Apa jadi nya, jika hidup mu yang datar dan membosankan tiba-tiba berubah berwarna. Semua itu, karena kehadiran orang baru.
Alin yang sudah lama di tinggal Mama nya sedari kecil, menjadi anak yang murung dan pendiam. Hingga tiba suatu hari, sang Papa membawa Ibu Tiri untuk nya.
Bagaimana kah sikap Ibu Tiri, yang selalu di anggap kejam oleh orang-orang?
Akan kah Alin setuju memiliki Mama baru?
Jawaban nya ada di novel ini.
Selamat membaca... 😊😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Loh sayang, kamu udah pulang? Mana Alin?" Tanya Aslan sambil melihat ke belakang Aisyah. Tidak ia temui Alin di sana.
"Kamu aja yang jemput Alin. Ni kunci mobil. Aku mau istirahat sebentar." Ucap Aisyah langsung beranjak pergi dari hadapan nya Aslan.
Aslan kebingungan. Ia tak tahu, apa yang telah terjadi dengan istri nya itu. Wajah Aisyah pun sedikit memucat. Aslan tidak bertanya lagi karena tidak ingin menambah masalah.
Saat ia akan masuk ke dalam mobil, tiba tiba saja Alin turun dari sebuah mobil.
"Maaf, Om. Tadi Alin tinggal sendirian di sekolah. Maka nya Andra ajak pulang bareng. Nggak apa kan, Om?"
"Iya nak. Nggak apa. Makasih ya. Bunda nya tiba-tiba nggak enak badan. Ni Om rencananya mau jemput juga, eh Alin udah sampe aja."
"Kalau gitu, Andra permisi ya, Om."
"Iya nak. Sekali lagi terima kasih, ya."
Andra pun masuk ke dalam mobil dan pulang di antar supir nya. Alin yang tahu jika Bunda nya sakit, langsung masuk ke dalam untuk melihat keadaan Aisyah.
Sebelum itu, ia membuatkan Aisyah bubur dan susu hangat terlebih dahulu. Setelah meletakkan tas dan berganti pakaian, Alin pun mengetuk pintu kamar itu.
Ternyata pintu kamar tidak terkunci. Aisyah tidur dengan pakaian dan kaus kaki yang masih melekat.
Alin pun membuka kaus kaki itu. Ia sedikit merasa aneh dengan kaki Bunda nya yang cantik dan bersih. Tidak seperti kaki wanita gemuk pada umum nya.
"Tidaaak,, jangan. Jangan ambil anak ku! Kau, sahabat pengkhianat!"
Aisyah terus bermimpi sambil sesekali meracau. Alin tidak mengerti apapun. Ia merasa sangat kasihan pada Bunda nya itu.
"Bunda,, Bunda,, ini Alin. Bunda jangan nangis ya. Ada Alin di samping Bunda." Ucap Alin sambil sesekali menghapus air mata nya Aisyah.
Alin tidak sanggup melihat kondisi Bunda nya. Seperti ada yang sa-kit di dalam sana. Dada nya pun seperti di remas dan terasa sesak.
Alin memeluk Aisyah dan sesekali membisikkan kata-kata positif. Ia juga mengecup kening Aisyah dan tidur bersebelahan dengan Bunda nya itu.
Hingga tidak lama kemudian, Aisyah bangun setelah beberapa saat yang lalu bertarung dengan diri nya sendiri.
"Alin,"
"Bunda udah sadar? Kalau gitu, kita makan dulu ya, Bunda."
Aisyah hanya tersenyum menanggapi perkataan Alin. Ia belai surai hitam milik anak sambung nya itu. Betapa tulus hati nya hingga ia begitu khawatir pada Aisyah.
"Alin udah makan?"
"Belum."
"Kalau gitu, kita makan sama-sama, ya."
"Tapi, Alin nggak suka bubur."
"Kalau kamu nggak suka bubur, kenapa kamu nyuruh Bunda makan bubur?"
"Biasa nya kan, orang yang sakit pasti makan bubur. Kecuali Alin."
"Memang nya, Alin kalau sakit makan apa?"
"Makan puding buah. Papa sering beli di toko roti."
"Alin suka buah?"
"Suka."
"Gimana kalau bubur nya kita berikan ke Papa aja. Soalnya Bunda juga nggak suka bubur."
"Maaf Bunda. Alin nggak tahu. Hehe."
Aisyah memeluk Alin dengan haru. Entah perasaan apa yang ia rasakan saat ini. Walaupun anak nya tak tahu ada dimana, entah sudah tiada. Entah masih hidup.
Setidaknya ia sekarang memiliki Alin sebagai anak sambung nya. Ia akan mencari keberadaan anak kandung nya nanti. Entah masih hidup, atau hanya tinggal nama. Untuk saat ini, ia akan menyusun strategi terlebih dahulu.
Akan ia balas satu persatu orang-orang yang telah mengkhianati diri nya. Balasan yang setimpal, untuk semua masa lalu yang begitu menyakitkan bagi nya dan Aslan.
"Loh, kok malah berpelukan di sini? Nggak jadi makan bubur?"
"Enggak!" Alin dan Aisyah menggeleng bersama.
"Udah tahu nggak mau bubur, tapi kok di buat?"
"Ya kan Alin nggak tahu."
"Kalian berdua itu sama. Kalau sakit suka nya makan buah. Udah, turun sana. Papa tadi buat pie anggur. Itu baru aja siap."
"Horeee........"
Alin turun lebih dulu dan membiarkan orang tua nya berada di sana.
"Sayang,"
"Iya Aisyah sayang."
"Terima kasih sudah mencintai aku dari dulu hingga sekarang. Aku nggak tahu harus gimana membalas semua cinta mu. Kamu bahkan rela mengorbankan diri mu sendiri demi aku."
"Hey,, Hey,, sayang. Aisyah. Kamu kenapa? Kok malah nangis?"
"Aku nggak apa-apa."
"Nggak apa, tapi nangis."
"Sayang, kalau seandainya kamu tidak bisa mengingat lagi semua masa lalu mu, bagaimana?"
"Apa maksud mu? Aku ingat kok masa lalu ku. Apalagi saat-saat bersamamu."
"Jangan di paksa sayang. Jangan. Aku mohon jangan di paksa."
"Aku nggak memaksa apapun."
"Kamu bohong! Pasti kamu memaksa untuk mengingat semua nya. Maka nya kamu sering sa-kit dan mimisan."
"Itu karena aku lelah. Tapi sekarang kan aku udah punya kamu."
"Terima kasih suamiku. Untuk masa lalu. Dan masa sekarang. Aku berharap, masa depan yang indah akan kita dapatkan. Saat ini, serahkan semua nya pada ku. Sudah cukup kamu melindungi ku selama ini."
Setelah Aisyah puas menangis, ia pun turun dan makan pie buatan suami nya. Tidak pernah ada yang beda. Semua nya masih sama.
Rencana nya nanti malam, ia akan bertanya. Bagaimana Aslan bertemu dengan Mama nya Alin. Pasti ada sesuatu yang ia tak tahu. Apakah Mama nya Alin, ada kaitan nya dengan masa lalu mereka, atau kah ia hanya tidak sengaja terlibat dengan Aslan.
"Alin, kamu kapan libur sekolah nya?"
"Nggak lama lagi, Bunda. Minggu depan aku udah ujian untuk kelulusan."
"Setelah ini, mau lanjut sekolah di mana?"
"Alin masih belum tahu."
"Alin suka pemrograman?"
"Suka sekali Bunda. Tapi, Alin kan masih kecil. Belum boleh belajar yang seperti itu."
"Tenang saja, biar Bunda yang atur. Oh ya Sayang, Alin kan pintar. Aku ingin membawa nya ke suatu tempat untuk belajar. Bagaimana?"
"Aku sih terserah Alin nya gimana."
"Kalau Alin terserah Bunda. Karena Alin yakin, Bunda tahu apa yang terbaik untuk Alin."
"Bagus. Setelah ujian, kita akan pergi ke suatu tempat."
"Pergi ke mana, Bunda?"
"Tempat yang pasti nya sangat Alin suka. Tempat Bunda di lahir kan kembali menjadi wanita yang hebat. Tempat yang Bunda dirikan untuk anak-anak special seperti Alin."
"Wah,, Alin jadi penasaran ini."
"Tapi ada syarat nya. Harus dapat nilai yang bagus pas ujian nanti."
"Siap, Bunda Ratu!" Ucap Alin sambil tertawa.
"Eh.. Eh.. Anak Papa. Sejak kapan bisa gaya kayak gitu."
"Sejak kenal Bunda Aisyah."
"Iya. Papa tahu. Dulu kamu kan, Udah kayak kanebo kering. Nggak bisa di ajak bercanda."
"Kanebo kering?"
Hahahaha
Mereka tertawa bersama sambil makan kue favorit mereka bertiga. Sungguh keluarga yang manis.
Tanpa di sadari oleh mereka bertiga, seseorang sedang mengintai di balik semak.
"Target, terkunci!"
ada juga part lawaknya...
kweni...
kau memang anak pintar Alva...
bukan gerahnya.
aku harap Alin adalah yg asli
bermakna ada wanita lain ka?....