Anson adalah putra tunggal dari pemilik rumah sakit tempat Aerin bekerja. Mereka bertemu kembali setelah tiga belas tahun. Namun Anson masih membenci Aerin karena dendam masa lalu.
Tapi... Akankah hati lelaki itu tersentuh ketika mengetahui Aerin tidak bahagia? Dan kenapa hatinya ikut terluka saat tanpa sengaja melihat Aerin menangis diam-diam di atap rumah sakit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Sudah tiga hari ini Aerin tidak datang bekerja. Berita tentangnya menjadi simpang siur di rumah sakit. Namun Fini, perawat yang memiliki rasa bersalah paling besar terhadap Aerin mulai bercerita tentang kebaikan dokter tersebut ke staf-staf. Ia menyebarkan bahwa dokter Aerin difitnah. Sifat aslinya sebenarnya sangat baik. Buktinya sang dokter rela membantu Fini menanggung kesalahannya.
Cukup banyak yang percaya. Dan merasa tidak enak telah menilai buruk tentang Aerin. Namun orang-orang yang iri terhadap Aerin tetap bersikap sinis dan masih suka menjelekkan nama dokter tersebut. Contohnya Laras. Wanita itu tetap saja menyebarkan ujaran kebenciannya pada Aerin. Dari dulu dia memang iri pada Aerin yang menurutnya selalu lebih beruntung darinya. Itu sebabnya Laras selalu ingin menjatuhkan Aerin yang dia anggap sebagai saingan.
Tapi Andrea tetap puas. Meski masih ada yang suka merendahkan Aerin, namun kebanyakan sudah tahu kalau sahabatnya hanyalah korban fitnahan orang-orang iri dan jahat.
Setidaknya Aerin yang dikenal buruk di rumah sakit perlahan membaik.
"Dokter Andrea, dokter Aerin tidak masuk lagi ya?" Fini mendekati Andrea. Semenjak perawat itu berani berkata jujur tentang Aerin, dia dan Andrea mulai dekat.
"Ya, kemarin aku hubungi katanya dia masih ingin menenangkan diri. Hari ini aku coba telpon lagi nomornya tidak aktif." ujar Andrea. Fini manggut-manggut. Tak ada orang lain dalam ruangan. Hanya mereka berdua. Anson pun tak ada diruangannya.
"Masih sakit hati sama kata-katanya dokter Logan kali. Astaga, padahal saudaranya yang ingin berbuat kasar pada dokter Aerin, tapi dokter Logan malah salah paham dan terus-terusan menghina dokter Aerin."
"Tapi kamu pernah salah paham seperti Logan juga kan?" Andrea menatap Fini tajam. Perempuan itu tersenyum malu.
"Ingat, lain kali jangan asal menilai orang sembarangan. Tiap orang itu beda-beda. Kamu tidak akan kenal seperti apa sifat asli mereka kalau kamu tidak dekat dengan mereka. Seperti waktu kamu belum kenal Aerin. Berhenti juga kebiasaan bergosip yang tidak baik, paham kamu?" nada bicara Andrea tegas. Fini mengangguk cepat. Dia sudah belajar dari pengalaman.
"Ya sudah, waktu istirahat selesai. Kembalilah bekerja." kata wanita itu lagi.
Fini pun mengambil sebuah map di atas mejanya dan keluar dari ruangan tersebut. Dia sempat berpapasan dengan dokter Laras di luar, ingin menyapa perempuan itu namun tidak jadi karena Laras menatap sinis, sudah begitu langsung membuang muka lagi. Fini pun mengangkat bahu tidak peduli. Ia ingin fokus bekerja dengan baik saja. Tobat bergosip lagi.
®®®®®
Sementara itu Anson bergerak gelisah di taman rumah sakit. Ia berjalan mondar-mandir dan mengusap wajahnya kasar. Sudah tiga hari ini Aerin tidak datang bekerja. Wajahnya gusar.
Anson paham kalau gadis itu ingin menenangkan diri. Karena itu ia sengaja memberi Aerin waktu. Tidak ingin mengganggu gadis itu. Sampai hari ini dia masih menunggu Aerin akan datang bekerja lagi. Walau gadis itu belum bersedia kembali ke tim-nya, setidaknya Anson bisa melihatnya bekerja seperti biasa.
Namun hari ini Anson dibuat kaget saat salah satu staf bagian umum, yang memiliki posisi sebagai kepala bagian melaporkan surat pengunduran diri Aerin. Katanya Aerin mengiriminya lewat e-mail hari ini. Bagaimana Anson tidak panik coba.
Pria itu masih mondar-mandir. Kemudian ia bergegas keluar, masuk ke dalam mobil dan pergi dari gedung besar tersebut. Mobilnya melaju menuju hotel tempat Aerin menginap. Selama perjalanan, pria itu meremas stir kuat-kuat sampai buku-buku jarinya memutih. Ia membawa mobil dengan kecepatan tingkat tinggi.
Sesampainya di hotel, pria itu melompat keluar. Dengan secepat kilat menuju meja resepsionis.
"Selamat siang pak, ada yang bisa saya bantu?" sapa resepsionis dengan ramah.
"Saya ingin mengecek wanita bernama Aerin Bitna Russel. Dia ada dikamar nomor berapa?" Anson menyebut nama lengkap Aerin. Pria itu tampak tidak sabar.
"Maaf, sebelumnya kalau boleh tahu bapak siapanya ya?" Anson menatap resepsionis itu geram.
"Calon ayah dari anak-anaknya." tanpa pikir panjang ia pun mengatakan kalimat tersebut.
"Ah, jadi bapak tunangannya?"
mata Anson menggelap menatap sang resepsionis.
"Dengar, aku ingin tahu nama yang aku sebut tadi ada dikamar berapa. Kau cukup memberitahu saja. Kau ingin aku membuatmu dipecat dari sini sekalian hotel ini aku hancurkan?" pria itu pun mengancam karena sudah tidak tahan lagi. Nada bicaranya sangat rendah dan terdengar menakutkan.
Resepsionis wanita itu sampai syok. Ia melihat Anson lagi. Dari tampangnya, pria itu memang terlihat seperti jenis-jenis laki-laki yang berkuasa. Resepsionis tersebut mendadak ciut.
"O ... Oke. Tunggu sebentar pak saya periksa." kata sih resepsionis kemudian dengan suara agak terbata.
"Aerin Bitna Russel kan pak?
"Mm."
"Ada dikamar nomor 89 pak."
Tanpa mengatakan apa-apa Anson langsung berlari menuju lift. Sih resepsionis menyapu dadanya. Ganteng-ganteng tapi auranya sangat menakutkan.
Sampai dikamar nomor 89, Anson mengetuk-ngetuk pintu dengan keras. Rasanya dia ingin mendobrak pintu tersebut namun dirinya masih sadar ini adalah hotel. Cukup lama ia mengetuk tapi belum ada tanda-tanda Aerin akan segera membuka pintu.
"Aerin,
"Aerin buka! Ayo bicara! Aerin!"
Anson mulai berteriak-teriak kencang. Beberapa orang sampai keluar kamar untuk sekadar melihatnya. Tapi Anson tidak peduli. Ia harus melihat Aerin sekarang juga. Memaksanya untuk membatalkan surat pengunduran diri yang dia buat.
"Aerin! Ae ..."
Pintu pun terbuka. Menampakkan wajah yang ingin dia lihat sejak tadi.
Aerin sendiri menatap Anson dengan heran. Ia sedang mandi tadi jadi tidak tahu dengan kehebohan yang sudah dibuat oleh lelaki itu.
"Anson, ada apa? Kenapa kau datang ke sini? Kenapa mengetuk-ngetuk be .. aahkk!"
Anson tiba-tiba mendorong pintu dan masuk. Pria itu tak lupa mengunci pintu dan berbalik menatap Aerin dengan iris tajam. Jelas Aerin keheranan melihatnya.
Bertindak secara impulsif dan sulit mengontrol emosi.
Pendarahan selama Operasi Buruknya sangat beresiko dapat menyebabkan Infeksi setelah operasi . Gumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, atau masalah paru-paru .
Satu bab buruk dalam hidup itu tidak berarti itu adalah akhir, tetapi itu adalah awal dari babak baru dalam hidupmu..
Namun jika situasinya seperti ini tingkat Lithium yang sangat tinggi dalam darah dapat mengganggu fungsi ginjal dan organ tubuh lainnya jika dikonsumsi berlebihan.