Namaku Lakas, klan vampir dari darah murni, aku adalah seorang bangsawan dari raja vampir terkuat.
Adanya pemilihan pangeran pewaris tahta kerajaan vampir, menjadikanku salah satu kandidat utama sebagai penerus klan vampir darah murni.
Namun, aku harus menemukan cinta sejatiku dibawah cahaya bulan agar aku dapat mewarisi tahta kekaisaran vampir selanjutnya sebagai syarat utama yang telah ditetapkan oleh kaisar vampir untuk menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Darah Milik Cornelia
Lima tahun terlewati sudah...
Lakas terlihat duduk didepan pintu rumah barunya.
Seorang gadis kecil berusia sepuluh tahunan sedang bermain-main disebuah taman bunga.
Suaranya terdengar ceria saat menangkap kupu-kupu yang berterbangan disekitar taman.
Lakas tersenyum tipis saat memandangi Cornelia.
Wajah ceria Cornelia sungguh menenangkan hatinya setiap dia merasa lelah.
Sret... !
Nobel berdiri disamping Lakas sembari membersihkan guci antik.
"Sudah lima tahun berlalu, kurasa situasi kita aman-aman saja", ucap Nobel.
"Yah..., kau benar..., sudah menjadi damai sekarang...", kata Lakas.
"Mungkin kaisar vampir telah menemukan pangeran mahkota untuk menggantikan dirinya", ucap Nobel.
"Kuharap begitu...", ujar Lakas sambil tertawa pelan.
Nobel lalu menghentikan gerakan tangannya saat membersihkan guci antik yang ada ditangannya.
Diliriknya Lakas yang duduk didepan pintu rumah.
"Apa kau merasa bahagia sekarang ?" tanya Nobel dengan memperhatikan sungguh-sungguh ke arah Lakas.
"Kenapa tidak !?" sahut Lakas.
"Bukankah kau tahu bahwa syarat menjadi seorang kaisar vampir selanjutnya adalah menemukan cinta sejatinya dibawah cahaya bulan", kata Nobel.
"Ya, benar, dan aku tahu itu", sahut Lakas tanpa memperhatikan ke arah Nobel.
"Apa kau benar-benar yakin kalau kaisar vampir telah menemukan gadis bermandikan cahaya bulan itu ?" tanya Nobel.
"Entahlah, aku tidak tahu itu, Nobel", jawab Lakas.
Nobel mendesah pelan lalu mengalihkan perhatiannya ke arah Cornelia.
"Apa sebenarnya istimewanya seorang gadis dibawah cahaya bulan ?" ucap Nobel penasaran.
"Dan kau menanyakan hal itu padaku ?" tanya Lakas sembari menoleh ke arah Nobel.
"Mmm..., tentu saja iya, kupikir anda mengetahui alasan tersebut", sahut Nobel.
Lakas mengalihkan pandangannya ke arah Cornelia lalu berkata.
"Terus terang aku juga tidak tahu apa alasannya, syarat menemukan gadis dibawah cahaya bulan itu menjadi berlaku bagi seorang calon kaisar vampir, aku benar-benar tidak memahaminya secara pasti alasan ayah", Lakas berucap sambil mengawasi Cornelia.
"Dan kau juga sama penasarannya denganku serta vampir lainnya", kata Nobel.
"Mungkin saja...", sahut Lakas sembari tersenyum tipis.
"Bukankah terasa sangat aneh jika syarat tersebut, tak seorangpun memahami alasannya", kata Nobel.
"Ya...", sahut Lakas seraya menundukkan pandangannya.
"Apa kita telah melakukan suatu kekeliruan sekarang ?" tanya Nobel.
Lakas kembali menoleh ke arah Nobel.
"Tidak perlu dipikirkan lagi tentang alasan itu karena hanya ayah yang tahu hal itu daripada siapapun juga", sahut Lakas.
"Ehk !? Begitu ya !?" ucap Nobel tertegun diam.
Nobel menatap ke arah Lakas yang duduk didekat kakinya.
"Lagipula sudah lama hampir lima tahun, kita tidak mendengar lagi kabar mereka, kurasa sekarang, kekaisaran vampir telah berganti kekuasaannya", lanjut Lakas dengan mimik wajah serius.
"Hmmm..., yah..., mungkin...", desah Nobel yang masih penasaran.
"Mungkin salah satu pangeran telah berhasil menjadi kaisar untuk menggantikan posisi ayah, tidak usah dipikirkan lagi tentang hal itu", kata Lakas.
"Lantas kesimpulannya ? Kau pasrah jika salah satu dari pangeran telah menjadi kaisar vampir sekarang ?" tanya Nobel.
"Tentu saja, aku menerimanya, bukankah hal itulah yang menjadi alasan kita pergi", sahut Lakas.
Nobel menghela nafas panjangnya sembari mendongak.
"Pernahkah terbersit dalam pikiranmu bahwa kekaisaran vampir terancam keselamatannya jika pimpinan tertinggi vampir berada pada tangan yang salah", ucap Nobel.
Lakas langsung terdiam mematung, namun, pikirannya tidak dapat disembunyikan dari kecemasan terhadap nasib kekaisaran vampir.
"Tidak mudah memimpin para vampir yang akan patuh, untuk mau hidup berdampingan dengan bangsa manusia secara aman, tanpa mereka menginginkan darah manusia", lanjut Nobel.
"Kau mencemaskan para vampir itu ?" tanya Lakas.
"Tentu saja iya, alangkah buruknya nasib klan vampir jika keberadaan mereka sampai diketahui oleh manusia", sahut Nobel.
"Pasti ayah akan memilih vampir terbaik untuk menggantikannya", ucap Lakas.
"Tanpa gadis dibawah cahaya bulan ? Tidak mungkin, kurasa !" sahut Nobel seraya menggeleng pelan.
"Apa kau pikir syarat menemukan gadis dibawah cahaya bulan merupakan salah satu alasan ayah untuk hidup aman berdampingan dengan bangsa manusia ?" tanya Lakas.
"Kurasa demikian adanya syarat tersebut berlaku bagi semua pangeran vampir untuk menjadi kaisar vampir", sahut Nobel.
Tiba-tiba Cornelia menjerit keras dari arah taman.
Lakas tersentak kaget saat melihat Cornelia mengaduh kesakitan sembari memegangi tangannya.
"Cornelia !" panggilnya cepat lalu bergerak ke arah gadis kecil berusia sepuluh tahun itu.
Lakas langsung meraih tangan Cornelia.
Namun, betapa kagetnya Lakas saat melihat darah bercucuran dari telapak tangan Cornelia.
Sret... ! Tak sengaja Lakas menjilati darah Cornelia, bermaksud menghentikan darah yang keluar dari telapak tangan gadis kecil itu.
Sontak saja, dada Lakas berdetak kuat.
Degh... ! Degh... ! Degh... !
Terdengar bunyi keras dari dalam tubuh Lakas.
Sekejap saja pandangan Lakas berubah, sorot matanya mendadak dingin dengan bola mata merah yang berkilat-kilat menyeramkan.
Lakas membungkuk kesakitan lalu gigi taringnya muncul dengan sangat cepat, sedangkan suara erangan terdengar dari bibirnya.
"Tuanku..., apa kau baik-baik saja... ?'' tanya Cornelia.
Telapak tangan Cornelia langsung sembuh dan berubah normal kembali, sedangkan darah yang bercucuran dari tangannya telah berhenti mengalir keluar.
"Tuanku Lakas...", panggil Cornelia.
Lakas segera menghentakkan tubuh kecil milik Cornelia sehingga gadis berusia sepuluh tahun itu terdorong menjauh darinya.
Cornelia tidak mengerti dengan perubahan sikap Lakas kepadanya, kedua matanya langsung berubah berkaca-kaca sedih.
"Menjauhlah...", ucap Lakas dengan suara paraunya sembari memegangi dadanya.
Nobel yang melihat perubahan Lakas langsung bertindak cepat, dia segera bergerak cepat ke arah Lakas.
"Bertahanlah tuanku !" bisik Lakas.
Sedetik kemudian, tubuh Lakas telah berpindah tempat ke dalam rumah.
Nobel segera memasukkan Lakas ke dalam peti yang menjadi tempatnya beristirahat.
"Tenangkan dirimu, tuanku !" ucap Nobel sembari mengunci peti mati tersebut dengan rantai gembok bermantra kuat.
Seluruh peti mati berwarna hitam itu telah dirantai kuat dengan besi dan gembok.
Nobel terdiam sejenak sembari memandangi peti mati dihadapannya itu dengan wajah dinginnya.
"Akhirnya kalian bersatu, tuanku..., tinggal menunggu waktu kalian menikah...", ucap Nobel.
Nobel segera memadamkan semua lampu didalam ruangan kamar ini lalu menyalakan lilin dengan api kecil.
Tampak kalimat mantra-mantra berterbangan mengelilingi seluruh peti mati milik Lakas sang vampir.
Nobel masih berdiri diam didekat peti mati milik Lakas yang terkunci kuat itu.
Terlihat Cornelia sedang berdiri didekat pintu masuk kamar.
Kedua matanya sembab dengan air mata yang masih jatuh bercucuran, membasahi wajah cantiknya yang menawan hati.
Cornelia sangat ketakutan saat melihat perubahan yang ditunjukkan oleh Lakas tadi, sehingga tubuhnya tak terasa gemetaran hebat.
"Tuanku Lakas...", gumamnya sembari menggosok kedua matanya yang berair.
Nobel yang mengetahui kehadiran Cornelia langsung bergerak cepat mendekati gadis kecil itu.
"Mari kita pergi dari sini, Cornelia !" bisik Nobel lalu menggendong tubuh Cornelia dan pergi meninggalkan kamar Lakas.
Sekejap saja, pintu kamar milik Lakas terkunci dengan sendirinya, gembok besar dari besi langsung terpasang kuat pada pintu kamar sedangkan kalimat mantra menyelimuti pintu tersebut.
Nobel melesat cepat sembari membawa Cornelia menjauh dari ruangan dilantai bawah rumah.
Tak ada kata yang terucap dari bibir Nobel saat membawa pergi Cornelia.
"Duduklah dikamarmu sekarang !" perintah Nobel saat mereka telah berada didepan pintu kamar Cornelia.
Nobel membuka pintu kamar lalu memerintahkan pada Cornelia untuk segera tidur.
''Jangan keluar dari kamar ini sampai besok pagi !" pesan Nobel.
Cornelia hanya mengangguk pelan sembari menatap ke arah Nobel.
Sudut bibir Nobel naik sedikit ke atas seperti dia sedang tersenyum meski terlihat samar.
Nobel segera menutup pintu kamar tidur milik Cornelia lalu menguncinya dengan kalimat mantra dan sedetik saja seluruh bagian luar kamar Cornelia dipenuhi oleh lingkaran kalimat mantra.
"Tinggal menunggu waktu kau dewasa, Cornelia ! Dan saat itulah, kau dan Lakas akan menikah !" ucap Nobel.
Nobel masih mengingat bagaimana Lakas meminum darah segar dari telapak tangan Cornelia.
Hal itu menjadi syarat tertentu bagi seorang vampir untuk mendapatkan asupan darah dari tubuh manusia yang terpilih.
Nobel segera duduk didekat pintu kamar milik Cornelia, dia memilih berjaga-jaga disana, mengantisipasi hal buruk akan terjadi yang datangnya dari Lakas sampai esok pagi hari.