Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Sambutan Irfan
“Mbak Naura, gak kenapa-napa, ‘kan?” tanya Sri saat melihat wajah wanita itu memucat.
Tidaklah mudah bagi Naura menerima kenyataan yang benar-benar baru ia ketahui, bagaikan badai yang datang dalam kondisi tenang, semua yang ada di sekelilingnya seperti kacau balau padahal tampak baik-baik saja, itulah yang Naura rasakan saat ini.
“Mmm, gak pa-pa kok Bu Sri, mungkin tadi karena saya sarapannya sedikit jadi cepat lapar ini dan badan tiba-tiba agak lemas saja,” jawab Naura penuh dusta.
“Ya sudah coba bawa minum teh manis hangat biar ada tenaga, gih. Sebentar lagi acara mau dimulai, pastinya kamu butuh banyak tenaga buat mendampingi Pak Irfan,” balas Sri sangat perhatian.
Naura hanya bisa mengulum senyum tipis dikala diingatkan kembali akan tugasnya hari ini. Sungguh ini sangat berat, tetapi ia harus tampak tegar dan tangguh menjalankan hari ini.
Para tamu undangan sudah memenuhi ruangan, serta beberapa perwakilan karyawan dari beberapa anak perusahaan serta cabang Grup Mahesa juga turut hadir. Sedangkan keluarga Damar sudah duduk di meja VIP yang sudah disiapkan.
“Bismillah, Ya Allah berikan aku kekuatan hari ini, jangan buat aku menitikkan air mata saat ini. Kumohon bantu aku,” batin Naura memohon. Kemudian ia menarik napas dalam-dalam, tangannya sedikit menarik ujung blazer, setelah itu barulah ia melangkah menuju MC.
Acara penyambutan pun dimulai, lantas Naura bergabung duduk dengan rekan kerjanya di meja yang agak jauh dari panggung acara.
“Mbak Naura, anaknya Pak Damar ternyata ganteng banget ya. Wah, Mbak enak nih bisa lihat wajah Pak Irfan tiap hari,” celetuk Elva—salah satu staf bagian operasional, yang sama-sama baru dua tahun bekerja di Grup Mahesa.
Naura tergelak tawa pelan. “Kalau ganteng ... terus saya harus tepuk tangan bergembira? Begitu? Udah jelas anaknya Pak Damar udah punya istri dan anak,” balas Naura dengan santai, kemudian ia kembali menundukkan kepalanya untuk mengecek ponselnya.
Elva menyiku kembali lengan Naura. “Ya bukan begitu sih Mbak, hitung-hitung lumayan loh Mbak buat hiburan selama di kantor, kali aja nanti Pak Irfan punya keinginan beristri dua. Jadi bisa ikutan daftar,” gurau Elva mengajak Naura agar tidak tegang.
Lagi, wanita itu berdecak. “Mbak Elva aja yang daftar, kalau saya sih ... big no!” tegas Naura pelan.
Sementara itu, Irfan yang sedang memberikan sambutan di podium, pandangannya menangkap Naura yang sibuk mengobrol plus berbicara dengan teman sebelahnya, ia pun menyeringai tipis melihatnya.
“Saya sangat berharap kepada seluruh karyawan yang bekerja di Grup Mahesa memberikan kontribusi yang terbaik demi kemajuan perusahaan. Bukan hanya sekedar datang ke kantor, duduk di depan layar komputer, dan ternyata asik mengobrol dengan teman dan main ponsel di jam kerja! Ini sama saja kami mengaji karyawan yang tidak berkompeten dan tidak memiliki loyalitas pada perusahaan kami. Jadi saya harap sebelum nanti ada evaluasi karyawan, Ibu Bapak sekalian bisa mengevaluasi kualitas dirinya,” tegas Irfan dengan meninggikan suaranya.
Semua karyawan yang hadir menyimak ucapan Irfan, tetapi tidak dengan Naura yang masih merapikan catatan schedule Damar di ponselnya.
“Mbak ... Mbak Naura,” panggil Elva agak berbisik.
“Mmm,” Naura hanya berdeham dan belum juga mengangkat wajahnya.
“Mbak Naura, simpan dulu hpnya. Itu Pak Irfan lihat ke arah kita Mbak,” pinta Elva mulai terasa tidak nyaman, terpaksa ia mencolek Naura biar fokusnya buyar.
“Eh, apa!?” Naura langsung mengangkat wajahnya dan benar saja dari atas podium tatapan Irfan begitu menyalak ke jatah meja yang ditempati Naura, lantas haruskan wanita itu terkejut dan takut? Tentu tidak, ia tampak tenang kemudian menundukkan pandangannya dan melanjutkan pekerjaannya melalui ponselnya sekalian cek email yang masuk.
“Jika nanti ditemukan karyawan yang tidak bisa disiplin terpaksa saya akan memecatnya, dan tidak akan lagi melihat sebagus apa kinerjanya selama ini serta masa kerjanya! Jadi mohon diperhatikan hal tersebut,” lanjut kata Irfan saat ini dengan tegasnya.
Naura memasang telinganya dan tampak berdecih pelan. “Rezeki tidak hanya di perusahaan ini saja. Kita lihat saja nanti,” gumam Naura sendiri, di hatinya kini justru terbesit ingin mengundurkan diri demi menjaga kesehatan mentalnya, mengingat dulu ia pernah depresi selama enam bulan, untungnya saja Irfan meninggalkan uang sebanyak 250 juta untuknya, jadi ia bisa buat bayar dokter kala itu.
Acara sambutan dari Irfan sudah selesai, selanjutnya acara ramah tamah dengan para relasi bisnis serta para jajaran direktur yang bertugas. Dengan hati yang terpaksa Naura harus menjalankan tugasnya mendampingi Irfan untuk memperkenalkan pada relasi bisnis Grup Mahesa.
“Perkenalkan Beliau adalah Pak Alex dari Sinema Entertainment,” ujar Naura saat memperkenalkannya pada Irfan. Pria itu tampak bersikap profesional dan menerima uluran tangan dari Alex.
Pria yang cukup tampan itu tampak ramah saat menjabat tangan Irfan. “Salam kenal Pak Irfan, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik, Pak Irfan,” ujar Alex ramah, lalu melirik Naura yang berdiri di samping Irfan. “Dan semoga saja dengan pergantian Presiden Direktur bisa memberikan ijin pada sekretarisnya untuk menjadi model di perusahaan kami,” ungkap Alex.
Kening Irfan mengernyit, tidak paham dengan perkataan Alex. “Sekretaris yang mana ya Pak Alex?” tanya Irfan.
Pria yang usianya tidak jauh dari usia Irfan mengulum senyum tipisnya. “Saya sudah lama tertarik ingin menarik Mbak Naura menjadi model di perusahaan saya, sayangnya Pak Damar tidak memberikan izin. Padahal potensi penampilan dan wajahnya sangat mendukung untuk menjadi artis yang terkenal,” jelas Alex dengan lancarnya.
Dalam hati Irfan berdecih dan enggan untuk menolehkan wajah untuk menatap wanita itu.
“Maaf Pak Alex, nanti akan saya pikirkan tawaran Pak Alex dalam waktu dekat ini. Kebetulan sekali sepertinya Pak Irfan juga akan ada sekretaris baru untuk menggantikan saya di sini,” jawab Naura sangat pelan tapi masih bisa terdengar oleh kedua pria itu. Sontak saja Irfan menolehkan wajahnya, pandangannya curiga, sementara Naura tidak membalas tatapan tersebut, dan tetap memandang Alex.
“Apa maksudnya!” batin Irfan geram dan penuh tanda tanya. Wahai Irfan, apakah kamu tidak melihat bagaimana cantiknya wanita yang telah kamu talak setelah melahirkan! Atau matamu sudah buta? Kalau begitu butalah selamanya, dan jangan sesekali menghalangi Naura mencari pekerjaan yang lebih baik lagi. Sebelum dipecat, mungkin Naura yang terlebih dahulu mengundurkan diri.
Sementara Alex yang tampak senang mendengarnya, langsung meraih tangan Naura untuk ia jabat.
“Saya sangat menanti hal ini Mbak Naura, saya tunggu kabar baiknya,” ujar Alex, wajah tampannya tersenyum hangat.
Irfan bergeming melihat interaksi mereka berdua, terutama ketika Alex mengusap tangan Naura di depan matanya sendiri.
Bersambung ... ✍
emang pas nikah orang tuanya ga datang??? ga di kenalin
kan ngelawak sebab ceritanya di Indonesia
kalo di luaran kan cuma kedua pengantin udah sah