Tidak lama kemudian, panggilan masuk dari Sofia muncul di layar.
"Elara jadi..gimana pernikahannya? apa segalanya berjalan lancar?" suara Sofia terdengar penuh rasa penasaran.
Elara tersenyum kecil "iya, semuanya berjalan baik suamiku kaya raya dan rumahnya sangat nyaman Kau tahu, Sofia aku benar-benar diberi hunian yang menghadap ke hutan sungguh sepi dan damai" katanya, mengisyaratkan kepuasan yang dia rasakan.
Sofia tertawa di seberang sana "wah, kau benar-benar beruntung elara !!!! Kau mau bebas dari 'serigala' tapi malah bertemu 'omba berbulu emas' ya? Diberi rumah bagus pula aku iri padamu, kau tahu?".
Elara ikut tertawa mendengar candaan sahabatnya "kau sebaiknya cari pria seperti suamiku ini sofia mungkin akan membuat hidupmu lebih berwarna" ujarnya sambil mengedipkan mata walaupun Sofia tidak bisa melihatnya.
"Apa? Itu seperti mimpi di siang bolong elara pria kaya, berkuasa, dan lembut seperti suamimu itu sepertinya cuma ada di dunia novel" sahut Sofia membuat Elara tertawa kecil.
"Oh iya ..aku ingat kau kan tidak datang ke pernikahanku karena ada ujian semester ?" kata Elara mengingatkan.
"Iya..." Sofia mendesah tidak semua orang punya otak secerdas kau elara aku harus menjalani semua ujian dengan serius agar bisa lulus dengan nilai baik kau di sisi lain tak perlu sekolah lagi cukup formalitas saja!".
Elara tersenyum tipis "kau tahu sofia, kau tak perlu iri lagipula memiliki otak cerdas seperti ku ini malah membuat segalanya jadi lebih rumit lihat saja aku harus terus menjaga kehidupan formal ini supaya keluargaku tak curiga".
Sofia terdiam sejenak lalu tertawa pelan "kau benar... maaf elara aku tak seharusnya iri aku lupa hidupmu juga penuh dengan drama keluarga yang tak ada habisnya".
Elara menghela napas namun suaranya terdengar lebih ringan saat ia berkata, "Tidak apa-apa sofia sekarang aku punya rumah sendiri jauh dari mereka aku bisa menjalankan visi dan misiku menjadi wanita kaya dan berpengaruh tanpa perlu khawatir dengan keluarga Estelle".
Sofia tertawa mendengar semangat sahabatnya "baiklah tapi ingat elara kau tidak boleh sombong aku kan yang selalu menemani mu selama ini kalau suatu saat nanti aku sakit atau kesulitan kau harus memprioritaskan ku "
Elara tertawa geli "siap bu CEO" candanya.
" Uuhh. ..hentikan elara aku bahkan belum menerima nama itu kau tahu kan aku masih sulit menerima semua ini jadi jangan mengejekku !" protes Sofia.
Percakapan mereka dipenuhi tawa dan candaan menghangatkan suasana di kamar elara yang sepi elara merasa hatinya lebih ringan seolah-olah langkah baru dalam hidupnya benar-benar akan memberinya kebebasan dan ketenangan yang selama ini dia inginkan.