NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah

Terpaksa Menikah

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:25.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ririn Yulandari

Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.

Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Alergi

Disha sudah kembali setelah selesai menyelesaikan urusan registrasi tadi, aku tak bisa duduk dengan tenang menunggu Mas Saga selesai di periksa dan saat pintu ruangan terbuka aku buru-buru menghampiri. Bersiap bertanya bagaimana keadaan Mas Saga dengan dokter yang baru saja keluar.

"Dengan keluarga pasien?"

"Saya istrinya, dok. Gimana keada suami saya?" tanyaku begitu khawatir dengan keadaan Mas Saga.

"Boleh ikut ke ruangan saya? Nanti saya jelaskan disana."

Aku pun mengangguk dan mengikuti langkah dokter perempuan yang mungkin sudah hampir berumur 40. Menyuruh Disha untuk mengikuti kemana Mas Saga di bawa saat 2 orang perawat mendorong Mas Saga ke ruangan lain.

Aku duduk di kursi depan dokter saat sudah di persilahkan, menunggu penjelasan dokter tentang keadaan Mas Saga.

"Untung saja pasien cepat-cepat di bawah kemari, mungkin kalau lambat keadaan pasien akan lebih parah dari tadi," ujar Dokter Mira setelah ku baca nama tag di dadanya. "Gejala yang suami anda alami tadi seperti alergi terhadap sesuatu karna pasien panas, sesak nafas dan bercak-bercak merah di tubuhnya. Saya sudah memberikan bantuan oksigen tadi dan mungkin satu jam kedepan sudah bisa di lepas."

"Apa pasien punya alergi terhadap makanan?" lanjut Dokter Mira bertanya.

"Saya ga tau dok, tapi seingat saya sehabis makan malam tadi ga lama kemudian badannya langsung panas dan bercak-bercak merah di tangannya."

"Tadi pasien mengonsumsi seafood atau apa?" tanya Dokter Mira.

Begitu dokter Mira bertanya aku langsung teringat tadi aku memasak udang dan Mas Saga memakannya. Apa mungkin gara-gara itu?Tapi, kenapa dia tidak memberi tahu ku dan malah memakannya. "Iya dok, tadi makan udang."

Dokter Mira perlahan mengangguk dan mulai menulis resep obat. "Sepertinya pasien alergi terhadap udang, ini saya tuliskan resep obatnya dan silahkan di tebus di apotek. Nanti tolong jangan beri pasien jenis makanan seafood terutama udang, juga jangan dibiarkan mengonsumsi telur."

Aku mengambil resep obat yang di berikan dokter. "Ada lagi yang makana yang perlu di hindari, dok?"

"Itu saja, nanti saya cek lagi keadaan pasien, untuk saat ini di rawat inap dulu yaa? Sampai keadaannya membaik, kalau perlu sesuatu panggil saja perawat yang ada di samping ruang inapnya."

Aku mengangguk paham, dan berniat pamit setelah penjelasan dokter Mira barusan. "Terima kasih dok, kalau begitu saya permisi dulu."

Setelah itu aku pun bergegas keluar dari ruangan dokter Mira, tak lupa aku menebus obat terlebih dahulu ke apotek sebelum ke Mas Saga. Rumah sakit yang sudah sepi karna sudah jam sebelas malam tak membuat aku takut berjalan sendirian.

...****************...

Aku membuka pintu dimana Mas Saga berada setelah menelpon Disha menanyakan berada di ruangan mana. Ku lihat Mas Saga yang tadinya tidur langsung membuka matanya begitu mendengar suara pintu terbuka. Padahal aku begitu hati-hati membukanya tapi tetap saja dia mendengarnya.

Tak ku pungkiri bahwa aku bernafas lega menatap wajahnya yang tersenyum padaku, aku terlebih dahalu menghampiri Disha yang duduk di sofa ruangan ini untuk memberikannya beberapa cemilan dan minuman. "Nih, gue beliin makanan."

"Repot-repot banget, padahal gapapa ga usah beli juga," kata Disha mengambil kresek berisi cemilan yang aku bawa.

"Gapapa ambil aja," ujarku setelah itu beralih menghampiri Mas Saga yang sudah dari tadi menatap padaku dengan senyuman dibibirnya yang terus mengembang.

"Udah enakan?" tanyaku menarik kursi agar bisa duduk di samping ranjang Mas Saga yang kini di tangan kanannya terpasang infus dan dia di bantu oksigen.

"Iya, sayang. Perawatnya suruh Mas tidur, tapi ga mau karna ga ada kamu," ujarnya mengambil tanganku untuk ia genggam.

Sempat-sempatnya ia menggombal di situasi begini, aku memilih tak menghiraukannya dan memeriksa dahi Mas Saga yang kurasakan masih panas. Tapi, dia malah berkata. "Udah ga panas kok sayang."

Sontak saja aku menatapnya tajam. "Apanya yang ngga? Demam tinggi gini di bilang ga panas?"

Mas Saga langsung tertawa setelah mendapat tatapan tajam dariku.

"Pusing ga kepalanya?" tanyaku tapi dia menggeleng. "Ngga, sayang."

"Jawab yang betul kalau di tanya!!"

"Ngga sayang, benaran kepala aku ga pusing, cuman masih gatal-gatal," adunya memberikan tangannya untuk aku lihat dan memang betul tangannya masih merah.

"Gatal bangett?" tanyaku mengelus lengannya yang merah.

"Masih bisa di tahan dikit."

Aku lalu meraih obat yang sudah aku ambil di apotek. "Yaudah minum obat dulu abis itu tidur, biar pas bangun merah-merahnya udah hilang."

Mas Saga langsung menurut saat aku membantunya agar bangun, bersandar di kepala ranjang. Aku memberikan beberapa butir obat padanya.

"Pahit?" tanya Mas Saga, menatap ku seperti anak kecil yang masih polos.

"Takut minum obat?" aku balik bertanya padanya.

Mengangguk pelan membuat aku tersenyum. "Gapapa, pahitnya dikit doang. Di minum biar cepat sembuh," ujarku mengarahkan Mas Saga agar mau meminum obatnya.

Setelah berpikir sebentar, Mas Saga akhirnya mau mengonsumsi obat yang ku berikan itu walaupun ekspresinya tak bisa untuk aku tidak tertawa. Buru-buru aku memberikan air agar obat bisa larut ke dalam lambungnya.

"Pahit banget, ga mau minum obat lagi," katanya setelah meneguk air hingga tersisa setengah.

"Harus di minum biar cepat sembuh," kata ku mengarahkan Mas Saga agar kembali tidur. "Tapi pahit."

"Jangan pergi ya, sayang," ujar Mas Saga setelah badannya ku rebahkan dan dia mengambil kembali tanganku untuk ia genggam.

"Iya, Mas, aku di sini. Ga kemana-mana, udah tidur lagi, nanti kalau butuh sesuatu atau ada yang sakit langsung bilang, oke?"

Mas Saga tersenyum. "Kamu khawatir sama Mas?"

Apa barusan katanya, khawatir? Pertanyaan yang sudah jelas sekali jawabannya malah ia kembali bertanya.

"Perlu banget aku jawab?"

Mas Saga mengangguk senang menanti jawabanku. "Kamu khawatir kan?"

"Ga, aku ga khawatir. Udah sana tidur, jangan ngomong lagi."

Mendengar jawaban ku yang tidak sesuai harapannya membuat Mas Saga langsung cemberut kesal, gemas sekali aku melihatnya.

Aku tertawa pelan melihat ekspresinya itu, tak ingin membuat tidurnya tak nyenyak buru-buru aku kembali berucap. "Iya, aku khawatir. Mana mungkin si aku ga khawatir, udah sana tidur lagi."

Senyum Mas Saga langsung mengembang begitu mendengar perkataanku. "Benaran?"

"Iya, Mas. Ya ampun, sekarang tidur ga usah banyak tanya lagi!!" seruku menarik selimut untuk menutupinya.

Mas Saga menggeser badannya, menepuk sisi kosong di sampingnya itu. "Kamu juga tidur disini, mau peluk."

Astaga kenapa dia mendadak jadi manja begini. Apa dia tidak malu pada Disha yang ada di ruangan ini, dan malah menyuruhku ikut tidur di sampingnya.

"Ish, tidur Mas. Ga malu apa, ada Disha disini yang liat tingkah kamu kaya anak-anak," ujarku melirik ke arah disini yang memang benar kini menatap kami berdua sambil berusaha menyembunyikan tawanya.

Mau tak mau akhirnya Mas Saga mengalah walaupun ekspresi mukanya seperti tidak rela. "Ya, udah tapi sambil pegang tangan kamu."

"Iya, Mas!" sahut ku sedikit geram. Tapi, akhirnya Mas Saga menurut untuk memejamkan matanya dengan menggenggam tangan kananku, seperti takut sekali jika aku pergi meninggalkannya.

Ku elus juga rambutnya agar dia bisa cepat-cepat tidur. Menatap wajahnya yang damai membuat aku kembali merasa bersalah karna memarahinya tadi, di tambah penyebab dia masuk rumah sakit begini karna aku memberikannya udang. Seharusnya aku bertanya dulu padanya, apa dia suka udang atau ada alergi apapun itu terhadap makanan.

Pasti tadi Mas Saga menghargai kerja keras ku memasakkan makan malam untuknya, sehingga dia tidak mengatakan apa-apa tentang alerginya.

Kedepannya aku akan berusaha agar lebih hati-hati lagi, agar tak terjadi lagi hal seperti ini. Ku lihat jam sudah hampir jam dua belas malam, teringat aku belum menghubungi orang tuaku atau pun orang tua Mas Saga, tapi kalau aku telpon malam-malam begini apa tidak membuat mereka kaget?

Setelah berpikir panjang aku memutuskan agar mengabari mereka besok saja.

1
Iqlima Al Jazira
sisakan 1 thor seperti saga
Keyla Fatimah Az-zahra
sangat bagus saya suka
Lutfi_NL
good👍👍
Lutfi_NL
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!