Devina Putri Ananta berusaha menata hati dan hidupnya setelah bercerai dari suaminya, Arthur Ravasya Barnett. Perceraian yang terjadi lima tahun yang lalu, masih menyisakan trauma mendalam untuknya. Bukan hanya hati yang sakit, namun juga fisiknya. Terlebih ia diceraikan dalam keadaan hamil.
Devina dituduh berselingkuh dengan adik iparnya sendiri. Akibat kejadian malam itu, saudari kembar Devina yakni Disya Putri Ananta harus meninggal dunia.
"Menikahlah dengan suamiku, Kak. Jika bersama Kak Arthur, kakak enggak bahagia dan terus terluka. Maafkan aku yang tak tahu jika dulu Kak Reno dan kakak saling mencintai," ucap Disya sebelum berpulang pada Sang Pencipta.
Bayang-bayang mantan suami kini kembali hadir di kehidupan Devina setelah lima tahun berlalu. Arthur masih sangat mencintai Devina dan berharap rujuk dengan mantan istrinya itu.
Rujuk atau Turun Ranjang ?
Simak kisah mereka yang penuh intrik dan air mata 💋
Merupakan bagian dari novel : Sebatas Istri Bayangan🍁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 - Undangan Pesta
"Mama," panggil Aaron yang melihat Devina sedang berjalan menuju ke arahnya.
Seketika Devina mempercepat langkahnya lalu pelukan hangat pun mendarat begitu cepat di tubuh Aaron.
Grepp...
"Maafkan Mama ya, Sayang. Kamu pasti sudah lama menunggu," bisik Devina lembut dengan penuh rasa bersalah pada putranya.
"Bukan salah Mama. Kan siang ini harusnya aku dijemput Ayah Leno,"
"Maafkan Om Reno. Dia terjebak macet di jalan pas mau datang ke sini jemput Aaron," ujar Devina seraya mengelus lembut wajah Aaron usai melepaskan pelukannya.
"Aaron enggak marah kok, Ma. Aaron seneng banget hari ini," ucap Aaron seraya tersenyum lebar di depan Devina.
"Kenapa hari ini putra Mama terlihat bahagia? Boleh kasih tahu Mama?"
"Rahasia. Haha..." jawab Aaron seraya tertawa lebar.
"Ya sudah, sekarang Aaron mau ke toko mainan sama Mama atau nunggu Om Reno di rumah?" tawar Devina.
"Pulang saja, Ma. Aku mau bobo ciang. Capek..."
"Siap, Bos. Let's go..." ujar Devina seraya menggandeng tangan Aaron menuju ke mobilnya. Ia tak terlalu banyak bertanya pada Aaron alasan detail putranya itu terlihat lebih sumringah. Harusnya Aaron marah atau berwajah jutek saat Reno tak jadi menjemputnya ke sekolah. Devina tak ingin merusak kebahagiaan rahasia Aaron hari ini.
Mobil mereka pun bersiap pergi meninggalkan area sekolah. Sebenarnya Devina bisa mengemudikan mobil secara mandiri. Namun sejak ia bercerai dari Arthur, kedua orang tuanya melarang Devina membawa mobil sendiri. Sehingga sejak itu, Devina selalu diantar sopir kemana pun ia pergi.
Kini Aaron sudah berada di dalam mobil bersama Devina. Arthur memandang Devina dan Aaron dari kejauhan. Sebelum Devina datang ke sekolah, Arthur sudah keluar dari lingkungan sekolah dan kembali masuk ke dalam mobil. Alhasil mereka berdua tidak saling bertemu atau berpapasan.
Mainan mobil-mobilan milik Aaron sengaja dimasukkan bocah itu ke dalam tas sekolahnya yang berukuran cukup besar. Arthur yang menyuruhnya. Kalimat yang dibisikkan oleh Arthur pada Aaron sebelum kedatangan Devina yakni bocah itu harus merahasiakan kedatangannya di sekolah dari siapapun termasuk ibunya.
Sepanjang perjalanan mereka di dalam mobil, Aaron berceloteh riang nan santai pada Devina.
"Ma,"
"Iya,"
"Aaron sudah enggak pengin mobil-mobilan yang waktu itu hilang di Singapura kok,"
"Loh, kenapa?"
"Enggak apa-apa, Ma. Bukankah mainanku juga masih banyak," jawab Aaron.
"Putra Mama memang hebat. Mama bangga sama Aaron," puji Devina. Ia pun tak ingin memperpanjang urusan mainan mobil-mobilan tersebut.
Sedangkan Arthur sendiri ikut pergi juga dari area sekolah Aaron karena hendak menuju rumah sakit. Ia akan melakukan tes DNA. Lebih cepat dilakukan maka ia bisa tahu hasil kebenarannya apakah Aaron putra kandungnya atau tidak.
☘️☘️
"Hiks...hiks...hiks..."
"Papa jahat. Udah bikin aku cendilian di cini. Huhu..."
"Kamu siapa, Nak?" tanya Arthur dengan nada lembut.
Raut kebingungan tampak jelas di wajah Arthur kala di depannya ada seorang anak kecil perempuan yang usianya sebaya dengan Aaron, terus menangis seraya memeluk sebuah boneka. Bahkan anak perempuan itu memanggilnya 'Papa'.
"Apa Papa enggak lihat wajahku? Aku, putrimu."
Deg...
Jantung Arthur seketika berdetak dengan kencang. Memang benar jika dilihat secara seksama, wajah bocah perempuan ini begitu mirip dengan Devina dan rambutnya begitu mirip dengan Arthur.
Ia seakan tengah dihantam oleh sebuah batu besar yang menghimpit tubuhnya saat ini. Arthur merasa susah sekali untuk sekedar bernapas usai mendengar bocah perempuan itu mengatakan bahwa ia putrinya.
"Putriku?"
"Iya, Pa. Aku kembarannya Kak Aaron. Aku benci Papa! Gara-gara Papa, aku pisah sama Mama dan Kak Aaron. Gara-gara Papa, Mama nangis terus. Huhu..."
Arthur semakin terpaku dalam posisinya dan air matanya tanpa sadar ikut menetes kala melihat bocah perempuan itu terus menangis tanpa henti. Tiba-tiba...
"TIDAK !!" pekik Arthur yang seketika terbangun dari mimpi buruknya. Keringat dinginnya membanjiri wajahnya.
Ceklek...
Pintu kamar Arthur yang tidak terkunci, mendadak terbuka karena di dorong oleh seseorang.
"Ya ampun, kamu masih belum siap-siap juga!" Rara masuk ke dalam kamar putra sulungnya. Arthur mengusap wajahnya. Ia masih berusaha menetralkan napasnya sejenak.
"Ada apa, Mom?"
"Astaga, kamu mulai pikun? Bukankah kamu ada undangan pesta pernikahan rekan bisnismu di Grand Hyatt,"
"Ya ampun, aku lupa Mom." Arthur refleks menepuk dahinya sendiri. Ia benar-benar tidak ingat jika ada undangan pesta tersebut malam ini.
"Buruan! Lisa sudah menunggumu sejak tadi di ruang tamu,"
"Temani Lisa dulu, Mom."
"Hem,"
Setelah satu jam lebih bersiap ke pesta, kini Arthur dan Lisa sudah berada di dalam mobil hendak menuju Grand Hyatt, Jakarta. Lisa terus mencuri pandang ke arah Arthur yang tengah mengemudikan mobil.
"Kenapa kamu melihatku terus?"
"Eh, maaf Mas."
"Sudah aku bilang jika berdua saja jangan panggil, Mas."
"Sesekali biarkanlah seperti ini, Mas. Apa salahnya? Kan aku juga tunangan sekaligus calon istri Mas Arthur,"
"Masih calon belum resmi kan," sindir Arthur.
"Ya, maka dari itu Mas Arthur segera resmikan hubungan kita ke jenjang pernikahan. Papa dan Mama sudah pengin banget kita nikah,"
"Kamu sangat tahu aku trauma sama pernikahan. Jadi harusnya kamu lebih sabar ngadepin aku kalau memang pengin kita menikah,"
"Enggak semua wanita itu seperti mantan istrimu. Jangan menyamaratakan kalau semua wanita akan berselingkuh. Buktinya sampai detik ini aku selalu setia menemani Mas Arthur dalam kondisi apapun. Aku bukan seperti Devina yang mudah berselingkuh dengan mantan kekasih,"
Cittt...
Arthur pun mengerem mobilnya secara mendadak. Ia merasa tak suka mendengar Lisa membahas Devina bahkan menyudutkan mantan istrinya itu. Entah mengapa hatinya panas mendengarnya.
"Sejak kapan aku mengizinkan kamu berkomentar banyak soal mantan istriku?"
Glug...
Lisa menelan salivanya dalam-dalam. Ia melihat wajah Arthur yang saat ini tampak jelas menyimpan kemarahan di dalamnya.
"Apa sih kurangnya aku, Mas? Aku berusaha memberi perhatian dan cinta padamu. Walaupun kamu tak menggubrisnya sama sekali. Aku berusaha sabar menghadapimu selama ini yang masih menyimpan cinta untuk Devina. Tapi, apa tak ada sedikit cinta buatku?" cecar Lisa yang terdengar sendu di ujung kalimatnya.
Lisa berusaha tak tinggal diam. Ia enggan minta maaf untuk kali ini karena telah berani membahas Devina di depan Arthur. Ia hanya wanita biasa yang juga ingin diperhatikan dan dicintai oleh Arthur. Terlebih mereka sudah bertunangan cukup lama. Walaupun Lisa yakin hingga kini Arthur masih belum juga mencintainya.
"Lupakan pembahasan ini, kita sudah dekat dengan hotelnya." Arthur malas melanjutkan perdebatannya dengan Lisa. Lalu, ia menekan pedal gas mobilnya guna melanjutkan perjalanan mereka yang sudah dekat dengan tempat acara berlangsung.
☘️☘️
Grand Hyatt, Jakarta.
"Ayo, pestanya sebentar lagi dimulai."
"Aku masih agak takut bertemu banyak orang," cicit Devina terdengar gugup.
"Tenanglah, Dev. Ada aku. Tidak akan ada orang yang menyakitimu di dalam sana. Percayalah," ucap Reno seraya menggenggam lembut tangan Devina yang terasa dingin. Mereka berdua saat ini masih berada di dalam mobil, tepatnya di area parkir basement hotel.
Devina berusaha mengingat kembali saran dari dokter bahwa ia tak boleh takut dan harus menghadapi segala kesulitan di depan. Jika memang dalam kondisi kegawatan, barulah Devina bisa meminum obat anti depresan yang selalu ia bawa di dalam tasnya. Jika tidak dalam kondisi mendesak, dokter melarangnya. Sebab, sang dokter ingin Devina lepas dari ketergantungan obat anti depresan tersebut.
Berdamailah dengan masa lalu. Itulah saran dari dokter pribadinya. Dikarenakan jika kita terus takut menghadapi atau menghindar, maka selamanya hidup kita akan terbelenggu trauma masa lalu tak berkesudahan. Semua proses penyembuhan diri tergantung dari niat dan kegigihan pasien itu sendiri.
Reno dan Devina kini telah berjalan untuk masuk ke dalam lift. Hanya ada mereka berdua di dalam lift saat ini.
Tring...
Pintu lift mendadak terbuka, namun mereka baru sampai di lantai satu. Sedangkan venue acara terletak di lantai dua. Seketika pandangan Reno dan Devina bersirobok menatap dua sosok manusia yang kini berdiri mematung di depan pintu lift yang terbuka.
Deg...
Bersambung...
🍁🍁🍁
bikin kita ngarang cerita sendiri...eehhh tak taunya ...👍👍👍