Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Dimas!
Batinku berteriak ketika ku yakin netraku tak salah melihat, pria di hadapanku benar-benar Dimas. Pria yang sudah setengah mati aku lupakan, saat ini berada di depanku.
Matanya menatapku dengan tatapan yang entah. Kelopak mataku terasa panas, aku terus mengedip-kedipkan mataku agar cairan bening itu tidak keluar.
"Selamat pagi Tuan, perkenalkan saya Anna Adiwangsa sekertaris pribadi anda yang baru menggantikan mbak Helen." kataku memperkenalkan diri, aku mengulurkan tanganku kehadapannya. Aku harus bersikap profesional. Aku tidak menganggap Dimas sebagai mantan suamiku, melainkan atasanku. Aku harus membuat batasan ini mulai saat ini.
Dimas masih menatapku dan tak menyambut uluran tanganku. Aku mengalihkan atensiku pada asisten Leo. Mengerti kebingunganku, asisten Leo hanya mengangguk. Aku menurunkan tanganku perlahan yang tak mendapat sambutan.
"Mari Tuan, ada beberapa berkas yang harus anda tanda tangani." perkataan asisten Leo sukses membuat Dimas yang membeku menjadi sadar.
Ia berdehem dan mengangguk lalu masuk ke dalam ruangannya.
"Anna, berikan dokumen yang harus di tanda tangani Tuan Dimas, kemarin Helen sudah memberitahukan bukan?" kata assisten Leo.
Aku mengangguk paham dan mulai mengambil dokumen diatas meja dan akan membawanya ke ruangan Tuan Dimas.
Tok
Tok
"Masuk!"
"Permisi tuan, aku mengantarkan dokumen yang harus anda tanda tangani." kataku berusaha sekuat tenaga menghilangkan getaran di suaraku. Aku tidak ingin menunjukan kesedihanku di hadapan pria ini.
Dimas masih menatapku seperti tadi. Ia membuatku merasa risih, pertahananku hampir habis karena ditatap begitu dalam.
"Huuft!, letakkan disini." katanya setelah menghembuskan nafas.
Aku langsung meletakkan dokumen itu diatas meja dan melihatnya menandatangani semuanya.
"Apa agendaku hari ini?" tanyanya dengan nada dingin. Ia melepaskan jas nya dan menggantungnya di sudut dekat tempat duduknya.
Aku membuka catatan yang berada di buku agenda khusus untuk mencatat agenda Tuan Dimas. "Pukul 9 nanti anda ada rapat dengan para pemegang saham, setelah itu ada pertemuan dengan pemilik Apartemen Panorama di pukul 11 untuk membahas pembelian saham tuan Sudibyo. Pukul satu anda harus makan siang bersama dengan klien dari Singapura, sekalian pembahasan mengenai pembangunan apartemen di Singapura. Lalu pukul 4 Anda harus mengunjungi ayah Nona Lisa yang sedang dirawat di rumah sakit. Sudah tuan tidak ada lagi."
Jelasku panjang lebar. Setelah itu menutup buku agenda yang sengaja ku bawa. Aku melihat Dimas kembali menatapku tanpa berkedip.
Aku hampir jantungan karena tatapannya sangat tajam.
"Tu-tuan mendengar agenda yang aku katakan?" tanyaku dengan gugup. Karena pandangan pria itu sama sekali tidak teralihkan. Aku merasa geram ingin sekali menampar wajahnya. Dendamku kembali lagi setelah bertahun hilang.
"Kirimkan bingkisan untuk ayah Lisa, sepertinya aku tidak bisa mengunjunginya hari ini." ucapnya tanpa mengalihkan tatapannya.
"Baik tuan!" jawabku singkat, lalu mencatat perkataanya, karena takut lupa.
"Ada lagi Tuan?"
Ia menggeleng kan kepalanya pelan. "Hmm, pergilah." katanya dengan mengibaskan tangannya.
Aku mengangguk hormat dan keluar dari dalam ruangannya.
"Huuuft! Astaga, takdir macam apa ini." gumamku setelah keluar dari dalam ruangan Dimas.
Saat pukul setengah 9 alarm di ponselku berdering, aku langsung memastikan ruangan yang akan di gunakan meeting. Setelah semuanya siap dan satu persatu pemegang saham datang, aku mendatangi ruangan tuan Dimas untuk memberitahukannya jika rapat sudah siap.
Tok
Tok
Tok
"Masuk!"
"Tuan, rapat sudah siap di mulai." kataku lalu mengambilkan jas yang tergantung.
Tuan Dimas langsung berdiri dari kursinya. Dan aku memakaikan jas ke tubuhnya. Sebagai sekertaris pribadi, aku harus memastikan penampilan tuan Dimas paripurna sebelum bekerja.
Jantung ku berdegup kencang saat aku berdiri berhadapan dengannya, merapihkan dasi di lehernya. Namun aku berusaha bersikap biasa saja. Aku tau sejak tadi Dimas menatapku. Hembusan nafas segarnya menerpa wajahku.
"Sudah siap tuan, sebaiknya kita langsung ke ruang rapat." kataku, lalu menyingkir dari hadapannya. Setelah ia berjalan aku mengikutinya dari belakang dengan membawa berkas yang di perlukan.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
POV Dimas.
Bagaimana bisa wanita yang selama ini ku cari, malah berada di hadapanku. Aku hampir putus asa mencarinya, dan saat ini dia menjadi sekertaris pribadiku.
Aku berusaha mencari keberadaanya selama 3 tahun ini. Tapi takdir sepertinya berpihak padaku. Karena saat ini wanita yang selalu memenuhi pikiranku berada di depanku.
Aku benar-benar tidak tau jika Anna yang menggantikan Helen. Aku ingin berteriak karena bahagia bisa bertemu kembali dengan Anna.
3 tahun berpisah dengannya sama sekali tak melunturkan perasaan cintaku padanya. Malah semakin bertambah setelah melihatnya semakin cantik dan cekatan.
Aku akan menahan diriku untuk tidak mengusiknya beberapa saat. Karena aku sadar kesalahanku sangat fatal, sebagai seorang suami tidak mempercayai istri adalah hal yang sangat menyakitkan baginya.
"Leo, kirimkan CV milik Anna ke ruangan ku sekarang." aku menghubungi asistenku untuk mengetahui latar belakangnya.
Aku penasaran tinggal dimana dia selama ini dan apakah dia sudah menikah lagi. Hatiku tiba-tiba sesak mengingat hal itu, semoga saja Anna masih sendiri.
Mataku menerawang mengingat kejadian beberapa tahun lalu.
Lisa datang ke kantorku dan mengatakan jika Anna mendorong kursi roda mama hingga mama jatuh dari tangga. Aku panik dan langsung mendatangi rumah sakit dimana Lisa membawa mamah.
Flashback on.
"Apa yang kau lakukan dengan mamaku Anna?" aku membentak Anna yang sedang menangis di depan IGD.
"Mas, aku."
"Aku melihat Anna mendorong kursi roda mama Dim, aku langsung membawa mama ke rumah sakit lalu pergi menemui mu." sela Lisa saat Anna akan mengatakan sesuatu.
Netraku langsung menatap tajam Anna. Anna menggelengkan kepalanya dengan air mata berderai.
"Itu nggak bener mas. Lisa bohong. Aku,-"
"Cukup Anna, selama ini aku tau kamu membenci mama, tindakanmu kali ini benar-benar keterlaluan. Mulai hari ini kau bukan lagi istriku. Aku ceraikan kau Anna Adiwangsa, aku haramkan tubuhku untuk kau sentuh. Sekarang pergi dari sini, dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi."
Setelah mengatakan perkataan laknat itu, aku meninggalkan Lisa dan Anna menuju ranjang mama. Aku mendengar tangisan Anna yang sangat menyayat hati. Tapi aku tidak perduli, rasa benciku terhadapnya mendominasi hati, hingga membuatku tega terhadap wanita yang bergelar istri.
Aku mendengar ia memaki Lisa, semakin membuatku muak padanya. Aku kembali menemui nya dan langsung menyeretnya keluar dari dalam rumah sakit.
"Jangan pernah menyalahkan orang lain atas tindakan menjijikanmu itu Anna. Sekarang pulanglah dan kemasi pakaianmu, mulai saat itu kamu tidak berhak berada di dalam rumah itu." kataku setelah itu menghempaskan tubuh Anna diatas lantai. Anna menangis tersedu namun aku benar-benar tidak perduli.
Sejak saat itu aku tidak pernah lagi melihatnya. Setelah mama pulang dari rumah sakit, suster yang menjaga mama mengatakan yang sebenarnya bahwa mama jatuh dari tangga karena kelalaiannya. Suster meninggalkan mama di tepi tangga untuk mengambil susu dan lupa mengunci roda.
Saat mama akan jatuh, Anna berlari akan menarik kursi roda mama tapi sudah terlambat, saat bersamaan Lissa datang dan melihat seolah Anna yang mendorong mama.
mendengar penjelasan mama, membuatku sangat menyesal karena telah menyalahkan Anna tanpa mendengar pembelaannya.
Sejak saat itu aku meminta anak buahku mencari keberadaan Anna namun belum juga membuahkan hasil. Tapi Allah maha baik, ia mengirimkan Anna langsung kepadaku tanpa aku susah-susah mencarinya.
Meskipun saat ini ia seolah tak mengenalku, tapi aku sungguh lega melihatnya baik-baik saja dan semakin cantik.
semoga Othor nya beri kesempatan Dimas segera bisa bangun dan pulih kembali yaaa 👍😢