Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 06
Kedatangannya sudah dinantikan sejak lama sekali, sehingga sudah dipastikan kalau akan ada sambutan yang luar biasa besar setelah dirinya menampakkan diri. Hal itulah yang membuat seorang gadis kecil nampak begitu bersemangat meskipun saat ini pesawat yang ia tumpangi belum menyentuh permukaan tanah sama sekali.
"Daddy, nanti Oma akan datang untuk menjemput kita, 'kan?" Dengan suara yang begitu lembut beserta bahasa Indonesia yang sebenarnya tidak cukup fasih itu ia bertanya pada sang Ayah yang kini tengah memperhatikannya dalam diam.
"Iya, bukankah Oma sudah berjanji sebelumnya." Anggukan semangat gadis itu berikan diiringi juga dengan senyuman yang terlampau manis.
"Lalu Daddy, apakah nanti Joyie juga akan bersekolah di sini?" Nampaknya si gadis kecil bernama Joyie itu tidak bisa menahan segala pertanyaan yang entah sejak kapan mulai mengganggu kepalanya.
"Benar sekali, Oma dan Opa sudah menemukan sekolah yang bagus untuk Joyie dan mereka juga sudah memastikan kalau sekolah itu tidak kalah dengan sekolahmu yang terdahulu." Begitu ya? Kalau begitu Joyie sudah dipastikan akan bisa berbaur dengan orang-orang baru dengan cepat.
"Sebentar lagi kita akan mendarat, Tuan." Mendapatkan pemberitahuan sepertu itu membuat Tristan segera memberitahukan pada sang putri untuk duduk dengan benar.
Tristan juga memegang tangan Joyie dengan begitu erat saat merasakan adanya gerakan yang cukup mengejutkan saat pesawat yang mereka tumpangi semakin mendekat ke landasan pacu.
Butuh waktu beberapa saat sampai guncangan itu tak terasa lagi, lalu kemudian sang pilot mengatakan kalau mereka telah tiba di Indonesia. Pria yang berada di balik kokpit itu juga tidak lupa mengucapkan selamat datang.
"Ayo, sayang." Karena Joyie kecil belum bisa melepaskan sabuk pengamannya seorang diri, jadi Tristan harus turun tangan untuk membantunya.
"Tidak Daddy, Joyie akan berjalan sendiri." Kening Tristan langsung berkerut kala mendapatkan penolakan seperti itu karena hal yang seperti ini sangat jarang terjadi, Joyie itu akan lebih suka kalau digendong. Tapi kali ini ia malah ingin berjalan sendiri.
"Baiklah, kalau begitu pegang tangan Daddy." Meskipun Joyie sudah bisa berjalan sendiri, namun Tristan tidak akan melepaskannya begitu saja.
Pasangan Ayah dan anak itu lantas turun bersamaan, diikuti juga oleh seorang pria yang sejak keberangkatan begitu setia mendampingi mereka. Dia adalah sekretarisnya Tristan.
"Oma!" Melihat entitas yang begitu ia kenali tentu saja membuat Joyie langsung melambaikan tangannya dengan heboh.
"Halo sayangnya Oma." Begitu juga dengan sang nenek yang sedang menunggu dengan sabar di bawah tangga sana. Padahal jarak mereka masih jauh, namun tangan Lisa sudah terkembang seolah siap untuk menangkap tubuh sang cucu.
"Joyie rindu Oma." Hati siapa yang tidak melemah kalau mendapatkan pengakuan seperti ini, ditambah lagi dengan pelukan yang begitu lembut ini. Ah, hati Lisa langsung menghangat.
"Oma juga rindu sekali pada Joyie loh. Joyie lelah tidak setelah melakukan perjalanan yang panjang?" Sebenarnya tanpa perlu dipertanyakan sama sekali Lisa pun sudah tahu jawabannya seperti apa, tapi tetap saja ia ingin mendengarnya.
"Tidak! Om Vino menamani Joyie untuk bermain, terus Daddy juga melakukan hal yang sama!" Mungkin jika ada orang lain yang mendengar bagaimana semangatnya Joyie saat menjawab pertanyaannya ini akan sama gemasnya seperti yang Lisa rasakan saat ini.
"Ma? Cuma Joyie saja yang disambut? Tristan tidak disambut juga?" Oh tunggu sebentar, sepertinya ada orang lain yang keberatan melihat kedekatan antara Lisa dan Joyie.
"Selamat datang, nak." Sebisa mungkin Tristan menahan kedua netranya agar tidak menjeling setelah mendapatkan respon yang tidak sesuai dengan yang sempat ia bayangkan.
Meninggalkan Tristan di sana, Lisa lantas membawa tubuh kecil Joyie untuk masuk ke dalam mobil yang memang sudah menunggu kedatangan mereka sejak tadi.
Ah iya, Tristan menggunakan pesawat pribadi makanya orang yang menjemput bisa langsung memasuki landasan pacu. Itu juga atas idenya Lisa yang terus memaksa agar putra dan cucunya itu bisa merasa lebih nyaman dalam perjalanan.
"Oma, Opa dimana?" Karena tak menemukan keberadaan sang kakek di dalam mobil sana membuat Joyie bertanya-tanya.
"Opa lagi kerja sekarang, tapi nanti setelah pekerjaannya Opa selesai, Joyie bisa ketemu dama Opa." Lisa langsung memberikan penjelasan pada sang cucu kala menemukan ekspresi sedih yang tercetak dengan jelas di wajahnya. Jangan sampai cucu cantiknya ini berpikir yang aneh-aneh nanti.
"Bukannya kemarin Papa bilang mau ikut ngejemput kami?" Masih sama seperti tadi, lagi-lagi Lisa mengabaikan putra semata wayangnya itu.
Ini agak menyebalkan sih memang, tapi mau bagaimana lagi. Bukankah sudah menjadi resiko baginya setelah memiliki seorang buah hati. Kasih sayang yang dulunya hanya milik Tristan seorang, kini sudah terbagi.
Dan lagi, ini juga karena salahnya Tristan sendiri yang acap kali keras kepala dan terus saja menolak untuk segera kembali ke tanah air tempat dirinya dilahirkan.
Karena sekarang sudah ada sang Ibu, jadi Tristan bisa lebih santai dan memejamkan matanya barang sejenak. Biarlah Joyie melimpahkan banyak pertanyaan pada neneknya itu.
"Tan, bangun nak. Kita sudah sampai." Rasanya Tristan baru saja memejamkan kedua matanya, tapi sekarang ia sudah diminta untuk kembali terjaga.
Berbeda sekali dengan Joyie yang nampak begitu bersemangat dan ingin segera keluar dari mobil, Tristan malah terlihat ogah-ogahan begitu mendapati semua pekerja yang ada di mansion rumah kedua orang tuanya ini.
Sepertinya Lisa memang sengaja meminta mereka semua untuk berkumpul agar menyambut kepulangannya dan juga Joyie. Agak berlebihan sih memang, namun bisa apa Tristan?
"Selamat datang Tuan, dan Nona muda." Sapaan itu terdengar kala mereka semua telah menampakkan diri.
"Halo." Joyie yang sedang memberikan sapaan balik sebenarnya terlihat begitu menggemaskan, tapi sayangnya mereka harus menahan rasa itu sekarang.
"Ayo kita masuk." Tidak ingin hanya menggandeng tangan sang nenek, Joyie lantas meminta tangan Tristan juga untuk ia genggam. Gadis kecil itu hanya ingin berjalan beriringan bersama dengan dua orang terkasihnya.
Entah apa yang sedang Lisa rencanakan saat ini, tapi Tristan bisa melihat sang Ibu yang seolah tengah memberikan kode pada dua orang pria yang bersiap untuk membuka pintu besar tersebut.
"Selamat datang di rumah, kesayangannya Opa." Tepat setelah pintu terbuka, mata bulat Joyie langsung bisa bertemu dengan sosok pria yang kepalanya nyaris dipenuhi oleh rambut putih di depan sana.
"OPAAA!" Dengan begitu Joyie segera melepaskan pegangan tangannya dari Tristan dan Lisa hanya agar bisa berlari pada sang kakek yang sudah siap untuk memeluk dirinya.
"Aduh, Opa kangen sekali." Ada banyak sekali kecupan ringan yang Joyie dapatkan dari Hansel saat ini. Mata senjanya pun terlihat sedikit memerah dan berair, sepertinya pria itu teramat terharu.
"Pa." Kalau tadi Lisa menyambutnya dengan tidak hangat sama sekali, maka kali ini Tristan mendapatkan pelukan dari Hansel.
Pemandangan yang ada di hadapan Lisa saat ini terasa begitu menyenangkan, ini lah yang sangat ingin Lisa lihat sejak lama.
Lisa juga tahu kalau suaminya selama ini kerap kali merasa kesal karena Tristan yang terus saja menunda waktu kepulangannya, tapi tetap saja Hansel tidak bisa menutupi rasa rindu terhadap putra semata wayangnya itu.
"Oma come here! Kita berpelukan ramai-ramai." Semua orang yang ada di sana tergelak dengan lepas kala mendengar celetukan lucu dari Joyie yang bahasa Indonesianya masih terdengar aneh.
"Daddy juga come here, kan tadi Joyie sudah katakan mau peluk ramai-ramai." Hanya demi sang putri Tristan mau menekan gengsinya dan ikut bergabung dengan pelukan yang rasanya sedikit aneh itu.
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih