Mawar Ni Utami gadis yatim piatu yang dua kali dipecat sebagai buruh. Dia yang hidup dalam kekurangan bersama Nenek nya yang sakit sakitan membuat semakin terpuruk keadaannya.
Namun suatu hari dia mendapatkan sebuah buku kuno dan dari buku itu dia mendapat petunjuk untuk bisa mengubah nasibnya..
Bagaimana kisah Mawar Ni? yukkk guys kita ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 25.
“Diam Gas, jangan takut ada Mbak Ni di sini.. Mbak Ni akan menjaga dan melindungi kamu.” ucap Mawar Ni dengan tenang sambil terus berjalan. Dia tidak bisa mengusap usap kepala Bagas karena kedua tangannya membawa barang, satu tangan membawa golok dan satu tangan memanggul karung berisi sarang lebah madu.
Rian pun juga tampak takut dan dia memperlambat langkah kaki nya hingga dia berjalan di barisan paling belakang.
“Siapa mereka?” tanya Dito dengan suara pelan sambil melangkah di samping Mawar Ni. Empat sosok putih putih itu kian mendekat. Sosok sosok itu memakai alat perlindungan diri, benar benar bagai pakaian perlindungan diri tenaga medis saat melawan virus covid. Kepala mereka pun tertutup rapat.
“Aku pikir mereka orang orang yang kemarin mau merebut maduku.” Ucap Mawar Ni pelan.
“Apa mereka akan merebut hasil hutan kita Ni?” tanya Dito terdengar khawatir.
“Aku khawatir keselamatan Bagas Ni, dia masih kecil.” Ucap Dito lagi.
“Kita lihat saja nanti kalau mereka akan merebut hasil panen kita, kamu ganti gendong Bagas aku akan menebas mereka semua.” Ucap Mawar Ni sambil terus melangkah.
“Biar Bagas digendong Rian, kita hadapi mereka berdua Ni.” Ucap Dito yang tahu jika Rian tidak bisa berkelahi.
Ketiga anak muda itu terus melangkah dan Bagas terus menangis namun kini tidak lagi sekeras tadi. Mungkin dia sudah sedikit tenang karena ada Mbak Ni yang siap melindungi dirinya..
Keempat sosok memakai APD dan tongkat panjang berkilau kilau itu juga terus melangkah ke arah mereka, arah masuk ke dalam hutan.
Dan di saat mereka berpapasan keempat sosok itu tidak ada tanda tanda untuk merebut hasil panen mereka. Keempat sosok itu terus melangkah tanpa menyapa dan tanpa menoleh.. Mawar Ni menoleh ke arah ke empat sosok itu salah satu dari mereka, sosok yang memegang tongkat pendek di punggungnya menggendong tangki.
“Mereka membawa pestisida sepertinya.” Gumam Mawar Ni dalam hati yang tahu tangki seperti itu biasanya digunakan oleh pekerja sawah untuk menyemprot hama.
Ketiga anak muda itu pun juga terus melangkah keluar dari hutan.. Rian kini melangkah lebih cepat dan kembali lagi dia berada di barisan paling depan..
“Aman mereka tidak merebut hasil hutan kita, tapi bagaimana kalau mereka mengambil habis madu Ni.” Ucap Rian..
“Aku juga khawatir Yan kalau hutan kemasukan orang orang serakah. Maka aku mulai ternak lebah di kebun belakang, kalau berhasil kamu juga bisa ternak di pekarangan rumah kamu.” Ucap Mawar Ni sambil terus melangkah menuju ke sepeda nya. Dan benar di mulut jalan setapak ada dua motor yang sama yang dilihat Mawar Ni tempo hari. Sepeda motor orang orang suruhan Irawan.
Bagas kini sudah tidak lagi menangis.. dan kepala nya pun sudah tegak dan menoleh noleh sepertinya untuk memastikan suasana aman.
“Para astronot nya sudah pergi ke bulan Gas, jangan takut lagi.” Ucap Rian sambil mengikat karung di boncengan sepedanya..
“Bukan astronot Yan, tapi atlet anggar kan dia bawa tongkat silver ha... ha...ha....” ucap Dito sambil tertawa..
“Gabungan lah astronut, tenaga medis melawan covid dan atlet anggar.” Ucap Mawar Ni sambil tersenyum lalu mengikat karung nya juga di boncengan sepedanya.. setelah selesai mengikat karung dan alat alat dengan kuat, Tiga anak muda itu pun mengayuh sepedanya dengan kencang menuju ke rumah Mawar Ni..
Hari masih siang, matahari bersinar dengan teriknya. Mereka bertiga pulang lebih awal dari hari kemarin.. Mawar Ni menutupi kepala Bagas dengan ujung kain batik penggendong nya..
“Besok pakai topi ya Gas.. biar tidak panas kepala kamu..” ucap Mawar Ni.
“Topiiii saya budaaaal..” celoteh Bagas malah bernyanyi..
Di saat mereka sampai di lahan milik Juragan Handoko , orang orang tampak sedang beristirahat di pinggir jalan raya..
“Itu mereka!” teriak salah satu pekerja Juragan Handoko sambil menunjuk ke arah tiga anak muda itu.
“Cegat mereka!” teriak yang lain..
Tiga laki laki pekerja Juragan Handoko pun lantas berjalan ke tengah jalan raya dan menghadang ke tiga anak muda itu..
“Ada apa lagi.” Gumam Mawar Ni saat melihat ada tiga orang yang berdiri menghadang jalan mereka..
“Berhenti! Kami mau minta padi istimewa itu!” teriak salah satu orang yang berdiri menghadang.
Ketiga anak muda itu pun turun dari sepedanya..
“Maaf Pak kami sudah tidak mendapatkan lagi padi itu. Cari saja sendiri di dalam hutan sana. Bebas kok masyarakat boleh ambil.” Ucap Mawar Ni.
“Kami sudah ke sana tapi tidak mendapatkan.”
“Aku tidak percaya kalau kalian tidak lagi membawa padi istimewa itu!”
“Benar Pak, sejak kemarin saya akan mengambil lagi padi itu tapi sudah tidak ada.” Ucap Rian.
“Buka paksa saja karung mereka!” teriak pekerja yang duduk di pinggir jalan.
“Silakan dicek Pak, kami tidak membawa lagi padi itu.” Ucap Mawar Ni.
“Ni...” ucap Rian dan Dito yang khawatir jika para penghadang merampas hasil hutan yang baru saja mereka ambil. Sedangkan Mawar Ni justru mengkhawatirkan Ayu dan Nenek di rumah. Khawatir jika padi di rumah dirampas oleh orang orang yang menginginkan padi istimewa itu.
Ketiga orang penghadang itu pun mengecek karung di boncengan ketiga anak muda itu..
“Benar bukan padi.” Gumam mereka bertiga.. Setelah nya ketiga anak muda itu mengikat lagi karung yang sudah dibuka oleh para penghadang ketiganya cepat cepat melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Mawar Ni.
“Semoga Ayu dan Nenek baik baik saja..” gumam Mawar Ni di dalam hati.. sambil mengayuh sepeda dengan sangat kencang..
Akan tetapi tiba tiba hand phone di dalam saku celana panjang nya berdering..
“Haduh jangan jangan Ayu.” Gumam Mawar Ni lantas dia pun memperlambat laju sepedanya dan berhenti di bawah pohon di pinggir jalan...
Dengan cepat Mawar Ni mengambil hand phone dari dalam sakunya. Rian dan Dito pun juga ikut berhenti tidak jauh dari Mawar Ni..
“Siapa Ni?” tanya Dito dan Rian secara bersamaan..
Mawar Ni melihat di layar hand phone ada sederet nomor melakukan panggilan suara.. dan dia mengernyitkan keningnya saat melihat kode negara bukan kode negara yang sering dia temui.
“Kok +971 bukan +062.” Gumam Mawar Ni dan ragu ragu untuk menggeser tombol hijau..
“Dari luar negeri Ni?” tanya Rian
“Iya aku tidak punya teman dan saudara di luar negeri.” Ucap Mawar Ni lalu mengabaikan panggilan dari nomor asing itu..
“Syukurlah aku tadi khawatir Ayu yang menghubungi aku ada hal sangat darurat di rumah.” Ucap Mawar Ni memasukkan lagi hand phone ke dalam saku celananya.. Dia yang masih cemas pada Ayu dan Nenek di rumah kembali mengayuh sepeda dengan kencang..
Beberapa menit kemudian sepeda Mawar Ni sudah sampai di depan rumah nya.. jantung Mawar Ni berdetak lebih kencang karena tidak melihat jemuran padi istimewa di halaman rumahnya dan tidak melihat sosok Ayu dan Nenek di halaman depan rumah seperti kemarin siang saat menjaga padi istimewa yang dia jemur.
“Bukannya mata hari masih terik kenapa mereka sudah tidak menjemur padi?” gumam Mawar Ni di dalam hati nya ysng was was sambil mengayuh sepeda masuk ke halaman rumah nya.