Kaisar Giok

"Tes kedua adalah melintasi Jembatan Sungai Bisu. Siapa yang mencapai ujungnya akan langsung lolos ke tahap terakhir!" ucap Tetua Mulin Zishu.

Para peserta yang lolos segera terbang menuju Sungai Bisu yang dimaksud. Mereka sampai di salah satu ujung sungai dan mulai berjalan menuju tempat lain. Jembatan yang dimaksud adalah rantai raksasa yang terikat di sisi tebing yang satu dan lainnya.

"Sungai Bisu adalah sungai sakral di mana siapapun yang melintasinya akan mengungkapkan kebenaran tersembunyi yang ada dalam dirinya," ucap salah satu peserta, bergidik ngeri membayangkannya.

"Lihat! Di ujung terdapat pedang raksasa menjulang ke langit dengan ujung pedang tertancap di tanah!" Orang-orang melihat ke arah yang sama dan terkagum-kagum melihatnya.

"Itu adalah tes terakhir yang menguji bakat kalian yang ditentukan oleh langit," ucap seorang wanita dengan nada dingin saat mendarat di atas permukaan tanah. Zhang Xuanye mengenal wanita tersebut, yang berada tidak jauh darinya, yaitu Hua Yin.

"Kalian harus melewati jembatan rantai dan berada di sisi seberang sungai selama satu batang dupa," ucap Hua Yin, membuat para peserta segera berlari mencoba peruntungan mereka. Beberapa di antaranya terdiam ketika telah menginjakkan kaki di atas rantai dan terjatuh ke bawah tanpa suara. Orang-orang menatap tak percaya dan bergidik ngeri melihatnya.

"Manusia dilahirkan dengan tujuh emosi yang ada di dalam dirinya selama dia hidup untuk merasakan berbagai hal dengan hatinya. Sungai Bisu adalah perlambangan dari ketidakpastian perasaan yang dialami manusia. Jembatan rantai di depanmu akan menguji tujuh emosi-mu," ucap Qian Mu menjelaskan tes kedua yang akan dilalui Zhang Xuanye.

Ia berjalan di depan semua orang yang tengah bergidik ngeri melihat apa yang baru saja terjadi. Dengan langkah pasti, Zhang Xuanye berjalan beberapa langkah kemudian terdiam. Semua orang yang melihatnya begitu tegang, begitu juga Hua Yin yang menatapnya dengan pandangan rumit.

Zhang Xuanye berada di dimensi lain, melihat tanah merah dan dirinya yang lain tengah duduk di puncak gunung berbatu, menatapnya dari atas dengan senyuman.

"Kau sudah datang," ucapnya tertawa kecil.

"Sepertinya kau adalah bentuk kemarahan-ku," balas Zhang Xuanye.

"Benar. Aku adalah kemurkaanmu yang telah lama terpendam. Apakah kau tidak ingat kematian kedua orang tua angkatmu!" ucapnya berdiri dengan kedua tangan di belakang, disertai ledakan api dari celah-celah tanah merah membumbung tinggi ke langit.

Zhang Xuanye ingat jelas kematian kedua orang tua angkatnya yang berada di depan matanya. Ia menatap dirinya yang lain dengan pandangan tajam.

"Kau adalah bagian dari diriku sendiri dan aku mampu mengendalikanmu!" ucapnya menghentakkan kakinya melesat, mengepalkan tangannya memadatkan qi, dan meninju perwujudan amarahnya, namun dinding tipis menghalanginya. Hempasan angin kuat menyebabkan api bergoyang.

"Aku adalah salah satu iblis hati yang kau miliki. Kendalikan aku sama seperti kau," balasnya melambaikan tangan, mendorong Zhang Xuanye hingga terpental jauh menabrak bebatuan.

"Kau baru saja memasuki dunia kultivasi, tapi tujuh emosi-mu benar-benar melampaui batasan duniawi," ucap Qian Mu keluar dari dalam tubuh Zhang Xuanye, mengulurkan tangannya menyebabkan gelombang energi memadamkan api membara.

"Kau adalah salah satu iblis hati berwujudkan kemarahan yang mampu merusak hati seorang manusia. Tak bisa dilenyapkan ataupun dihancurkan adalah anugerahmu dan itu adalah watakmu secara alami."

"Kau siapa berani mengomentariku!"

"Tak perlu tahu siapa aku, namun hari ini kau harus tunduk di bawah kendaliku," ucap Qian Mu melambaikan tangannya, merobek berbagai ruang dan menyatukannya menjadi satu dimensi saat ini, menarik enam emosi lainnya.

"Beraninya kau memerintahku!" ucap perwujudan kemarahan.

"Perhatikan dengan baik apa yang aku lakukan," ucap Qian Mu.

"Mengerti!" balas Zhang Xuanye.

Qian Mu melambaikan tangannya, menyebabkan rantai emas muncul dari ruang hampa mengikat keseluruhan perwujudan emosi. Beberapa gerakan ringan dilakukan guna menyebabkan tujuh emosi meraung-raung mencoba melepaskan diri.

"Rantai nasib ditakdirkan mengikat tujuh emosi, menenangkannya, melindungi seseorang dari kehancuran batin."

"Bagaimana mungkin kau tahu kelemahan kami! Aku tak rela ditundukkan!" ucap perwujudan kemarahan, mengeluarkan api membara yang menyelimutinya hingga kedua matanya berwarna merah.

Qian Mu membelah tubuhnya, melesat berdiri di hadapan masing-masing emosi, mengulurkan jarinya menyentuh kening dan membuat pola segel pada dahi masing-masing perwujudan emosi. Keseluruhan klon kembali ke tubuh aslinya setelah menanamkan segel.

"Aku menanamkan segel pada masing-masing dari kalian yang terikat dalam rantai nasib. Tak sekalipun kalian di masa depan menghancurkan batinnya meskipun kalian adalah emosi yang melampaui batasan duniawi. Jika tidak, maka aku tak segan-segan melakukan hal yang lebih kejam lagi," ucap Qian Mu tegas.

Tekanan kuat menjatuhkan ketujuh emosi, membuat mereka berada dalam posisi sulit. Mereka benar-benar tak berdaya di hadapan Qian Mu.

"Kami akan patuh kepadanya dan membimbingnya di masa depan," ucap salah satu di antara mereka, membuat tekanan menghilang secara ajaib.

Qian Mu memberikan cincin berukiran ayat kuno kepada Zhang Xuanye.

"Cincin Hati Tertutup dapat membantumu mengendalikan mereka. Di masa depan, mereka akan berguna untukmu."

"Murid berterima kasih kepada guru," balas Zhang Xuanye menundukkan kepalanya hormat. Qian Mu menganggukkan kepalanya dan menghilang. Zhang Xuanye mengenakan cincin tersebut dan menatap ketujuh perwujudan emosi miliknya.

"Kalian adalah bagian dariku," ucapnya kembali ke alam nyata sembari tersenyum. Zhang Xuanye melihat sekelilingnya dipenuhi kabut tebal yang membisikkan kata-kata hingga mengganggu kedamaian hati. Dengan langkah pasti, ia menapaki jembatan rantai menuju seberang sungai.

Semua orang terkejut, begitu juga Hua Yin yang mengerutkan keningnya melihat Zhang Xuanye kembali melanjutkan langkahnya.

"Jembatan Sungai Bisu adalah tes mengenai tujuh emosi manusia. Dia telah mengendalikan emosi yang ada di dalam tubuhnya, mencapai kemantapan hati untuk terus berjalan maju," ucap salah satu calon peserta.

"Jika seperti itu, aku akan mencoba. Tanpa usaha kita tak akan pernah tahu hasil akhirnya," ucap peserta lainnya, membangkitkan semangat berjuang dan bergegas melangkah mencoba peruntungan. Sedangkan Zhang Xuanye telah berada di sisi seberang sungai, lolos tes tahap kedua.

"Naiklah tangga batu hingga menuju puncak. Tes terakhir berada di sana!" ucap Hua Yin lantang terdengar.

Zhang Xuanye menganggukkan kepalanya. Dia berjalan memandang anak tangga batu yang melingkari gunung hingga puncaknya. Kakinya melangkah menaiki anak tangga, dan tekanan tak kasat mata menekan tubuhnya membuatnya terkejut.

"Sepertinya anak tangga ini menguji fisik dan tekad seseorang," gumamnya, kembali menaiki anak tangga selanjutnya menahan tekanan yang kian kuat terasa.

Hua Yin memandang dari kejauhan, Tekad bulat Zhang Xuanye sedikit terkagum. Seulas senyum manis terlihat mempesona darinya.

"Laki-laki yang unik. Semoga keberuntunganmu bagus," gumamnya lirih.