Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdebar
Setelah selesai mandi dan bersiap, Amar baru melihat jika waktu telah menunjukkan pukul satu siang. Membuat Amar yang sebelumnya berniat berangkat bekerja, menjadi ragu dan membuka kembali dasinya.
Bagaimana tidak, mereka yang pulang dini hari dan tidur hampir pagi membuat mereka berdua tak bisa bangun seperti biasanya.
Mengingat perdebatannya dengan Mahira tadi, Amar menata hatinya yang reseh sebelum keluar dari kamar supaya saat nanti bertemu Mahira Ia tidak lagi merasa canggung apalagi tak berani menatapnya. Namun sampai dibawah, Amar tidak melihat Mahira maupun baby Emir. Amar hanya melihat para asisten rumah tangganya yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Bibi... kemana Mahira?"
"Nyonya Mahira ada di kamarnya Tuan."
"Kalau Emir?"
"Sama, dikamar Nyonya Mahira juga."
Mendengar apa yang Bibi katakan, Amar tak ragu pergi ke kamar Mahira, Amar merasa tidak perlu ada sungkan apalagi canggung jika ada baby Emir ada diantara mereka. Tapi sayangnya begitu dia masuk ke kamar, tak terlihat ada baby Emir disana. Hanya ada Mahira saja, itupun tengah tidur pulas sampai tak mendengar Amar masuk ke kamarnya.
Melihat Mahira tidur dan baby Emir tidak ada, Amar berniat meninggalkan kamar Mahira. Namum sebelum Ia menutup pintu, Amar mengurungkan niatnya dan kembali masuk. Dengan langkah perlahan Amar mendekati Mahira dan duduk di tepi ranjang. Amar menatap lekat wajah Mahira seakan memanfaatkan kesempatan ini dengan baik mengingat jika saat Mahira membuka mata Ia tidak akan bisa menatap lama wajahnya. Semakin lama Amar menatap, Amar semakin menyadari jika istri mendiang Adiknya tersebut benar-benar cantik alami sekalipun dalam keadaan tidur. Seketika debaran jantungnya semakin cepat saat mengingat kejadian semalam.
"Apa Aku harus memberi kesempatan pada Mahira menjadi bagian dari hatiku?" Amar bertanya dalam hati mengingat hatinya semakin sulit Ia kendalikan.
Perlahan Amar mengangkat tangannya mencoba memegang wajah Mahira. Namun berbarengan dengan itu Mahira merubah posisinya hingga membuat tangan Amar otomatis tertindih oleh Mahira. Hal itu membuat Amar semakin berdebar kencang, mengingat bukan hanya telapak tangannya saja yang tertindih pipi Mahira, melainkan sebagian tangannya juga tertindih dada Mahira.
"Apa yang harus kulakukan?" batin Amar yang sedikit membungkukkan badannya karena merasa pegal menahan tangannya yang tertindih.
"Jika aku biarkan maka ketika Mahira bangun akan melihatku disini, tapi jika aku menarik tanganku dia akan langsung bangun dan bertanya apa yang sedang kulakukan. Cck! mau ditaruh dimana muka ku." gumam Amar yang merasa bodoh karena membuat dirinya terjebak dalam situasi ini.
Entah apa yang Mahira impikan sampai Amar dikejutkan oleh Mahira yang tiba-tiba tersenyum dan mencium telapak tangan Amar yang tengah tertindih pipinya. Bukan hanya sekali dua kali saja, tapi Mahira melakukan berulang kali dan mengakhiri dengan mengisi setiap jari jemari Amar dengan jemarinya.
Melihat apa yang Mahira lakukan Amar merasakan debaran jantungnya kali ini sangat kuat, tak seperti biasanya. Ada sebuah perasaan yang selama ini ingin Ia hindari, tapi kali ini Amar benar-benar tidak ingin menghindarinya lagi.
"Mahira..." lirih Amar melipat jemarinya hingga jemari keduanya menyatu. Begitu erat sampai membuat Mahira perlahan membuka matanya.
"Kak Amar!" Mahira yang terkejut dengan kehadiran Amar di hadapannya, terlebih melihat tangannya yang berada dalam genggamannya berusaha bangkit. Namun dengan cepat Aman mencegahnya dan justru membuat Mahira berbaring dibawahnya.
Bersambung ahhh 🤣