NovelToon NovelToon
Sarjana Terakhir

Sarjana Terakhir

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.8k
Nilai: 5
Nama Author: Andi Budiman

Siang ini udara panas berembus terasa membakar di ruas jalan depan gerbang Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Matahari meninggi mendekati kulminasi. Suara gaduh di sekeliling menderu. Pekikan bersahut-sahutan, riuh gemuruh. Derap langkah, dentuman marching band dan melodi-melodi bersahutan diiringi nyanyian-nyanyian semarak berpadu dengan suara mesin-mesin kendaraan.

Rudi salah satu laki-laki yang sudah tercatat sebagai mahasiswa Unsil selama hampir 7 tahun hadir tak jauh dari parade wisuda. Ia mengusap peluh dalam sebuah mobil. Cucuran keringat membasahi wajah pria berkaca mata berambut gondrong terikat ke belakang itu. Sudah setengah jam ia di tengah hiruk pikuk. Namun tidak seperti mahasiswa lain. Pria umur 28 tahun itu bukan salah satu wisudawan, tetapi di sana ia hanya seorang sopir angkot yang terjebak beberapa meter di belakang parade.

Rudi adalah sopir angkot. Mahasiswa yang bekerja sebagai sopir angkot....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Pengganti Skripsi

Malam ini pukul tujuh lewat, sepulang narik angkot Rudi menunaikan sholat Isya berjamaah sekalian istirahat sejenak di mesjid Al-Hidayah tak jauh dari tempat kos. Mesjidnya tak begitu besar, namun cukup untuk melaksanakan sholat Jum’at bagi penduduk sekitar.

Sang imam sudah tua, Ustadz Munir namanya. Bersama beliau Rudi sempat berbincang masalah agama dan kehidupan. Jika sedang ada masalah terkadang Rudi menemui beliau untuk sekedar curhat.

Habis berbincang Rudi pulang pukul delapan. Seperti biasa ia memarkir Honda Prima antiknya di depan kamar. Motor tua itu pemberian ayahnya untuk keperluan kuliah sekalian pulang pergi ke kampung halaman. Meski kadang-kadang mogok, motor itu senantiasa menemani Rudi kemanapun ia pergi.

Di depan terlihat Jay sedang main catur bersama Pak Irsyad. Pegawai bank itu sudah lumayan mahir sekarang. Bahkan sering berhasil mengalahkan Jay. Jay yang semula mengajarinya kini beberapa kali takluk di hadapan Pak Irsyad. Pernah suatu kali Pak Irsyad menggoda Jay dengan berkata :

“Jangan pernah meremehkan pegawai bank seperti saya! Strategi ini tidak apa-apanya ketimbang strategi saya menagih kredit macet yang setiap hari saya hadapi!”

Jay menatap ngeri. Si pegawai bank lugu yang semula tak tahu sekedar memindahkan pion saat itu untuk pertama kali dapat mengalahkannya. Si murid akhirnya dapat mengalahkan gurunya. Tidak bisa dipercaya.

“Rud, cobalah kamu tumbangkan Pak Irsyad ini sebentar lagi!” teriak Jay yang kala itu sudah menyadari keterpojokannya.

“Kalian saja, aku ada perlu!”

“Ada perlu apa malam-malam? Kalau sudah makan, cepatlah ke sini main catur sama-sama!” sahut Pak Irsyad.

Rudi pun tak tahu, ada perlu apa sebenarnya ia malam itu. Tampaknya ia hanya perlu menenangkan diri saja. Peringatan DO itu masih terus membayangi pikirannya.

“Aku mau istirahat dulu, silahkan kalian saja!” ucap Rudi sambil terus masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.

Jay dan Pak Irsyad saling tatap. Tak biasanya Rudi menolak ajakan main catur dari mereka.

Rudi membaringkan tubuh di tempat tidur. Mata terkatup memperlihatkan gurat lelah. Meski belum sepenuhnya mau menerima keputusan yang sudah ia pikirkan berhari-hari, tampaknya tekad Rudi untuk mundur dari Unsil sudah semakin jelas. Ia belum begitu yakin apakah keputusan itu sudah benar, tetapi ia merasa sudah tidak memiliki pilihan.

Tadi di mesjid Ustadz Munir memberinya satu wejangan yang harus Rudi simpulkan sendiri. Ketika Rudi mengemukakan kebingungannya pria tua itu menatap mata Rudi dalam-dalam, seolah-olah menyelami jiwa Rudi sebelum akhirnya berkata :

“Kehidupan yang paling tenang itu adalah kehidupan yang apa adanya, tidak memaksa diri di luar kemampuan…”

Sebenarnya perkataan Ustadz Munir masih panjang. Namun malam ini Rudi lebih terkesan dengan perkataan pembuka itu daripada kelanjutannya.

Rudi terbangun. Ia pandangi foto keluarganya yang terpajang di dinding sebelah atas meja. Paling tidak sekarang hatinya puas bila mendengar kabar baik ibunya, juga mendengar Heryani yang semakin sering mencapai prestasi gemilang baik si sekolah maupun di pesantren. Demikian juga kala mendengar kabar Sulis, adiknya yang sebentar lagi berusia lima tahun. Sulis sudah mulai mengenal huruf-huruf dan angka di usianya yang terbilang masih bayi. Sulis pun suka berbicara dengan kosakata-kosakata yang secara tak terduga bisa dikuasai bayi seumuran dia, membuat Rudi dan ibunya terkejut sambil tertawa.

Prioritas hidup Rudi kini adalah keluarga. Rudi mengakuinya. Namun tak dapat disangkal pula bahwa ilmu biologi telah menjadi bagian dari hidupnya. Hatinya masih bergetar ketika melihat koleksi buku-buku biologinya yang tersusun rapi di dalam rak di sudut kamar.

Terdorong oleh kecintaannya pada ilmu biologi yang tidak pudar meskipun kenyataan tidak berpihak padanya untuk meraih gelar sarjana pendidikan biologi, tiba-tiba Rudi berpikir bahwa ia harus melakukan sesuatu. Mungkin inilah pilihannya. Pilihan yang akhirnya harus ia ambil.

Rudi menghampiri meja belajar. Duduk menggeser kursi kemudian merenung.

Jika mahasiswa umumnya menyusun skripsi sebelum kelulusan,  maka ia pun harus menyudahi langkahnya dengan sesuatu. Sesuatu yang disusun, meski bukan skripsi, walaupun ia belum yakin apa itu.

Rudi sadar dengan kesempatannya yang hampir pupus, tak akan ada selembar pun skripsi yang dapat ditulis, maka sesuatu yang akan ditulisnya ini seharusnya menyerupai skripsi. Dan untuk melakukannya bukanlah sesuatu yang sulit bagi Rudi. Rudi sudah terbiasa menulis bahkan menggambar lukisan ilustrasi dalam catatan ringkasan maupun artikel.

Awalnya Rudi ragu ia akan menyusun draf apa. Satu yang pasti ialah tentang biologi, namun sebagaimana diketahui bahwa cabang ilmu biologi itu banyak: genetika, anatomi, fisiologi, virologi, bioteknologi, mikrobiologi, tapi Rudi belum tahu jatuh hati kepada bidang mana.

Sejauh ini yang membuat ia jatuh hati pada ilmu biologi adalah kaitan ilmu tersebut dengan ketelitian, keindahan dan kebijaksanaan Tuhan dalam menyusun detail ciptaan-Nya.

Beberapa saat kemudian ketika ia mulai duduk di depan meja tiba-tiba selintas inspirasi menyapa kalbu dan pikirannya. Ingatan Rudi melayang ke masa-masa indah ketika mengikuti kajian-kajian di pesantren. Rudi teringat kembali akan pengajaran-pengajaran Kiyai Abdussalam serta dorongan-dorongan beliau untuk memperhatikan alam, tumbuhan, hewan dan manusia agar semakin mengenal Tuhan.

Tiba-tiba Rudi tersadar akan pemberangkatan dirinya. Asal mula energinya, serta dari mana ia bertolak hingga akhirnya terlempar ke tempat yang jauh, ke Universitas Siliwangi, sebuah lembaga perguruan tinggi ternama di kota Tasikmalaya untuk belajar ilmu biologi hingga bertahun-tahun lamanya dengan segala susah payah yang teralami.

Selama ini tempat ia bertolak itu, asal mula energi itu berdiam dalam alam bawah sadarnya. Energi murni itu mengendap ke dasar jiwa paling dalam. Tiba-tiba malam itu seakan bangkit memetik dawai-dawai dalam kalbunya, menyapa memorinya lalu berteriak dalam pikiran Rudi.

Rudi bergerak mencari-cari kertas kosong dan sebuah pena. Energi awal yang murni itu akan segera berpadu dengan energi-energi lain yang telah cukup lama dikumpulkannya di sini, di kamar ini, di atas kertas-kertas ringkasan, gambar dan artikel. Pengetahuan-pengetahuan detail tentang berbagai cabang ilmu biologi yang sempat dikaji dan ditulis Rudi akan segera disapa biangnya, biang yang akan mewadahi dari sebuah titik tolak di masa lalu.

Setelah kertas dan pena ditemukan Rudi menyalakan lampu baca kemudian menulis sesuatu dalam berlembar-lembar kertas kosong sisa pengerjaan tugas kuliah beberapa tahun yang lalu.

Malam itu inspirasi begitu deras menyapa Rudi. Ke pikirannya, ke telinganya, mata dan jari-jemari tangan yang tak henti menulis dan menggambar. Malam itu rasa lelah seperti tak berbekas. Tak terasa Rudi menghabiskan malam hingga pukul dua dini hari. Habis itu ia tertidur di samping tumpukan kertas-kertas yang telah penuh dengan tulisan, gambar dan sebuah judul besar :

ILMU BIOLOGI DAN KEBIJAKSANAAN TUHAN

1
Sera
kalau sudah jodoh pasti akan bertemu lagi
Sera
ayo sadar intan. abang sudah datang
Sera
semangat author
Sera
jadi inget angkot yang bersliweran
Sera
sampai di panggil fakultas karna kelamaan cuti ini
Was pray
demam panggung di rudi, jadi ngeblank...hilang semua ilmu kepalanya. sepintar apapun kalau kena mental duluan maka akan jadi orang bodoh rajanya bodoh termasuk si rudi itu pad sidang skripsi,
Fatkhur Kevin
lanjut thor. crazy up thor
Fatkhur Kevin
langkah awal kemenangan BR
Fatkhur Kevin
takdir yg tk pernah diduga
Was pray
takdir telah menyatukan intan dan rudi sejauh apapun tetap akan bersatu
Fatkhur Kevin
hei kpn kamu sadar intan
Fatkhur Kevin
intan seperti putri tidur
Was pray
takdir berjodoh intan dan rudi, skenario Allah itu. terbaik bagi manusia
Fatkhur Kevin
sangat mengharukan
Fatkhur Kevin
lanjut besokx🤣🤣🤣
Was pray
semoga saja prof. Pardiman saidi mau menyelidiki penyebab rudi du DO tiba-tiba dan mau membantu agar rudi bisa meraih gelarnya
Fatkhur Kevin
berjuang dapatkan intan
Fauzan Hi Ali
Luar biasa
Andi Budiman: Terimakasih buat bintanya
total 1 replies
Fatkhur Kevin
sama sama merendahkan diri 👍👍👍
Was pray
kesalahan rudi fatal karena membohongi diri sendiri, sehingga menyuruh intan menerima lamaran edgar, rudi cerdas otaknya tapi tidak cerdas hati dalam menilai perasaan seseorang, mau berkorban demi kebahagiaan intan tujuannya, tapi hasilnya membuat intan tersiksa lahir batin, intan wanita yg santun jadi tidak mungkin menyuruh langsung untuk melamarnya, permintaan intan disampaikan ke rudi dengan sikap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!