Kakak Iparku Adalah Ayah Anakku

Keesokan harinya, Selena kembali menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Namun bedanya kali ini Selena sedikit ketat pada Lionel hingga menemani Lionel kemana-mana bahkan saat anak itu sekolah. Jika biasanya Selena akan mengantar Lionel sekolah dan menjemput anak itu saat makan siang di kantornya, kali ini, Selena mengambil cuti selama tiga hari untuk menemani dan menjaga Lionel di sekolah. Tentunya, tanpa bantuan Brian. Secemas itu Selena sekarang.

“Mom, apa itu hari ayah?.” Lionel tiba-tiba bertanya saat Selena baru saja selesai memarkirkan mobilnya di basement.

Selena terkejut, ia menoleh sesaat menatap Lionel yang menatap momynya lugu. Hati Selena tiba-tiba terasa sesak. Ini, kali pertama Lionel menanyakan sesuatu yang tidak bisa Selena jawab. Dan ini kali pertama Lionel membahas soal ayah. Karena sebelumnya, Lionel tidak pernah menanyakan soal mengapa mereka tinggal berdua dan mengapa ia tidak mempunyai ayah.

“Lio tahu darimana soal itu?.” tanya Selena mencoba mengulur waktu. Jujur, Selena tidak punya keberanian untuk menjawab pertanyaan anak itu.

“Mis Laila.” jawab Lio. “Kata teman Lio, hari ayah hanya bisa dilakukan pada anak-anak yang punya ayah saja.” lanjut anak itu membuat Selena makin terkejut.

“Mom? Apa.. Lio tidak punya ayah?.” tanya anak itu lagi-lagi dengan wajah polos.

Mata Selena memanas, lelehan air dimatanya terasa ingin jatuh tak tertahankan. Selena merasakan sakit saat Lionel bertanya begitu.

“Di sekolah, teman-teman ku selalu bercerita tentang ayah mereka. Semua pernah bermain dengan ayahnya. Tapi.. mengapa aku tidak pernah melihat ayah Mom?.”

Selena merasakan debaran jantungnya yang tak menentu, karena dia tahu percakapan yang akan datang tak terhindarkan.

“Lio, kamu tahu kan, Momy sayang sekali sama kamu. Kadang, keadaan sedikit berbeda untuk setiap keluarga. Ada banyak jenis keluarga, dan itu baik-baik saja sayang.” jawab Selena mencoba memberi pengertian.

Lionel menyerngitkan dahi bingung, “Tapi mengapa aku tidak punya ayah Mom? Apa ayah tidak menyayangiku?.”

“Lio sayang, tentu Lio punya ayah. Ayahmu… dia memang tidak ada di sini, tapi itu bukan berarti dia tidak menyayangimu. Momy ingin kamu tahu bahwa kamu dicintai lebih dari yang kamu bisa bayangkan sayang.” jawab Selena mencoba tenang. Pikirannya langsung tertuju pada Devon. Meskipun Lio masih kecil dan mungkin belum mengerti sepenuhnya, Selena tahu bahwa hari itu akan tiba ketika Lio akan membutuhkan jawaban yang lebih jelas. Namun untuk saat ini, Selena hanya bisa berharap bahwa cintanya cukup untuk menutupi rahasia yang dia simpan rapat-rapat.

Lionel tampaknya masih penasaran, namun suaranya mulai lembut kali ini. “Kalau begitu aku akan bertemu ayah suatu hari nanti?"

Selena menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menjawab pertanyaan yang selama ini dihindarinya. “Mungkin, sayang. Tapi Momy ingin Lio tahu kalau Momy selalu ada buat kamu. Momy akan selalu melindungi kamu, apa pun yang terjadi."

Lionel dengan kepolosannya tersenyum. “Aku sangat menyayangi Momy.”

“Momy lebih menyayangi kamu, Lio. Ah, tumben sekali anak Momy yang ganteng ini banyak bertanya pada momy?.”

Lionel terkekeh, “Saat Lio diam, momy malah kesal bukan?.”

“Tentu. Kau selalu mengabaikan momy saat momy mengomel. Tentu saja momy makin kesal.” jawab Selena cemberut.

“Baiklah, ayo kita turun. Hari ini momy akan membuatkan sup jagung untuk Lio. Bagaimana, senang?.”

“Hore!! Senang mom!.” jawab anak itu antusias.

Selena tertawa. Ia membawa Lionel keluar dari mobil dan menuntunnya memasuki lift.

Tak lama, pintu lift akhirnya terbuka, Selena kembali menuntun Lio menuju apartemen. Namun saat tak jauh dari pintu apartemen, Lio tiba-tiba berhenti berjalan dan menunjuk ke arah depan sambil bertanya pada Selena.

“Mom? Siapa om itu?.”

“Apa? Om? Siapa?.” Selena mendongak, menatap ke arah seseorang yang Lionel tunjuk. Dan..

DEG

Betapa terkejutnya Selena saat melihat siapa seseorang yang baru saja Lionel tunjuk. Saat itu juga napas Selena seketika tercekat, dan tatapan matanya langsung terpaku pada pria itu. Selena merasa seolah-olah dunia berhenti berputar kala melihat siapa pria yang berdiri menjulang tepat di depan apartemennya itu.

Disana, pria yang selama ini berusaha Selena hindari, dia berdiri di depan apartemen dengan jas rapihnya, dan rahang yang selalu terlihat tegas. Sosoknya tampak lebih besar dari yang Selana ingat.

Mata Selena dan Devon bertemu, membuat wajah Selena seketika pucat. Keterkejutan itu begitu terasa membuat Selena kesulitan bernapas.

“D-Devon?.” gumam Selena terbata dengan mata terbelalak seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pikiran-pikiran yang sebelumnya tertata rapi kini tercerai-berai, mengingat semua upaya yang Selena lakukan selama ini untuk menghindari pertemuan ini.

“Selena?.”

Tangan Selena yang masih memgenggam tangan Lionel gemetar. Selena mundur perlahan dan menyembunyikan Lionel di balik tubuhnya dengan cepat. Rasanya Selena tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Ia bahkan menatap Devon dengan air mata yang mulai memenuhi pelupuk matanya.

Sedangkan Devon, pria itu menatap Selena dengan perasaan haru dan menggebu. Perasaannya campur aduk. Saat melihat Selena berdiri di kejauhan, hati Devon berdegup kencang. Semua kenangan lama, rasa rindu yang menumpuk, dan penyesalan yang menghantuinya seakan meluap bersamaan. Devon telah membayangkan momen ini ribuan kali.

“My girl.” Gumam Devon terpaku dengan penampilan Selena yang begitu berbeda dari sebelumnya. Selena benar-benar tumbuh menjadi wanita dewasa yang cantik. Selena terlihat keibuan.

“Aku merindukanmu Selena.” lanjut Devon. Ia mulai berjalan menghampiri Selena. Namun Selena langsung menahannya hingga membuat Devon mau tak mau berhenti dan memberikan Selena waktu.

“Berhenti Devon. Jangan mendekat.” ucap Selena dengan suara gemetar. Lionel yang berada di balik tubuh Selena kebingungan dan hanya bisa mengeratkan pegangannya di tangan sang Momy. Lio belum mengerti dengan keadaan ini.

“Apa yang kau lakukan disini? Bagaimana kau tahu tempat tinggalku?!.”

Devon mengerutkan keningnya, ia tidak suka dengan respon Selena yang terlihat terganggu dengan kedatangannya. Devon ingin Selena sama sepertinya. Merindukannya dan ingin kembali padanya. “Aku selalu tahu Selena. Aku tidak pernah berhenti mencari tahu tentangmu. Dan aku tidak pernah berhenti memikirkanmu. Kau seharusnya senang aku kembali.”

Selena menggeleng, tidak habis pikir. “Kau sungguh brengsek. Setelah apa yang kau lakukan padaku, dengan mudahnya kau berkata begitu? Untuk apa aku senang kau kembali? Kau telah menyakiti kakak ku. Dan kau telah menyakiti aku.” jawab Selena memburu.

Devon menarik nafas, menatap Selena sungguh-sungguh. “Aku tahu kita berakhir dengan cara yang salah. Dan aku tahu telah menyakitimu Selena. Aku kembali untuk memperbaikinya. Memperbaiki kita yang—.”

“Cukup! Cukup Devon!.” potong Selena cepat. Selena menoleh pada Lionel yang kebingungan. Selena segera meraih tangan Lionel dan membawa anak itu masuk ke dalam apartemen. Devon berusaha mengejar Selena, namun Selena segera menahan Devon dan membuat Devon lagi-lagi mau tak mau diam.

“Jangan ikuti aku. Tunggu disini dan aku akan kembali.” ucap Selena sebelum masuk membawa Lionel ke dalam apartemen. Dan Devon menurut menunggu diluar meski dalam hati yang paling dalam, Devon sudah tidak sabar untuk merengkuh tubuh Selena dan menyesap setiap inci kelembutan kulitnya yang lembut dan manis.

Sungguh, Devon memang tidak tahu diri.

“Sayang tunggu disini sebentar ya. Bermain lah sebentar dengan mainan mu. Momy akan segera kembali setelah menyelesaikan urusan momy diluar.” ujar Selena sambil menyalakan i-pad milik Lionel dan memberikannya untuk dimainkan Lionel.

Anak dengan pipi bulat itu mengangguk. Tanpa mengatakan apapun lagi, Selena kembali keluar setelah mengecup kening Lionel singkat dan menguncinya agar Devon tidak masuk ke dalam. Selena masih gemetar dan kalut sendirian. Apakah ini hari terakhir ia menjadi momy Lionel? Tidak.

Selena berbalik setelah mengunci pintu apartemen, raut wajah panik dan takut di wajahnya masih kentara jelas. Dan saat Selena berbalik, Devon ternyata masih menunggunya. Pria itu bersidekap di depan pintu apartemen sambil bersandar di dinding dengan malas.

“Siapa anak itu? Apa dia anak mu? Dan kau menyembunyikannya dari ku agar dia tidak menguping pembicaraan kita dan melaporkannya pada suami mu?.” tanya Devon tiba-tiba dengan nada kecemburuan yang jelas terdengar oleh Selena.

Devon berdecih, “Cih, aku tidak menyukainya.”