Dalam novel Janji Cinta di Usia Muda, Aira, seorang gadis sederhana dengan impian besar, mendapati hidupnya berubah drastis saat dijodohkan dengan Raka, pewaris keluarga kaya yang ambisius dan dingin. Pada awalnya, Aira merasa hubungan ini adalah pengekangan, sementara Raka melihatnya sebagai sekadar kewajiban untuk memenuhi ambisi keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, perlahan perasaan mereka berubah. Ketulusan hati Aira meluluhkan sikap keras Raka, sementara kehadiran Raka mulai memberikan rasa aman dalam hidup Aira.
Ending:
Di akhir cerita, Raka berhasil mengatasi ancaman yang membayangi mereka setelah pertarungan emosional yang menegangkan. Namun, ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memberikan kebahagiaan sejati pada Aira adalah melepaskan semua kekayaan dan kuasa yang selama ini menjadi sumber konflik dalam hidupnya. Mereka memutuskan untuk hidup sederhana bersama, jauh dari ambisi dan dendam masa lalu, menemukan kebahagiaan dalam cinta yang tulus dan ketenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Momen Pertama
Ketegangan antara Aira, Adrian, dan Raka semakin mendalam setelah pesan misterius yang mereka terima. Dalam hati, Aira tahu bahwa ancaman ini bukan main-main. Seseorang mengawasi mereka, dan ada rahasia besar yang harus mereka pecahkan. Namun, ada satu hal yang semakin menarik hatinya—hubungan yang mulai terjalin di antara mereka bertiga.
Malam itu, Aira tak bisa tidur. Pesan ancaman yang diterimanya membuatnya gelisah. Setelah berguling-guling di tempat tidur, ia memutuskan untuk keluar sejenak ke taman di belakang asramanya. Saat berjalan perlahan di bawah cahaya bulan, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika melihat sosok seseorang yang sudah berdiri di sana.
"Adrian?" gumam Aira, terkejut.
Adrian menoleh, terkejut melihat Aira juga berada di sana. "Aira, kamu belum tidur? Ini sudah larut."
"Aku tidak bisa tidur," jawab Aira sambil mendekat. "Kamu juga?"
Adrian mengangguk pelan, tatapannya lembut tapi ada kesan serius di matanya. "Aku hanya... banyak berpikir tentang semua yang terjadi. Rasanya, kita semakin terlibat dalam masalah besar."
Aira menghela napas panjang, mengerti sepenuhnya apa yang Adrian rasakan. "Aku juga merasa begitu. Tapi aku juga merasa ada hal lain yang... tak terkatakan di antara kita."
"Apa maksudmu, Aira?" tanya Adrian, keningnya berkerut, namun sorot matanya berubah lembut.
Aira menggigit bibir, ragu sejenak. Namun, keberaniannya muncul dalam keheningan malam itu. "Aku merasa kita semakin dekat, Adrian. Kamu selalu ada di sisiku, dan Raka juga. Aku bingung... apa sebenarnya arti kedekatan kita ini?"
Adrian terdiam, terlihat sedang menimbang-nimbang. Akhirnya, ia mengambil nafas dalam dan mendekatkan dirinya ke Aira, pandangan matanya tajam dan tulus.
"Aira, aku tidak akan membohongi perasaanku. Aku memang merasa berbeda sejak kamu hadir. Kamu... memberikan warna baru dalam hidupku. Tapi situasi kita sekarang terlalu rumit untuk dibicarakan dengan ringan."
Aira menunduk, merasakan desiran perasaan yang begitu kuat dalam hatinya. Di sisi lain, ada rasa takut yang mencengkeram, seolah hatinya terjebak dalam pusaran dilema yang rumit.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah dari belakang. Raka muncul dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Kalian berdua di sini?" tanya Raka dengan nada curiga.
Adrian dan Aira saling berpandangan sebelum Aira menjawab dengan canggung, "Kami... hanya kebetulan bertemu di sini. Aku tidak bisa tidur, begitu juga Adrian."
Raka menatap keduanya dengan ekspresi tak terbaca, namun akhirnya dia menarik napas dalam, seakan menenangkan dirinya. "Aku hanya ingin memastikan kalian baik-baik saja. Aku juga khawatir dengan pesan ancaman itu."
"Kami baik-baik saja, Raka," jawab Adrian, namun tatapannya tajam. "Tapi menurutku, kita harus mulai serius mencari tahu siapa yang ada di balik semua ini. Kita tidak bisa terus hidup dalam ketakutan."
Raka mengangguk setuju, lalu duduk di samping Aira, menatapnya dengan sorot yang sulit diterjemahkan. "Aira, kalau ada yang ingin kamu katakan atau kalau kamu merasa tidak aman, jangan ragu untuk memberi tahu kami. Aku dan Adrian ada di sini untuk melindungimu."
Aira merasa haru. Ia tidak menyangka akan mendapat perhatian sebesar ini dari dua pria yang begitu berharga dalam hidupnya. "Terima kasih, kalian berdua. Aku merasa lebih tenang ketika kalian ada di sini."
Namun di balik kata-kata itu, ada ketegangan yang tak terucapkan. Mereka bertiga terdiam, merasakan suasana yang semakin mendalam dan penuh tanda tanya.
---
Keesokan harinya, Aira menerima pesan tak terduga dari seorang teman lama yang mengaku memiliki informasi tentang ancaman yang mereka terima. Pesan itu mengundang Aira untuk bertemu di sebuah taman kota yang sepi. Raka dan Adrian segera memutuskan untuk menemani Aira, menganggap ini adalah kesempatan besar untuk mengungkap rahasia di balik ancaman tersebut.
Saat mereka tiba di taman, Aira melihat sosok yang tak asing berdiri menunggu di bawah pohon besar. Sosok itu adalah Vino, teman SMA Aira yang tiba-tiba menghilang sejak beberapa bulan lalu.
"Vino?" Aira terkejut. "Kamu ke mana saja selama ini?"
Vino tersenyum tipis, namun ada kesan muram di wajahnya. "Aira, aku tak punya banyak waktu. Aku ingin memberitahumu sesuatu yang sangat penting. Ada orang-orang berpengaruh yang sedang memperhatikanmu dan teman-temanmu. Mereka tahu kalian sedang menggali informasi yang seharusnya tidak kalian ketahui."
Raka langsung mencengkeram lengan Vino, matanya penuh kecurigaan. "Apa maksudmu? Dan kenapa kamu tahu semua ini?"
Vino menunduk, merasa terdesak oleh tatapan Raka yang tajam. "Karena aku bekerja untuk mereka," jawabnya dengan nada penuh penyesalan. "Aku tak punya pilihan lain."
"Kenapa kamu memilih bekerja untuk mereka, Vino? Kenapa kamu mengkhianati kami?" tanya Aira dengan nada terluka, tatapannya penuh rasa kecewa.
Vino memejamkan matanya, tampak menahan emosi yang bergejolak. "Aku terpaksa, Aira. Mereka mengancam keluargaku. Jika aku menolak, nyawa keluargaku akan terancam."
Adrian melangkah maju, mencoba meredakan suasana. "Baik, kami mengerti. Tapi tolong beri kami petunjuk apa yang mereka inginkan dari kami?"
Vino menggigit bibir, terlihat ragu sejenak sebelum akhirnya menghela napas. "Mereka hanya ingin kalian berhenti. Berhenti mencari tahu rahasia yang disembunyikan keluarga Raka. Ada terlalu banyak uang dan kekuasaan yang dipertaruhkan di sini."
Raka menatap Vino dengan penuh kemarahan. "Ini tentang keluargaku, ya? Mereka takut aku tahu terlalu banyak?"
Vino hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, wajahnya penuh penyesalan.
Aira merasa dadanya sesak, antara marah dan tak berdaya. Ia memegang tangan Raka, mencoba menenangkannya. "Raka, kita harus tenang. Mungkin ada cara lain untuk mengungkap kebenaran tanpa melibatkan lebih banyak orang."
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan percakapan, sebuah suara keras terdengar dari belakang. Sekelompok pria dengan pakaian hitam muncul, menatap mereka dengan wajah dingin.
"Akhirnya kita bertemu," salah satu dari mereka berkata sambil menyeringai. "Kalian bertiga sudah terlalu jauh dalam permainan ini."
Adrian, Raka, dan Aira segera memasang kuda-kuda, bersiap menghadapi apa pun yang akan terjadi. Suasana berubah mencekam, ketegangan memuncak saat pria-pria itu mulai mendekati mereka dengan langkah perlahan.
"Aira, Adrian, mundur. Aku yang akan menghadapi mereka," bisik Raka sambil melangkah maju, melindungi Aira di belakangnya.
"Raka, kita bersama-sama dalam ini. Jangan lakukan ini sendirian," ucap Adrian dengan nada tegas, berdiri di samping Raka.
Pria-pria itu mengeluarkan senjata tumpul, dan tanpa basa-basi langsung menyerang. Pertarungan pun tak terhindarkan. Adrian dan Raka melawan dengan sekuat tenaga, sementara Aira mencoba bertahan di samping mereka, memikirkan cara untuk melarikan diri.
Di tengah kekacauan itu, Vino tiba-tiba melompat ke arah Aira, menariknya menjauh dari pertempuran. "Aira, ikut denganku! Kita harus pergi sekarang!"
"Vino, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!" teriak Aira panik, berusaha melepaskan diri.
Namun Vino tidak menggubris, ia menarik Aira semakin jauh dari Raka dan Adrian. Dalam hati, Aira merasa dikhianati, namun ia tahu Vino mungkin hanya mencoba melindunginya.
Saat mereka akhirnya berhasil keluar dari taman, Aira menoleh melihat Raka dan Adrian masih bertarung mati-matian. Hatinya berteriak, namun ia tak punya pilihan selain mengikuti Vino yang terus membawanya menjauh.
Di ujung jalan, Vino berhenti, mengatur napasnya yang tersengal. "Aira, aku minta maaf. Aku terpaksa melakukan ini. Mereka mengancam akan mencelakai semua orang yang kau sayangi."
Aira menatap Vino dengan penuh kebencian dan kekecewaan."Vino, kau mengkhianatiku.