Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akad
Aku dan Disha tiba di bandara Yogyakarta jam 5 lebih, kebetulan jarak Bandara ke rumah ku hampir memakan waktu 1 jam. Tapi, karna ini baru jam 5 jadi jalanan sepi sekali dan hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk aku sampai di rumah ku dengan di jemput supir dan juga adikku Adnan.
Sepanjang perjalanan tak banyak obrolan karna aku tertidur bersama Disha, hanya supir dan Adnan yang banyak mengobrol sampai kami tiba di rumahku yang di depannya sudah di sulap seperti gedung. Aku sedikit menatap takjub dengan dekorasinya, mewah sekali dan entah kenapa ini termasuk ke dalam pernikahan impian ku.
Sedang terpesona menatap sekitar tiba-tiba ada yang datang memelukku dan langsung menangis. Tak perlu melihat wajahnya aku sudah tau itu siapa, yaitu Ibuku, ku balas pelukannya tak kalah erat sambil ku elus punggungnya lalu berkata. "Maafin aku ya, Bu." Tak sadar aku juga ikut menetaskan air mata, aku tak tau aku menangis karna apa. Tapi, yang ku rasa kan aku ingin menangis untuk menumpahkan semua yang ku rasakan.
"Maafin Ibu dan ayah juga, Nak. Maaf karna kami egois mengambil keputusan tanpa nanya ke kamu. Maafin kami ya nak, dan terimakasih karna sudah mau pulang," ujar Ibuku dengan tangisannya.
Aku menatap wajah Ibuku. "Maafin Kara karna baru bisa pulang sekarang."
Tak sengaja ekor mataku menatap sosok laki-laki paruh baya yang menatap ke arah ku. Dan itu adalah ayah ku. Tanpa berkata banyak lagi aku pun berlari menghampiri Ayahku, memeluk laki-laki kebanggaan dan cinta pertama ku itu. Aku memeluk Ayahku erat dan di balas sebaliknya, aku mengucapkan banyak kata maaf, menyesali semuanya yang hampir mempermalukan mereka. Pun dengan Ayahku yang mengucapkan kata maaf dan menyesal karna gegabah dan tak melibatkan aku saat mengambil keputusan.
Setelah saling mengucapkan kata maaf dan menangis-menangis itu aku menyalimi dan memeluk keluarga ayah ataupun dari Ibuku yang juga ada sini. Setelahnya kami pun masuk ke dalam rumah, Disha di arahkan untuk tidur di ruang tamu. Sedangkan aku langsung masuk ke dalam kamar ku yang sudah di sulap menjadi kamar pengantin. Kuakui, semuanya terlihat sempurna, aku menghirup harum kamar ini yang sudah sangat aku rindukan. Setelah puas aku pun berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Kebetulan Akadnya nanti akan berlangsung jam 10 pagi di lanjutkan resepsinya nanti siang hingga malam. Memikirkannya sudah membuat aku merasakan lelah. Setelah mandi, aku akan mencoba tidur sebentar karna mengantuk, mungkin aku akan di bangunkan nanti ketika jam 8 untuk bersiap-siap di rias.
...Ω...
Pukul 10 pagi, laki-laki yang akan menjadikan aku istri hari ini sudah tiba. Sekarang dia sudah berhadapan dengan Ayahku yang tentu saja akan menjadi waliku. Walaupun terpaksa menerima semua ini, jujur saja aku sangat deg-degan. Karena, dalam hitungan beberapa menit kemudian status dan hidupku akan berubah sepenuhnya. Aku akan memasuki kehidupan baru bersama orang asing yang akan menjadi suamiku.
Aku baru saja selesai di rias, aku memakai adat jawa untuk akad. Nanti setelah resepsi kata Ibuku, aku akan menggunakan gaun. Setelah akad baru aku akan bertemu dengan calon suamiku, kini aku sedang di temani Disha di kamar dengan menonton video yang sedang berlangsung di luar, yaitu video ijab kabul yang mempersunting diriku.
"Deg-degan ga, Ra?" tanya Disha yang ada di sampingku.
Pertanyaan apa itu? Tentu saja aku deg-degan. "Lu pikir aja sendiri lah," sahutku tak habis pikir sambil mataku menatap tv yang ada di kamar ku yang di sambungkan lagi dengan kamera diluar.
"Gagah banget suami lu, Ra. Baru di lihat punggungnya udah ganteng banget ya ampun," puji Disha histeris. Ya, benar kameramen hanya memperlihatkan punggung calon suamiku, entah lah di sengaja atau tidak. Dan kini aku sudah benar-benar berganti status menjadi istri dari sosok laki-laki yang belum aku lihat wajahnya saat terdengar di telinga.
"Saya terima dan nikahnya Lengkara Prasatya Binti Prasatya dengan mahar emas sepuluh gram, rumah satu unit, mobil satu unit, di bayar tunai karna Allah."
"Bagaimana para saksi, SAH??" tanya penghulu kepada orang-orang di luar.
Kemudian langsung terdengar suara keras secara bersamaan mengantakan. "SAH!!!"
Ku lihat laki-laki itu menunduk seperti sedang menyeka air matanya, tapi entah aku yang salah liat atau memang seperti itu. Aku yang terdiam membeku kemudian di kejutkan oleh Disha yang langsung memelukku erat. "SEKARANG LU UDAH JADI ISTRINYA SAGARA, RA. YAAMPUN GA NYANGKA SAHABAT GUE UDAH JADI BINI SEORANG CEO," kata Disha histeris. Ku lihat matanya berkaca-kaca yang membuat ku rasanya juga ingin menangis.
"Ga boleh nangis, Ra!! Ini hari bahagia lo, jadi lo harus bahagia. Kalau lo nangis luntur bedaknya terus nanti malah kaya ondel-ondel," ucap Disha tertawa yang membuatku menatap kesal kepada-Nya.
Samar-samar ku dengar seseorang mengetuk pintu kamar ku yang terkunci.
Tok tok tok!
"Mbak, di suruh keluar. Udah selesai ijab kabul," ucap seseorang di luar sana yang ku rasa itu adalah Adnan.
"Otw," sahut Disha mengajakku keluar kamar. "Ayo, Ra. Kita keluar ketemu pangeran berkuda lu," ajak Disha padaku yang ku balas delikan malas. "Lebay."
"Suara jantung lo kedengeran, Ra sampai sini. Jangan jantungan dulu, nanti aja kalau udah ketemu suami tampan lu," ejek Disha bercanda.
"Ish, apa sih. Siapa yang deg-degan," ucapku mengelak. Padahal nyatanya jantungku benar-benar berpacu dengan cepat.
Aku menurungi tangga bersama Disha karna kamarku berada di lantai 2. Ijab kabul barusan berlangsung di dalam rumah, dan kini semua mata tertuju padaku. Aku begitu gugup, sampai-sampai rasanya untuk kembali melangkah begitu sulit. Rasanya tegang sekali dan tidak ada ekspresi sama sekali di wajahku.
"Jangan nunduk, Ra. Rileks, hari ini lu jadi seorang putri yang paling cantik, jangan nunduk angkat kepala lu, biar mahkota lu ga jatuh," bisik Disha padaku.
Dan aku pun menurut, melakukan hal yang dikatakan Disha. Kini tinggal selangkah lagi aku sudah berada di dekat laki-laki itu. Untuk pertama kalinya aku bertemu dengan laki-laki asing yang kini sudah menjadi suami ku. Dia menatapku begitu lekat sambil tersenyum, tak mengalihkan pandangannya sama sekali hingga aku duduk di sampingnya.
Sungguh, aku tak tau harus melakukan apa saat Disha membawa ku duduk di samping laki-laki itu, di tengah-tengah orang yang begitu banyak. Aku tersentak seperti tersetrum listrik saat laki-laki itu mengambil tanganku lalu memasang cincin yang sangat cantik di jari manisku. Tau yang harus aku lakukan aku pun melakukan hal sebaliknya, yaitu memakaikan cincin di jari manisnya. Setelah itu suara penghulu menginstruksiku untuk menjabat tangannya.
"Kamu cantik sekali," tiga kata yang keluar dari bibirnya semakin membuat aku kaku.
Kemudian ku ambil tangan kanannya lalu aku cium, dan tanpa mengatakan lagi dia memegang ubun-ubun ku dan sepertinya dia berdoa. Setelah itu, baru dia kecup keningku. Sungguh selama 23 tahun aku hidup di dunia ini, aku baru pertama kali menjabat tangan laki-laki yang bukan keluarga ku, juga baru pertama kali aku merasakan kecupan dari orang yang lagi-lagi bukan dari keluarga ku.
Aku tak tau harus berkata apa, dan kembali menghadap ke depan dimana ada ayahku dan juga penghulu.
"Tanda tangani ini," ujar sang penghulu yang tidak aku tahu namanya. Dia menunjuk dua buku pernikahan dan juga beberapa lembar kertas. Yang pertama bertanda tangan adalah laki-laki di samping ku. Lebih tepatnya suamiku, Sagara Dewaganari. Lalu setelah itu aku yang bergantian menandatanganinya.
Sekarang aku sudah benar-benar menjadi seorang istri. Rasanya begitu campur aduk menikah dengan laki-laki yang aku tidak ketahui sama sekali karakternya.