"Aku akan membantumu!"
"Aku akan mengeluarkan mu dari kehidupanmu yang menyedihkan itu! Aku akan membantumu melunasi semua hutang-hutang mu!"
"Pegang tanganku, ok?"
Pada saat itu aku masih tidak tahu, jika pertemuan ku dengan pria yang mengulurkan tangan padaku akan membuatku menyesalinya berkali-kali untuk kedepannya nanti.
Aku seharusnya tidak terpengaruh, seharusnya aku tidak mengandalkan orang lain untuk melunasi hutangku.
Dia membuat ku bergantung padanya, dan secara bersamaan juga membuat ku merasa berhutang untuk setiap bantuan yang dia berikan. Sehingga aku tidak bisa pergi dari genggamannya.
Aku tahu, di dunia ini tidak ada yang gratis. Ketika kamu menerima, maka kamu harus memberi. Tapi bodohnya, aku malah memberikan hatiku. Meskipun aku tahu dia hanya bermaksud untuk menyiksa dan membalas dendam. Seharusnya aku membencinya. Bukan sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Kenapa Dia?
Prang~
Darah bercucuran membasahi baju putih Luna. Perlahan dia membuka matanya setelah meraba bajunya yang terasa basah. Dia melihat tangannya dengan warna darah itu.
"Kau mempunyai banyak waktu untuk bermain-main.."
"Aku memanggil kalian kemari bukan untuk bersenang-senang!"
"Dimana Bos mu?!"
Sebuah pukulan bertubi-tubi mendarat di wajah pria yang menindih Luna. Orang itu terus memukulinya meskipun sebelumnya telah memecahkan botol diatas kepalanya.
Beberapa orang yang duduk melingkari meja banquet pun juga langsung berdiri setelah orang itu memasuki ruangan.
Mereka menundukkan kepala dan terlihat ketakutan.
"Dan kau!" seru orang itu.
"Ini bukan ruangan yang bisa kau masuki begitu saja tanpa perint~" dia menghentikan ucapan nya saat tatapannya bertemu dengan Luna.
Kerutan di dahinya semakin dalam, sama halnya dengan Luna sendiri.
'Kenapa dia?' batin Luna.
Elio menyiah rambutnya dengan frustasi. Kemudian menghampiri Luna dan menariknya keluar.
"Gadis ini benar-benar membuatku gila!" gumamnya.
Elio semakin menguatkan genggaman nya karena Luna yang terus memberontak.
"Lepasin!" seru Luna.
Elio tak menghiraukan dan terus menariknya, hingga masuklah mereka ke lift khusus.
"Apa kau tuli? Lepaskan aku!" seru Luna sekali lagi.
Pintu lift terbuka, dan sampailah mereka di atap gedung. Elio menarik Luna keluar. Hembusan angin kencang membuat Luna memejamkan matanya.
"Brengsek! Kau mau membawaku kemana?!" teriak Luna.
Tidak ada respon sama sekali. Hal itu membuat Luna semakin jengkel. Diapun akhirnya memutuskan untuk menyerangnya.
Dia rasa itu bukan pelanggaran terhadap pelanggan, karena dia sedang dilecehkan saat ini. Dia hanya mencoba untuk menyelamatkan diri.
Luna menendang kakinya, lalu menggigit tangannya. Berharap pria itu akan melepaskannya.
Namun bukan Elio namanya kalau bersabar. Elio sudah menahan diri dari tadi. Dan dia bukan orang sebaik itu hingga membiarkan seorang gadis mungil menyerang nya.
Dia melepaskan tangan Luna dan berbalik. Lalu berjalan mendekat, semakin dekat. Luna pun juga semakin memundurkan langkahnya. Hingga membuatnya terpojok di tepian gedung.
Dia menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang setelah merasa sudah tidak ada jalan lagi baginya untuk mundur. Luna tersentak kaget. Kendaraan dibawah sana terlihat seperti semut-semut yang berjajar. Kepalanya langsung berkunang-kunang setelah melihat ketinggian yang luar biasa itu.
Namun Elio semakin mendekat, hingga sepatu mereka bertabrakan. Luna memejamkan matanya, dia tidak ingin terjatuh. Dia sangat takut. Dan tanpa sadar hal itu membuatnya meraih dasi Elio.
"Kau ketakutan?" ucap Elio seraya mencubit dagu Luna.
"Tapi kau tidak merasa takut saat menggigit ku.."
"Tidak tau terima kasih! Pikirkan apa yang akan terjadi jika saat itu aku tidak datang!" tegasnya.
Luna membuka matanya, lalu menatap Elio. Bukan dengan tatapan menyesal ataupun merasa bersalah. Tapi dengan tatapan kebencian.
"Lalu kenapa kamu menolongku? Kamu bisa saja membiarkan ku dan hanya menonton seperti yang lainnya!" seru Luna.
"Akan lebih baik kalau kamu tidak menol~ ahh~"
Elio menekan tubuh Luna, membuat tubuhnya condong kebelakang.
"Apa kau ingin mati?!" ucap Elio dengan tatapan tajam dan juga semakin menguatkan cubitan di dagu Luna.
"Kau mengatai ku tidak punya sopan santun, lalu bagaimana dengan mulutmu?" lanjut Elio sambil membelai bibir Luna.
Kemudian dengan paksa dia menyelipkan ibu jarinya kedalam mulut Luna.
"Yang sudah tidak membutuhkan ini lagi adalah kau," bisiknya.
"Beraninya gadis kecil seperti mu mengancamku!" gumamnya.
Luna memejamkan matanya. Benar, dia akan mengeluarkan kata-kata kasar saat dia merasa kesal. Namun Elio bukanlah tandingannya.
"Lepaskan aku.." teriak setelah menggigit jari Elio.
"Kau ingin terjun kebawah?!" seru Elio.
"Kumohon.." lirih Luna.
Tidak ada jawaban. Hanya hembusan angin yang terdengar. Selama beberapa saat mereka terdiam dalam posisi yang membahayakan itu.
Luna pun memberikan diri untuk membuka matanya. Dan tatapan mereka bertemu.
'Apa sedari tadi dia menatapku seperti ini?' batin Luna.
"Berapa pekerjaan yang kau lakukan?" tanya Elio yang kali ini lebih merendahkan suaranya.
"Bukan urusanmu!"
Elio menyeringai sambil memalingkan wajah. Kemudian kembali menatap Luna dengan pertanyaan yang kali ini benar-benar membuat Luna kehilangan sabar.
"Apa menjadi pelacur salah satu pekerjaan mu? Kau masuk ke ruangan itu untuk mendapatkan uang?"
Luna mengerutkan keningnya dan mencengkeram dasi Elio dengan kuat.
"Apakah Ayahmu mengajarimu seperti itu untuk mendapatkan uang? Bagaimana dengan Ibumu?"
plakk~
Tamparan keras mendarat tepat di pipi kanan Elio. Luna langsung mendorongnya dengan kuat saat dia lengah.
'Aku memang berharap Tuan menunjukkan keadilannya dengan menolongku. Tapi kenapa pria brengsek ini yang Tuhan kirim?' batinnya.
Air mata tidak dapat lagi dia bandung. Ucapan Elio benar-benar menyakiti hatinya. Ayahnya adalah batas kesabarannya.
"Aku memang sedang kesulitan. Aku membutuhkan banyak uang untuk melunasi semua hutangku. Tapi bukan berarti aku akan melakukan pekerjaan kotor itu untuk mendapatkan semuanya!"
"Orang seperti mu tidak akan pernah tau bagaimana rasanya menderita!"
Luna meneriakkan kalimat-kalimat itu dengan suaranya yang parau.
"Dan juga, beraninya kau membawa-bawa Ayahku?! Sejak awal kau selalu menyinggung hal itu. Kenapa? Memang apa yang Ayah mu ajarkan padamu?!"
Luna mendekatkan tubuhnya dan berbisik, "Hidup ataupun mati, aku yakin dia pasti juga menyesal mempunyai putra brengsek seperti mu!"
Saat itu juga Elio meraih leher Luna dan mencekiknya dengan kuat. Raut wajahnya sudah seperti orang yang kerasukan.
"Seharusnya sejak awal aku menghancurkan kalian semua. Seharusnya aku tidak mendengarkan nurani ku !" bentak Elio.
"Seharusnya aku mengikuti ego ku dan membunuh kalian semua setelah kepergian Ayah ku!" teriak Elio.
Cengkeramnya semakin kuat. Menyesal pun sudah terlambat, tidak seharusnya Luna memprovokasinya. Luna tidak mengerti apa yang sedang Elio ucapkan dan siapa yang dia maksudkan.
'Apa aku sudah menyakiti perasaannya? Apa benar Ayahnya sudah tiada? Tapi dia juga sudah berulang kali menyakiti perasaan ku!' batin Luna.
Dia tidak tahu bagaimana cara untuk kembali menenangkan Elio. Yang dia tahu hanyalah berpasrah dengan keadaan yang dia ciptakan sendiri.
Luna menggenggam lengan Elio dengan kedua tangannya, kemudian memejamkan matanya seolah siap untuk menerima hukuman apapun.
"Sial!" seru Elio saat bulir bening Luna membasahi tangannya dan membuatnya tersadar.
"Pergi!" seru Elio sambil perlahan melepas cengkeramnya dari leher Luna.
"Kau tidak dengar? Pergi sebelum aku semakin kehilangan akal ku!" bentaknya.
Luna menatap Elio yang memejamkan mata dengan kedua tangan yang di kepalkan dengan kuat.
"Maafkan aku.." lirih Luna kemudian berlari dari tempat itu.
Elio membuka matanya, kemudian melonggarkan dasinya dan membuka beberapa kancing kemejanya.
"Dia memang benar-benar tidak layak mendapatkan belas kasihan ku.." gumamnya seraya menyiah rambutnya dengan kesal.
mampir juga dong ke karya terbaruku. judulnya "Under The Sky".
ditunggu review nya kaka baik... 🤗