TAMAT 18 NOVEMBER 2024
Rahardian adalah luka bagi Nathalie, tiba-tiba saja suami tampan yang mengkhianatinya selama dua tahun terakhir justru memintanya hamil bahkan menata ulang pernikahan yang sudah hancur lebur.
Atas dasar cinta, Nathalie mau menuruti keinginan suaminya. Mereka berbulan madu ke Bali, dan kehamilan pun tak terelakan lagi.
Namun, di suatu malam, Nathalie tersadar akan sesuatu. Sadar, tentang tanda yang melekat di punggung suaminya bukanlah milik suaminya.
Cinta, obsesi, dendam, luka, intrik, dibungkus dengan indah dalam satu karya ini. Di mana pada akhirnya semua harus mengalah pada takdir yang telah digariskan sang maha esa.
Cerita romantis, tentang kekaguman, tentang kesetiaan, tentang kepemilikan, tentang keegoisan, tentang kepedulian dan tentang tanggung jawab versi Pasha Ayu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SPS TUJUH
"Kita akan ke suatu tempat. Dan kau akan menemukan jawabannya."
Sontak, sekujur tubuh Nathalie gemetar.
Andai memang Rahardian yang sekarang memang Rahardian suaminya. Kenapa harus ada jawaban seperti itu?
Nathalie takut, tetapi ketakutannya masih dikalahkan oleh rasa penasarannya. Nathalie butuh jawaban yang pasti untuk segala tanya yang dia tampung dalam benak selama ini.
Tak sampai dua jam, Nathalie dan Rahadian tiba di bandara Singapura. Beruntung kehamilan Nathalie tak memiliki drama macam-macam, pihak maskapai juga tak menanyakan surat dokter mengingat kehamilannya baru dua bulan.
Sopir Rahardian sudah menyambut dengan sebuah mobil. Rahardian melepas kaca mata hitam, membukakan pintu untuk Nathalie yang lantas masuk ke dalam.
Nathalie duduk dengan masih menyertakan degup degup tak nyaman. Sampai Rahardian masuk lewat pintu lainnya lantas memberikan titah pada sang sopir untuk segera melaju.
Di tengah kalut Nathalie melirik ke tangan mungilnya. Di mana tangan besar Rahardian meremasnya lembut seolah menenangkan.
Ah Tuhan, semakin Rahardian berlaku manis semakin Nathalie risih. Nathalie tarik tangan mungilnya demi menghindari genggaman tangan lelaki itu tanpa mau menolehnya.
Rahardian hanya menunjukkan smirk kecil lalu fokus pada jalanan kota. Semua jalan yang dilalui, cukup asing bagi Nathalie.
Sebelum memutuskan tinggal di Indonesia, kurang lebih selama dua tahun Nathalie dan Rahardian tinggal di Singapura, tapi hanya sebuah unit apartemen, bukan di komplek.
Sudah lima tahun lamanya, Rahardian ditugaskan di cabang Singapura, menjabat sebagai direktur keuangan di bawah aturan Presdir Niko sang ayah yang berpusat di Indonesia.
Sebentar lagi, saatnya pemilihan CEO PT DT-Company. Sudah ada lima kandidat yang mencalonkan diri untuk menggantikan Niko.
Selain ada tiga sepupu Rahardian yang juga bernama belakang Dewantara, ada Fajar Dewantara yaitu adik tiri Rahardian yang juga ditunjuk sebagaimana kandidat terbaik.
Fajar putra Niko bersama Letta, anak itu juga berhak menjadi kandidat presiden direktur PT DT-Company yang saat ini dipimpin ayahnya.
Namun, kira-kira sekitar tujuh bulan lalu, Niko memberikan bocoran, bahwasanya Rahardian lah yang akan duduk tanpa syarat di kursi CEO setelah lelaki paruh baya itu lengser
Tidak sulit, tidak perlu berjuang di evaluasi ini dan itu, hanya dengan memberikan cucu pertama untuk Niko, dan kursi kepemimpinan akan Rahardian duduki secara mudah.
Perjalanan tak sampai satu jam, pak sopir menepikan mobilnya. Masuk ke pekarangan rumah yang cukup luas setelah sebelumnya memastikan tidak ada orang yang memantau.
Gerbang tinggi ditutup otomatis, Rahardian turun lebih dulu demi membukakan pintu Nathalie yang sudah turun secara mandiri.
Wajah Nathalie mendongak, memandangi setiap detil bangunan besar yang teronggok di hadapannya.
Di salah satu balkon terdapat kursi yang cukup familiar bagi Nathalie. Tunggu ... untuk sekejap Nathalie mengingat-ingat lagi.
Yah, tidak salah dugaannya ternyata karena sepertinya dia pernah melihat kursi tersebut di salah satu foto akun media sosial milik Dira.
Bukankah ini berarti jika sebelumnya, Rahardian dan Dira memang tinggal di tempat yang sama? Tempat ini barangkali saja.
"Kita masuk." Rahardian meraih tangan Nathalie untuk digandengnya. Kali ini wanita itu hanya diam pasrah meski takut kian menjalari setiap peredaran darahnya.
Keduanya masuk ke dalam mansion bergaya Eropa yang baru kali pertama ini Nathalie lihat secara langsung.
Tidak terlalu banyak perabot saat tiba di dalam, hampir tak ada sofa sama sekali, Nathalie masih menyisir segala penjuru dengan matanya hingga dikagetkan oleh sebuah rak buku yang tiba-tiba terbalik secara otomatis.
Rahardian masih menarik pergelangan tangannya, dan di sinilah Nathalie sempat melawan untuk tidak ikut ke dalam ruangan yang agaknya menjadi ruangan rahasia.
"Kamu mau bawa aku ke mana, Dian?"
"Kau akan menemukan jawabannya jika kau mau ikut tanpa perlawanan."
Nathalie juga ingin secepatnya tahu, jadi bolehkah Rahardian langsung saja menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan cara yang sederhana?
Kenapa Rahardian harus mengajaknya ke tempat yang sangat aneh ini? Juju, Nathalie takut, amat sangat takut hingga tangan mulai tak bisa mengatur gemetar di tubuhnya.
Rahardian yang peka, ia segera melayangkan negosiasi terakhir. "Semua keputusan ada di tangan mu, Nathalie. Kita akan pulang lagi jika kau tidak mau ikut masuk ke dalam."
Nathalie sudah sampai sini, dia harus tahu apa yang akan ditunjukkan lelaki ini. Nathalie atur kembali napasnya, lantas mengangguk.
"Baiklah, aku ikut." Nathalie melihat senyum tipis di bibir Rahardian sebelum ia melangkah mengekori arah kaki lelaki tersebut.
Sejurus Nathalie lengah, rak buku yang barusan berputar tenggelam di balik tembok yang mulus tanpa pintu masuk. Nathalie sempat terkejut, tapi mengabaikan hal itu demi terus mengikuti langkah Rahardian.
Ruangan yang sangat pribadi ini, untuk apa dibuat oleh Rahardian sendiri? Mata Nathalie kian membulat mendapati sosok perempuan berjas putih berdiri di ujung lorong sana.
"Dira!!"
Nathalie tak perlu waktu lama hanya untuk melepaskan genggaman tangan Rahardian, lalu mengejar wanita yang masih tidak tahu diri, berada di antara dia dan suaminya.
Nathalie menjerit histeris. "Jadi benar dugaan ku bukan? ... kalian memang sekongkol hanya untuk membohongi aku demi mendapatkan pewaris tahta Niko Dewantara yang sah!!"
"Nathalie!" Rahardian menghalau tubuh Nathalie yang lekas mendorong Dira hingga terpelanting ke lantai. "Tenangkan dirimu!"
"Aku sudah curiga dari awal!"
Nathalie masih tak bisa memelankan suaranya, bahkan meronta-ronta untuk dilepaskan dari pelukan Rahardian agar bisa melampiaskan kekesalannya pada Dira.
"Kenapa kamu tega melakukan ini pada sesama perempuan, Dira! Selama dua tahun terakhir aku membiarkan mu berada di sisi Rahardian, apa tidak cukup kau memiliki suamiku, sampai kau harus menyuruhnya untuk menghamili ku demi kekayaan mu!"
"Nathalie ... ENOUGH!!"
Rahardian menekan tombol di sisi kanan dinding kaca hingga tertampil sebuah pemandangan yang mengejutkan mata.
Nathalie beku, tidak hanya itu, dia pun kelu saat gorden digital tersingkap, memaparkan kondisi di mana satu orang pria berada di atas ranjang pasien dengan banyak kabel-kabel kecil dan alat bantu pernapasan.
"Dian--"
Gemetar tangan mungil Nathalie ketika dibawanya menyentuh sekat kaca di mana seseorang yang mirip dengan suaminya tampak tidak berdaya di balik sana.
"Rahardian penderita leukimia akut. Dan saat ini, dia sedang berjuang untuk hidup."
Walau tubuh Nathalie tak bisa digerakkan sama sekali, matanya tetap tak bisa menahan bendungan air yang terjatuh ke pipi.
"Dira dokter spesialis yang selama ini menanganinya, Dian tahu kurang dari lima tahun hidupnya akan berakhir setelah vonis dokter ... makanya dia selalu berusaha menciptakan kesakitan agar kau masih bisa tertawa saat ajal menjemputnya."
bikin novel komedi aja Thor
engkau shangat kocaks