Menikah di usia muda sungguh bukan keinginan ku. Namun aku terpaksa harus menikah di usia muda karena perjanjian kedua orang tuaku.
Aku dengannya sekolah di tempat yang sama setelah kami menikah dan hidup bersama namun rasa ini muali ada tapi kami tidak saling mengungkapnya hingga suatu hari terjadi sebuah kecelakaan yang membuat kami.... ayo simak lanjutan ceritanya di novel Benci jadi cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Terpaksa
DHUUM, terdengar suara peluru yang mengeluarkan asap merah saat motor yang menyalip motor Rena mencapai garis finish.
Akhirnya Rena kalah dalam balapan terakhirnya. Kawan Rena yang tadinya meneriaki Rena, semuanya lemas karena Rena kalah dalam pertandingan itu.
Rena turun dari motornya, dan berjalan lemas kerah temannya.
"Sorry, aku dah Buat Awak-awak kecewa." Ucap Rena ketika sudah bersama membernya itu.
"Tak ape, kite orang tak marah pun, kite tau, awak dah cube nak jadi number one, tapi kalah, janji awak oke-oke je dah cukup." Nur dan Ros tidak menyalahkan Rena, keduanya tetap memberi semangat untuk Rena.
"Semalam awak cakap nak pegi indon, tak jadi ke?" tanya Nur, karena kemaren Rena bilang mau ke Indonesia.
"Jadi lah Nur, tapi besok, sebab hari ini aku lepak-lepak dengan Korang. Aku nak sembang-sembang dengan Korang, tak boleh ke?" tanya Rena pada kedua temannya.
"Ye boleh lah, kite orang senang, awak tak lupakan kite orang, betul tak?" Nur membenarkan ucapannya pada Ros.
"Betul betul betul." Jawab Ros seperti Upin dan Ipin.
Kemudian ketiga gadis itu jalan-jalan jalan bersama, Rena ingin menghabiskan waktu dengan kedua temannya sebelum besok dia ke Indonesia dan meninggalkan Negeri kelahirannya yang tidak tau kapan dia akan menginjakkan kakinya lagi di tanah ini.
Sedih dan kehilangan sudah pasti, setiap manusia yang akan berpisah walau hanya sementara pasti akan merasakan kesedihan dihati masing-masing.
Rena, Nur, dan Ros, pasti mereka akan merasa kehilangan, namun tidak mungkin Rena tinggal di Negara ini seorang diri, sementara keluarganya sudah pindah ke Indonesia.
Waktu terus berlalu, bell pertanda pulang sekolah sudah berbunyi. Semua murid berbondong-bondong keluar dari kelas mereka.
Rangga yang sudah di parkiran dengan kedua temannya langsung menghidupkan motor mereka.
Saat Rangga hendak melajukan motornya, tiba-tiba Lidia menghadang didepan dengan merentangkan kedua tangannya.
"Rangga, gue numpang ya, sopir mobil gue kempes kata sopir gue." Lidia langsung naik dibelakang motor Rangga, walau pemiliknya belum menjawab.
"Sorry, gue buru-buru, nyokap gue dah telepon tadi." Rangga beralasan, padahal dia malas membonceng Lidia.
"Plis,kali ini aja." Mohon Lidia tidak mau turun dari motor Rangga. Lidia sangat ingin di bonceng oleh Rangga, gadis itu ingin menunjukkan pada semua murid kalau dia sama Rangga pacaran.
Rangga melirik pada Azam, Rangga hendak menyuruh Azam mengantar Lidia, namun Azam sangat peka dengan lirikan Rangga padanya.
"Sorry ya bro, aku duluan, nyokap gue dah WA gue, disuruh pulang cepat." Azam langsung menjalankan motornya dari parkiran itu.
Rangga menarik nafasnya, pemuda itu memakai Azam didalam hatinya. "Sialan, teman laknat Lo memang." Umpat Rangga dalam hati.
Kemudian Rangga menatap temannya yang satu lagi, namun Ilham juga sama seperti Azam.
"Aduh, sudah terlambat ni gue, kenapa bisa lupa ya kalau hari ini aku ada janji sama latihan drum bersama anak-anak." Ilham sengaja berkata lebih keras kalau dia ada latihan drum dengan teman-temannya.
Rangga yang mendengar ucapan Ilham, sekali lagi dia menarik nafas, sekarang sudah tidak ada lagi harapan baginya meminta tolong pada kedua temannya itu.
Akhirnya mau tidak mau, Rangga dengan terpaksa mengantar Lidia kerumahnya.
"Baiklah, gue akan mengantar Lo, tapi duduk kebelakang lagi, dan ingat, jangan pegang-pegang." Rangga mengingatkan Lidia agar duduk lebih jarak darinya, Rangga tidak mau kalau Lidia memeluk pinggangnya nanti.
Lidia mengangguk, dalam hati gadis itu berkata. "Sekarang biarlah sedikit jauh, tapi nanti akan dekat."
Akhirnya Rangga dengan terpaksa menjalankan motornya keluar dari area sekolah itu.
"Hei, kami duluan ya." Lidia melambaikan tangannya pada semua temannya terutama Dina dan Leni.
Dina dan Leni sangat terkejut melihat Lidia dibonceng oleh Rangga, Karena ini baru pertama kalinya mereka melihat Rangga membonceng Lidia, bisanya Rangga hanya cuek tidak peduli pada Lidia, walaupun Lidia selalu mengejar pemuda tampan itu.
Di pertengahan antara rumah Lidia dan sekolah. Lidia mulai maju agar dadanya semakin dekat dengan punggung Rangga, Rangga yang menyadari kalau kalau punggungnya bersentuhan dengan benda kenyal milik Lidia, pemuda itu pun mencoba lebih kedepan lagi agar tidak lagi berdempetan dengan benda kenyal itu.
Lidia yang menyadari kalau Rangga bergeser, gadis itu mencebik kesal. Sesaat kemudian, tangan Lidia melai memegang pinggang Rangga yang sedang fokus pada jalan.
Rangga sangat merasa risih, pemuda itu langsung berpikir kalau Lidia sengaja mencari kesempatan.
Rangga langsung menepi dan menghentikan motornya itu.
"Turun!" titah Rangga jengkel. dengan tingkah Lidia. Rangga tidak mau Lidia mengambil kesempatan untuk menyentuhnya.
Rangga lelaki yang tidak suka bersentuhan dengan perempuan yang bukan muhrimnya. Rangga bukan sok suci tapi pemuda itu menjaga dirinya dari godaan yang dapat membuatnya tergoda.
"Tapi inikan belum sampai." Lidia tetap tidak mau turun, karena belum sampai dirumahnya.
"Turun, gue bilang turun." Rangga tetap mendesak, agar Lidia turun dari motornya itu.
"Tidak mau, pokoknya tidak mau." Lidia tetap bersikeras tidak mau turun, dia masih duduk santai diatas motor Rangga.
"Lo turun, naik taksi sana!" titah Rangga lagi, Rangga sungguh dibuat kesal pada gadis yang satu ini.
"Tidak mau." Lidia juga tidak mau kalah dari Rangga, gadis itu masih pada pendiriannya.
Rangga yang sudah sangat kesal dengan gadis didepannya ini, Rangga memberhentikan taksi yang kebetulan melintas dijalan itu.
Taksi itu pun berhenti tepat di depan motor rangga. Kemudian Rangga langsung menarik tangan Lidia dan membawanya pada taksi yang sudah diberhentikan.
Rangga membuka pintu taksi itu dan memaksa Lidia masuk, walaupun Lidia sedikit meronta, tapi Rangga berhasil membuat Lidia masuk kedalam taksi itu.
"Jalan Pak!" suruh Rangga pada sopir taksi. Tanpa berkata apapun sopir taksi itu langsung melakukan taksinya. Sedangkan lidia menggerutu kesal didalam taksi Karena Rangga menurunkannya ditengah jalan.
Setelah taksi yang membawa Lidia tidak terlihat lagi, Rangga langsung menancapkan gas motornya kerumah.
Sementara di rumah yang terlihat besar dan mewah, dua orang perempuan memasuki pintu gerbang pagar rumah itu, yang sudah dibuka oleh Memet, yaitu security yang sudah lama bekerja dirumah itu.
Selamat datang Nyonya Azuhra, Non...---" Nana." sahut Azuhra. "Iya, Non Nana." lanjut Memet, karena tidak tau nama Putri dari majikannya itu.
Kemudian Azuhra melihat kesekeliling halaman yang nampak masih sama saat dia tinggalkan, karena orang yang dibayar untuk merawat rumah itu selalu membersihkannya.
Azuhra melangkahkan kakinya memasuki rumahnya yang sudah dia tinggalkan kurang lebih delapan tahun, Azuhra sudah delapan tahun tidak datang lagi kerumahnya, karena disibukkan dengan pekerjaannya di Negaranya asalnya.
Nana yang mengikuti Mamanya dari belakang, menatap takjub pada bangunan 3 lantai itu.
Sedangkan Pak Wawan hanya mengikuti saja, lelaki itu hanya diam tidak mengeluarkan sepatah katapun.
Azuhra, memasuki ruang keluarga, sesampai disana Azuhra mendekati sebuah figura yang terpajang didinding ruangan itu.
Bersambung.