Di balik kehidupan mereka yang penuh bahaya dan ketegangan sebagai anggota organisasi rahasia, Alya, Alyss, Akira, dan Asahi terjebak dalam hubungan rumit yang dibalut dengan rahasia masa lalu. Alya, si kembar yang pendiam namun tajam, dan Alyss, yang ceria serta spontan, tak pernah menyangka bahwa kehidupan mereka akan berubah drastis setelah bertemu Akira dan Asahi, sepupu yang memimpin di tengah kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azky Lyss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Menyongsong Pertarungan
Malam itu, suasana di markas semakin tegang. Setiap anggota organisasi sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman yang akan datang. Akira dan Asahi memimpin kelompok mereka, mengatur strategi dan membagi tugas dengan tegas. Sementara itu, Alya dan Alyss berusaha untuk menanggulangi perasaan cemburu yang mengusik pikiran mereka.
“Aku tidak bisa membiarkan perasaanku mengganggu misi kita,” Alya membisikkan pada dirinya sendiri saat mengasah senjatanya. “Aku harus fokus.”
Di sisi lain, Alyss merasa tersisih saat melihat Akira berbincang akrab dengan Asahi. Dia berusaha menyibukkan diri, tetapi hati kecilnya tak bisa menghindari rasa cemburu yang semakin mendalam. “Kenapa aku merasa seperti ini?” pikirnya. “Ini bukan saatnya untuk perasaan seperti itu.”
Ketika kelompok-kelompok sudah terbentuk, Akira mengumpulkan semua orang di ruang tengah. “Perhatian!” teriaknya, dan keheningan menyelimuti ruangan. “Kita sudah mengumpulkan informasi dari pengintaian sebelumnya. Musuh akan menyerang dalam waktu dekat, dan kita harus siap.”
“Apa strategi kita, Akira?” tanya salah satu anggota, suaranya penuh ketegangan.
“Kita akan mengatur penjagaan di titik-titik strategis,” jawab Akira. “Alya dan Alyss akan bertugas sebagai pengintai untuk mencari tahu lebih banyak tentang rencana mereka. Jika kita mendapatkan informasi yang tepat, kita bisa merencanakan serangan balasan.”
Alya mengangguk, menatap Alyss dengan semangat. “Kita akan melakukan yang terbaik, Alyss.”
“Ya, kita akan memantau setiap gerakan musuh dan melaporkannya,” jawab Alyss, berusaha menenangkan diri.
Setelah briefing selesai, mereka langsung menuju peralatan mereka. Alya dan Alyss menyiapkan perlengkapan pengintaian, memeriksa semua peralatan dengan teliti. Mereka tahu betapa pentingnya tugas ini, dan mereka tidak ingin mengecewakan Akira atau Asahi.
Sebelum berangkat, Alya menghampiri Akira. “Akira, aku ingin meminta izin untuk melakukan pendekatan di lapangan. Kita bisa mendapatkan informasi lebih banyak jika kita lebih dekat dengan musuh.”
Akira mengangguk, menghargai semangatnya. “Baiklah. Tapi ingat, keselamatan kalian adalah prioritas utama. Jika situasi menjadi terlalu berbahaya, segera mundur.”
Alya mengangguk tegas, bertekad untuk membuktikan kemampuannya. Dia berbalik dan mengajak Alyss pergi. “Ayo, kita sudah siap untuk misi ini!”
Saat mereka berjalan menuju lokasi pengintaian, ketegangan di udara semakin meningkat. Alyss menghela napas, berusaha menenangkan pikirannya. “Alya, kita bisa melakukannya. Kita sudah berlatih untuk ini.”
“Ya, kita akan membuktikan bahwa kita bukan hanya perempuan biasa. Kita adalah bagian dari organisasi ini, dan kita mampu melakukan hal-hal hebat,” kata Alya, berusaha membangkitkan semangat.
Dengan langkah penuh keyakinan, mereka melanjutkan perjalanan menuju lokasi yang telah ditentukan. Setiap langkah membuat jantung mereka berdebar lebih cepat, tetapi mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian—mereka memiliki satu sama lain.
Ketika mereka tiba di titik pengintaian, suasana menjadi semakin menegangkan. Mereka mengamati daerah sekitar dengan seksama, memastikan tidak ada musuh yang terlihat. Namun, mereka tahu bahwa mereka harus tetap waspada. “Kita harus mengamati dengan teliti,” kata Alya, fokus pada gerakan di sekeliling.
Setelah beberapa saat, Alyss melihat sesuatu yang mencurigakan di kejauhan. “Alya, lihat! Ada gerakan di sana!” dia berbisik, menunjuk ke arah kelompok orang yang berkumpul di bawah cahaya redup.
Alya mengedipkan mata, berusaha lebih jelas melihat apa yang terjadi. “Kita harus mendekat dan mendengarkan. Kita perlu tahu apa yang mereka rencanakan.”
Dengan hati-hati, mereka melangkah lebih dekat, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Semakin dekat, semakin jelas mereka mendengar percakapan antara anggota musuh.
“Jika kita menyerang malam ini, kita pasti bisa mengambil alih markas mereka,” salah satu dari mereka berujar, suaranya terdengar penuh percaya diri.
“Ya, dan mereka tidak akan bisa bersiap-siap dalam waktu singkat. Kita punya keuntungan di pihak kita,” jawab yang lainnya.
Kedua kembar itu saling bertukar pandang, perasaan cemas melanda. “Kita harus segera kembali dan memberi tahu Akira,” kata Alya. “Kita tidak bisa membiarkan mereka menyerang tanpa peringatan.”
Mereka segera mundur, kembali ke markas dengan cepat dan hati-hati. Setibanya di markas, mereka segera menemui Akira dan Asahi, menyampaikan informasi yang mereka dapatkan.
“Musuh berencana menyerang malam ini!” kata Alya dengan napas yang terengah-engah. “Kita harus bersiap sekarang juga!”
Akira menatap Alya dan Alyss dengan serius. “Baiklah, kita harus mengatur pertahanan dengan segera. Kita tidak akan membiarkan mereka mengambil alih tempat ini.”
Mereka semua bekerja sama, membagi tugas, dan memastikan markas berada dalam kondisi siap tempur. Meskipun ada rasa cemburu dan ketegangan di antara Alya dan Alyss, mereka bersatu dalam tujuan yang lebih besar—melindungi markas mereka dan orang-orang yang mereka cintai.
Saat malam tiba, mereka siap menghadapi apa pun yang datang. Suara langkah kaki dan bisikan angin menjadi latar belakang yang menegangkan. Namun, di balik semua itu, semangat persahabatan dan keberanian mengalir dalam diri mereka, membuat mereka siap menghadapi tantangan yang ada di depan.
---