Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tujuh Belas
Ayu berjalan mendekati ayah tirinya itu dan mengambil alih Chika. Wajahnya cemberut memandangi sang suami. Erik juga ikutan berdiri mengikuti istrinya.
"Aku pamit kerja," ucap Erik. Dia mengambil tas kerjanya. Pria itu tak sarapan karena istri atau ibu mertuanya jarang memasak atau menyiapkan sarapan. Dia hanya minum teh di kantor sebagai pengganjal perut menjelang makan siang.
"Jadi selama ini kau terpaksa menikahi ku? Kau masih selalu ingat Kak Ana, begitu Mas?" tanya Ayu.
Dia meletakkan sang putri ke tempat tidur dan berdiri menghadap sang suami. Erik menarik napas dalam, tak tahu harus menjawab apa. Setiap hari ada saja bahan pertengkaran. Jika tak mengingat putrinya yang sakit-sakitan, Erik sudah minta pisah.
Erik takut, jika dia minta pisah, anak mereka akan jadi korban. Sedangkan masih bersama saja, sang putri sering diabaikan.
"Aku tak mau bertengkar. Aku mau kerja, nanti bisa telat," jawab Erik.
Seharusnya dia telah sampai di kantor. Ini saja sudah telat, tapi tadi dia sempat minta izin dengan alasan anaknya sakit dan rewel. Jadi harus ngemong anak terlebih dahulu.
Erik berjalan melangkah menuju pintu dan keluar dari kamar dengan segera sebelum emosinya tersulut. Namun, sepertinya pagi ini harus dilewati dengan berat, selain harus tidurkan anak dia harus menenangkan sang istri agar tak meledak emosinya.
"Katakan dengan jujur, kamu masih ingin kembali dengan Kak Ana kan?" tanya Ayu.
Langkah kaki Erik terhenti mendengar pertanyaan dari istrinya. Dia membalikan tubuhnya menghadap Ayu. Dia melihat ayah masih duduk di sofa, tapi dengan pandangan yang kosong. Entah apa yang ada dalam pikiran pria paruh baya itu.
Erik tak jadi menjawab ucapan Ayu, dia kembali melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. Namun, belum sampai di ambang pintu, tangannya di tahan.
"Jangan pergi sebelum jawab pertanyaanku!" seru Ayu dengan suara lantang.
"Ayu, ini masih pagi. Jangan cari keributan. Aku harus kerja," jawab Erik. Dia masih berusaha menjawab dengan baik. Malu setiap hari menjadi bahan ghibah tetangga, karena pertengkaran yang terjadi hampir setiap harinya.
"Siapa yang mencari masalah, kamu yang memulainya! Istri mana yang tak sakit hati jika suaminya masih terus mengingat mantan dan mengatakan jika pernikahan mereka hanya karena terpaksa!" seru Ayu dengan suara makin tinggi.
"Ayu, apa kamu tak bisa bicara dengan suara pelan. Apa harus dengan berteriak?" tanya Erik mulai terbawa emosi.
"Apa dengan aku bicara pelan kamu akan menjawab dengan jujur? Aku sudah mendengar obrolanmu dengan ayah. Kamu tak bisa mengelak lagi," jawab Ayu.
Erik tertawa sinis mendengar ucapan sang istri. Tampak pria itu menarik napas untuk meredakan emosinya. Dia masih menghargai Pak Refdi sebagai ayah kandungnya Ana.
"Jika kau emang sudah mendengarnya, kenapa harus bertanya. Berarti kau tau jawabnya!" seru Erik dengan suara mulai meninggi karena sudah terbawa emosi.
Ayah yang awalnya melamun, memandangi kedua anak itu. Dia tersenyum getir melihat rumah tangga mereka. Seperti bercermin dengan yang dia alami saat pertama menikahi ibunya Ayu.
Namun, setelah beberapa tahun pernikahan, dia memilih diam tak menggubris apa pun ucapan sang istri. Lebih memilih pergi jika ada pertengkaran atau ke salah pahaman.
"Jadi kau mengakui semuanya, Mas?" tanya Ayu lagi.
"Ya, aku sudah pernah mengatakan padamu, jika tak mudah melupakan Ana. Kami pacaran bukan hitungan hari atau bulan tapi tahun."
"Tapi kamu sudah menikahi ku, tak seharusnya kamu masih memikirkan mantan pacarmu itu!" teriak Ayu.
Ayah langsung masuk ke kamar, bosan melihat dan mendengar pertengkaran keduanya. Saat masuk ke kamar, dia melihat istrinya Rida.
"Suruh anakmu mengecilkan suaranya. Malu sama tetangga. Bertengkar saja setiap hari," ucap Ayah.
Ibu langsung keluar kamar mendengar ucapan suaminya. Dia melihat kedua suami istri itu sedang bertengkar. Wanita paruh baya itu menghampirinya.
"Apa yang kalian pertengkarkan lagi, setiap hari saja ribut," ucap Ibu Rida.
"Mas Erik mengatakan pada ayah jika sampai detik ini dia masih mencintai kak Ana. Dia menyesal menikah denganku, Bu," jawab Ayu.
Erik menggelengkan kepalanya. Jika ibu mertuanya sudah ikut campur bukannya akan mereda tapi pasti akan bertambah semakin menjadi pertengkaran ini.
"Apa benar itu, Erik? Kamu masih mencintai Ana. Sadar diri kamu, Ana itu sudah membuang kamu. Tak akan mau lagi menerima kamu. Jangan bermimpi terlalu tinggi. Syukur Ayu masih bertahan denganmu, tak ada wanita lain yang mau denganmu!" ucap Ibu Rida.
Erik menarik napas berat. Ucapan mertuanya selalu saja merendahkan dirinya. Rasanya ingin bercerai saja dengan wanita itu. Tapi, dia ingat anaknya dan kedua orang tuanya.
Erik malu jika harus bercerai. Apa kata orang tuanya. Mereka dari awal sudah tak menyukai Ayu. Tanpa peduli dengan mertuanya, pria itu terus melangkah dan mengambil sepeda motornya. Langsung melajukan nya. Tak dia hiraukan caci maki yang keluar dari mulut mertua dan juga istrinya.
Mungkin dia memang salah karena masih menyimpan perasaan suka pada mantan kekasihnya. Itulah alasan kenapa dia tak melawan apa ucapan istrinya.
Di tempat lain, Ana yang baru datang ke kantor berjalan menuju pantry kantor. Tadi dia bangun kesiangan sehingga belum sarapan. Hari ini Meyda tak masuk karena ada kepentingan dan telah meminta izin. Dia membuat teh. Dan roti bakar yang tersedia di pantry kantor.
Setelah itu, Ana langsung membawanya menuju meja kerja. Tapi baru sampai di tengah perjalanan, karena terburu, dia tak melihat pimpinannya sehingga menabraknya.
Teh hangat itu membasahi celana kerja Pak Rakha. Beruntung hanya hangat kuku. Ana yang terkejut, tangannya spontan mau mengelap celana yang basah. Tangannya tak sadar menyentuh barang berharga milik atasannya.
"Maaf, Pak. Saya tak sengaja," ucap Ana dengan gugup.
Kevin yang berada di samping Rakha terkejut melihat tangan wanita itu yang lincah ingin mengelap.
"Hati-hati tanganmu! Apa kau sadar telah menyentuh sesuatu?" tanya Rakha dengan suara ketusnya.
"Menyentuh apa, Pak?" tanya Ana dengan polosnya.
"Kau telah membangunkan sesuatu yang tidur!" seru Rakha lagi.
"Sesuatu yang tidur? Siapa yang tidur, Pak?" tanya Ana masih tak mengerti dengan ucapan atasannya.
Mendengar pertanyaan polos dari bawahannya, Rakha sampai menepuk jidatnya. Hal itu membuat Kevin tersenyum dan Ana makin bingung.
Kawin..... kawin.... kawin.... kawin...