Demi bakti ku kepada Ayah aku bersedia memenuhi keinginannya untuk menikah dengan lelaki pilihan Ayah ia juga alah satu orang kepercayaan Ayah, namun kini ia membawa mawar lain masuk kedalam rumah tangga kami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EVI NOR HASANAH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Sembilan
****
"Hallo mas... Kalau kamu masih nau bekerja aku harap kamu datang lebih awal, ini sudah lebih dari satu minggu kamu mengambil cuti mas" ucap Ambar di telepon tanpa menunggu jawaban dari sebrang telepon Ambar mematikan teleponnya sepihak.
Tut...
Kini Ambar sudah berada di ruangannya, ia kembali mengecek berkas- berkas yabg tidak sesuai di dampingi oleh Rendi, sedangkan Alfa ia mengurus perusahaan AAM perusahaan yang belum di ketahui oleh Seno.
Sudah seminggu Ambar memegang kendali atas perusahaannya sendiri dan seminggu pula lah Seno tak menampak kan batang hidung di perusahaan dengan alasan ia mengurus Clarissa dan bayinya.
****
Seno masih tinggal di rumah yang sebelumnya ia tempati bersama Ambar, namun hanya kamar saja yang berbeda ia dan Clarissa memilih di kamar bawah sedangkan kamar Ambar ada di atas dan akan selalu terkunci apabila sang pemilik tidak pulang.
Seno segera bersiap ia akan segera ke kantor sebelum Ambar mengamuk, ia sudah memandikan Diva bayi mungil yang ia beri nama Diva Anastasya.
Iyaa selama bayi mungil itu dilahirkan Seno lah yang mengurus semuanya dari Diva membuka mata hingga bayi itu tidur di malam hari, bahkan tidak jarang Seno terbangun di tengah malam saat Diva menangis.
Clarissa? Jangan tanya ia masih tertidur pulas ia memang sengaja tidak memberi ASI pada bayinya dengan alasan ASI yang tak mau keluar.
****
Sesampainya di kantor Seno bergegas ingin memasuki ruangannya mungkin ia lupa jika ruangan tersebut sudah di isi oleh Ambar.
Rendi berjalan menyamai langkah Seno dan mengatakan jika ruangannya berada di lantai dasar, ruangan lantai dasar adalah ruangan karyawan biasa.
Seno baru menyadarinya bahwa Ambar sudah mengambil alih perusahaan ini, namun Seno tetap melangkah mendekati ruangan Ambar ia berkata ada hal yang ingin ia bicarakan dengan Ambar.
Rendi hanya mengangguk dan menunggunya di depan ruangan kalau-kalau ada sesuatu.
Ceklek...
Ambar menoleh ke arah pintu yang terbuka dan ia menatap tajam siapa yang membuka pintu ruangannya tanpa permisi.
"Tidak bisakah kamu mengetuk pintu terlebih dahulu mas!" ucap Ambar tak melepaskan pandangannya dari komputernya.
"Maaf Ambar aku lupa" ucap Seno menarik kursi yang berada tepat di depan meja Ambar.
Ambar hanya memperhatikan gerak gerik Seno tanpa berbicara.
"Ambar apakah kamu yakin akan memegang perusahaan ini sendirian?" ucap Seno ragu.
Ambar tersenyum sinis.
"Aku tidak sendirian mas, disini ada Rendi dan karyawan kita juga banyak jangan khawatir kan aku mas, apa kamu lupa aku dulu juga pernah memegang perusahaan ini sebelum ayah memintamu untuk menikahi ku?" ucap Ambar mengingatkan Seno akan batasannya saat ini.
Seno hanya menunduk dan mau tak mau ia harus tunduk dan mengikuti aturan yang Ambar terapkan di perusahaan ini.
"Kalau sudah tidak ada yang ingin kamu tanya kan silahkan kembali keruangan mu mas, minta Rendi mengantar mu mas" ucap Ambar mempersilahkan Seno pergi dari ruangannya.
Dengan berat hati Seno pun bangkit dari duduknya meninggalkan ruangan Ambar, Rendi yang masih berada di depan ruangan dengan sigap mengantarkan Seno keruangan nya setelah di minta oleh Seno.
Ruangan karyawan biasa yang dulu menjadi tempatnya bekerja sebelum Pak Bambang memintanya untuk meminang sang istri yang kini menjadi mantan istrinya tanpa ia setujui.
Namun semua sudah terlambat setidaknya kini ia memiliki bayi mungil nan cantik yang akan menjadi semangatnya bekerja.
Seno memulai pekerjaannya dan tak di rasa waktu sudah menunjukkan jam makan siang, ia keluar dari kantor menuju ke kantin ia berpapasan dengan Ambar dan Rendi.
"Mau ke kantin bersama?" ucap Seno tersenyum.
"Ohh maaf mas aku dan Rendi akan makan di luar sekalian bertemu klien yang akan bekerja sama dengan perusahaan kita, permisi mas" ucap Ambar sembari berjalan diikuti Rendi meninggalkan Seno di ambang pintu kantor.
Seno menunduk dan melanjutkan langkahnya menuju ke kantin ia memesan soto dan es teh manis sebagai menu makan siangnya, ia mendengar kasak-kusuk karyawan lain membicarakannya namun ia cuek ia menikmati makan siangnya.
****
"Terimakasih nona Ambar akhirnya setelah sekian lama saya mengajukan proposal dan kerja sama anda mau menerimanya" ucap Abimanyu.
Ambar tersenyum dan menjabat tangan Abimanyu klien nya kali ini.
"Maaf nona Ambar waktu makan siang masih lama bisa kah saya berbincang sebentar?" tanya Abi.
Ambar yang masih belum mengenal sosok lelaki di depannya ini pun heran, apakah yang akan di bicarakan oleh orang yang sama sekali tidak ia kenal?
Rendi dengan sigap berdiri di belakang Ambar ia hanya berjaga-jaga, ia tidak ingin ads yang melukai wanita berstatus kakaknya itu.
"Oh tenang pak Rendi saya hanya akan membahas masa lalu saya dengan Ambar" ucap Abi.
Ambar semakin di buat heran dengan lelaki di depannya ini, ia dengan santai memanggil namanya tidak menggunakan istilah nona tetapi Ambar merasa suara ini sangat familiar di telinganya.
Abi mengeluarkan sebuah foto dari dompetnya dan ia letakkan di meja yang Ambar dapat menjangkaunya.
Ambar mengerutkan kening ia sangat mengenali anak kecil yang berada di dalam foto tersebut, Abi si gendut yang selalu di bulli oleh teman- temannya di sekolah nya dan Ambar pernah menolongnya.
"Abi?" ucap Ambar di angguki oleh Abi sembari menampakan senyum manisnya.
Ambar pun tersenyum akhirnya ia bertemu lagi dengan teman yang pernah di tolongnya sewaktu sekolah dulu.
"Bagaimana kabarmu?" ucap Ambar.
"Baik, kamu?" Wbi menanyakan hal yang sama.
"Aku baik"
Kini tak ada lagi rasa canggung antara ia dan Abi Rendi pun sudah kembali ketempat duduknya semula karena ia merasa tidak akan ada bahaya.
Ambar dan Abi terus saja berbicara tentang masa lalu mereka saat di sekolah, Abi juga mengajak Ambar bertukar nomor ponsel pribadi.
Tak terasa jam makan siang selesai Ambar dan Rendi pamit dan bersamaan dengan mereka yang keluar dari cafe berpapasan dengan wanita yang Ambar tidak asing.
Clarissa yaa namun ia terlihat sendiri tidak membawa anaknya dan lagi Clarissa tidak melihat Ambar karena terhalang oleh badan Rendi.
Clarissa langsung saja masuk tanpa memperdulikan seseorang yang menatap nya heran, Ambar masih bisa melihat Clarissa duduk di meka bersama dengan lelaki yang di yakini Ambar bukan lah Seno.
"Siapa lelaki itu?"
Rendi yang mendengarnya pun ikut menoleh ke arah mata Ambar memandang.
"Saya akan cari tahu nona" ucap Rendi.
Seakan tidak ada malunya Clarissa mencium pipi lelaki yabg bukan suaminya itu, lalu ia duduk di depan lelaki itu.
Ambar yang masih berdiam diri tak sengaja mendengar Clarissa memanggil lelaki itu dengan sebutan Sayang karena cukup keras suara Clarissa menegur lelaki itu.
Ambar segera melangkah kan kakinya setelah diingatkan oleh Rendi bahwa jam makan siang hampir habis dan lagi menurut Ambar itu bukan lagi urusannya.
Ambar dan Rendi melajukan kendaraan mereka menuju perusahaan.
Sesampainya di perusahaan Ambar menoleh ke arah ruangan Seno yang memang terlihat dari ambang pintu masuk, dan Seno masih di sana sibuk dengan komputernya bahkan Seno pun tak menyadari seseorang yang tengah memperhatikannya.
"Dia masih di kantor lalu lelaki yang di temui istrinya dan di panggil sayang?" gumam Ambar ia pun segera menepis pikiran tersebut dan melanjutkan langkah nya menaiki lift menuju ruangannya.
Di Cafe.
"Sayang kenapa ketemunya di sini? Kan kita nggak bebas"
"Aku sedang banyak pekerjaan nanti weekend aku berjanji pada mu akan mengajak kamu dan anak kita jalan-jalan tapi pastikan lelaki bodoh itu tidak mengetahui nya" ucap lelaki yang kini duduk bersebrangan dengan Clarissa.
Clarissa mengangguk semangat mendengar penuturan dari lelaki pujaan hatinya dan juga ayah dari baby Diva.