NovelToon NovelToon
GITA & MAR

GITA & MAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Fantasi Wanita / pengasuh
Popularitas:4.2M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Gita yang gagal menikah karena dikhianati sahabat dan kekasihnya, menganggap pemecahan masalahnya adalah bunuh diri dengan melompat ke sungai.

Bukannya langsung berpindah alam, jiwa Gita malah terjebak dalam tubuh seorang asisten rumah tangga bernama Mar. Yang mana bisa dibilang masalah Mar puluhan kali lipat beratnya dibanding masalah Gita.

Dalam kebingungannya menjalani kehidupan sebagai seorang Mar, Gita yang sedang berwujud tidak menarik membuat kekacauan dengan jatuh cinta pada majikan Mar bernama Harris Gunawan; duda ganteng yang memiliki seorang anak perempuan.

Perjalanan Gita mensyukuri hidup untuk kembali merebut raga sendiri dan menyadarkan Harris soal keberadaannya.


***

Cover by Canva Premium

Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

006. Rasanya Pupus Semua

“Gita ya? Agenda kamu ketinggalan di meja. Aku baca nama kamu di depannya. Oh, ya, namaku Rama. Dokter residen di sini. Kalau dilihat dari gaya kamu … kamu pasti bukan pasien. Senyum kamu manis banget. Boleh kenalan, Git?”

Langkah Gita terhenti di dekat jembatan yang di bawahnya mengalir sungai kecil cukup deras. Sudah berapa lama ia berjalan? Kenapa suara air semakin dekat? Gita melongok ke bawah. Air yang tidak terlalu jernih dan beberapa riak yang cukup jelas menandakan sungai itu tidak terlalu dalam. Gita mendekati tepi jembatan.

“Git, makasih karena udah bela-belain dateng ke sini. Aku udah dua hari demam karena tiga hari nggak pulang dari rumah sakit. Mungkin karena kecapekan. Mungkin juga karena kangen bubur ini. Makasih udah masakin buat aku.”

Air mata Gita kembali menetes. Dadanya terasa sesak dan ia menepuknya sekali. Ia lalu tersedak dengan suara tangis tertahan.

“Git, Mama titip salam dan titip ngomong makasih. Mama bilang sandal yang kamu belikan pas banget di kakinya. Mama juga suka banget modelnya.”

“Gita Safiya Nala … maukah kamu menjadi istriku? Aku berjanji kalau semua sayang, cinta dan pengabdianku sebagai dokter spesialis akan kupersembahkan untuk kamu. Aku cinta kamu, Git.”

Gita memandang cincin yang melingkari jari manisnya. Lalu mengusap cincin itu dengan lembut. Hari di mana Rama melamarnya adalah salah satu hari terindah dalam hidupnya. Usai dilamar hari itu ia langsung minta diantar ke rumah ibunya. Segera ingin menyampaikan soal kabar baik itu.

“Ibu bahagia untuk Gita. Selama ini sisa hidup Ibu cuma untuk melihat kebahagiaan Gita. Menikah, punya suami, punya anak. Itu aja. Ibu percaya Rama adalah laki-laki baik. Ibu harap nantinya Gita bisa jadi istri yang baik untuk Rama.”

Gita mendekati pegangan besi di jembatan. Derasnya air sungai seakan memanggil menyebut namanya. Suara-suara dalam kepalanya semakin ramai.

Hidupmu enggak ada artinya lagi.

Kamu enggak malu ke teman-teman kamu? Semua orang yang kamu kenal tau kabar pernikahan kamu.

Rama selama ini cuma manfaatin kamu aja. Kalau dia sayang, dia pasti nggak akan ngabisin uang yang udah capek-capek kamu kumpulkan.

Dan Monic … Monic nggak pernah menganggap kamu seorang sahabat.

Gita, hidupmu terlalu menyedihkan. Sekarang kamu nggak punya pacar dan pekerjaanmu berantakan. Direktur penjualan itu akan membunuhmu cepat atau lambat.

Suara-suara di kepalanya semakin keras. Berteriak, berdebat, bertanya dan menjawab. Gita mengerjapkan mata. Suara air sungai membuat semakin penasaran ingin melihat dari dekat. Matanya berkeliling lagi. Pagar jembatan yang terlalu rapat akhirnya membuat Gita sedikit mundur mencari celah di tempat lain. Gita menyelipkan badannya ke balik pagar.

Siapa yang ngasih makan burung-burung merpati di balkon?

Pasti ada. Lagipula ... merpati-merpati itu nggak akan mati kelaparan.

Apa yang terjadi dengan ibuku? Ibu pasti hancur kalau anaknya mati. Mati? Apa itu jawabannya? Aku harus mati.

Ya, benar. Mati akan menyelesaikan masalahku. Semua akan selesai. Orang mati tidak menanggung malu. Semuanya selesai.

Dari balik pagar, Gita berjalan menyusuri tepian jembatan. Dengan setelan jas, rok selutut dan heels, penampilan Gita sangat kontras di tempat itu. Tas tangannya masih tersangkut di bahu. Rambut hitamnya yang panjang berserakan tertiup angin. Langkah gontainya terhenti. Gita menunduk. Menatap sungai yang mengalir deras di bawahnya dengan sorot mata hampa.

"Apa bisa langsung mati? Aku, kan, jago berenang ...," bisik Gita. Lalu matanya menyusuri bebatuan besar di bawah sana. Ia meyakinkan diri bisa mati dengan menghantam bebatuan di sungai tanpa harus terseret arus atau tenggelam.

"Kalau geser ke sebelah sini mungkin bisa mengurangi rasa sakit," ucap Gita, menggeser kakinya agar tidak terjatuh terlalu ke tengah. Semak di tepian sungai sepertinya bisa sedikit menahan berat tubuhnya sebelum menghantam bumi.

Tanpa Gita sadari, kegiatannya sudah menarik perhatian seseorang yang mengikutinya mulai dari keluar stasiun. Seseorang yang sangat paham kalau Gita hanya seorang pendatang di daerah itu. Daerah yang sebagian besar hanya terdapat vila dan restoran jarang sekali disinggahi orang-orang dengan pakaian kantor 'khas kota'.

Sementara Gita terus menggeser kaki untuk mencapai bagian tepi jembatan, seorang asing mengendap-endap mendekatinya dari belakang.

Telinga Gita sedang tak awas. Pikirannya tengah terbagi antara pilihan mengakhiri hidup atau tidak. Sampai sebuah gerakan tiba-tiba dari belakang cukup mengejutkannya.

"Hei!" jerit Gita. Seorang pria menarik tasnya dari balik jembatan. Refleks ia menahan tas yang sudah melorot dari bahunya.

"Sini!" gertak seorang pria. Menyentak tas yang tersangkut di tangan Gita.

"Ih, apa, sih! Rampok ...!" jerit Gita dengan kesia-siaan. Sekian detik itu dipergunakan si orang asing untuk merampas tas dan mendorongnya bersamaan.

Gita limbung di tempatnya berdiri. Jeritan pun tak sempat keluar dari kerongkongannya. Gita gelagapan. Meraih semua benda yang bisa ia raih. Tasnya, pagar jembatan yang cukup jauh dari jembatannya, dan yang paling akhir yang bisa ia cengkeram. Lengan kemeja si perampok yang masih bersikukuh menarik tasnya. Bunyi kemeja yang robek masih terdengar di telinganya. Gita lalu memejamkan mata. Sepersekian detik yang sangat cepat. Ia melayang. Bebatuan dan semak terlihat semakin dekat.

Sebelum pandangannya benar-benar gelap dan sebelum kesadarannya terenggut, Gita mendengar suara seorang wanita berteriak, "Hei ...!"

*****

Dua jam setelahnya, seorang wanita berjalan tergesa-gesa memasuki gang kecil tempat tinggalnya. Wajahnya pucat dan beberapa bagian kakinya berdarah karena goresan bebatuan. Dengan napas terengah ia merogoh kunci di saku celana. Menjejalkan kunci ke lubangnya sambil celingak-celinguk. Cemas dan khawatir seseorang menangkapnya dari belakang.

“Mar! Dari mana kamu? Pasti dari tempat itu lagi. Iya, kan? Memang perempuan ndablek!” jerit seorang pria.

Mar tersentak dan kunci di tangannya jatuh. “Enggak ke sana, kok, Mas. A-aku belanja.”

“Ambil kunci itu dan masuk ke rumah. Mana yang gajiku kemarin? Kenapa Ibu bilang kamu pelit banget dimintai duit buat belanja?!”

“Udah aku kasih, Mas. Memangnya Ibu bilang apa?” Mar memutar kunci dan mendorong pintu.

PLAK!

Tangan besarnya menampar bagian belakang kepala Mar sampai wanita itu tersandung. “Jadi maksudmu ibuku bohong? Uang segitu aja pelitnya luar biasa. Mana dompetmu?” Menuju lemari hias dan membuka rak teratas.

Mar mendorong tubuh pria itu. “Ini uangku. Jangan diambil! Anak-anakku juga perlu belanja. Sisa uangku cuma ini, Mas.” Mar merampas sebuah dompet kain dari tangan suaminya.

“Sini!” Sekali rampasan saja dompet kain sudah berpindah tangan.

Pria bertubuh besar itu dengan mudah merampas dompet dari tangan Mar. Satu tangannya yang lain mendorong Mar sampai wanita itu terjengkang.

Mar yang merasa perlu mempertahankan miliknya menerjang kaki sang suami. Ia memukuli kaki pria itu dan menggigit pahanya. “Uangku cuma tersisa itu. Nggak ada lagi!”

“Aku cuma mau liat uangmu! Kalau uangmu habis kenapa nggak minta majikanmu? Hah?! Kamu yang bilang kalau majikanmu banyak uang, kan? Udah tau nggak ada uang tapi kerjamu pergi ke tempat itu terus setiap hari. Dasar sundal!” Tangannya mencengkeram rambut Mar sekuat tenaga seraya meringis menahan sakit di pahanya.

“Mas Samsul! Ampun! Ampun …! Sakit! Lepasin! Aku mau ngomong! Lepasin! Aku tau sesuatu! Aku tau sesuatu!” Mar menjerit dengan tangan terus memukuli kaki sang suami. Kedua tangannya mencakari tangan pria yang merenggut rambutnya. Kepalanya pusing.

Pergolakan Mar mempertahankan dompet ternyata tak lama. Samsul yang masih mendapat sebutan ‘Mas’ dari Mar malah menyambar sebuah sapu yang tersandar di dinding. Dengan satu ayunan, Samsul melayangkan sapu ke kepala Mar.

Dalam sepersekian detik Mar yang tubuhnya tampak kuat karena badannya cukup berisi sudah tergeletak tak sadarkan diri.

“Mar!” panggil Samsul. “Bangun kau, Mar! Mar!” jerit Samsul, menusukkan ujung sapu ke tubuh istrinya yang tergeletak.

To be continued

1
EndRu
saling merindukan tapi sama sama menahan. sakitnya...
Tuty Ismail
seperti kata bunga...... semuanya butuh proses......
semoga Gita dan Harris berjodoh
mkasih kak njus up nya
Wasilah
sehat² kk njuss 🥰 semoga up date nya gak terlalu lama🤭 pertemuan yg sangat di rindukan oleh cika dan Gita....
Tuty Ismail
kasian Chika..... kangen Gita sampai kebawa sakit.......🥺🥺🥺
EndRu
mbrebes Mili ..
terenyuh.
Chika yang polos Merindukan calon maminya
EndRu
Bu Helena kena sawan kelamaan kayaknya. ngawur begitu
Tuty Ismail
nenek jahat kayak gitu.....gimana cucunya mau ,q kalau punya nenek kayak gitu gak bakalan datang kerumahnya kalau nggak terpaksa
mkasih kak njus......up nya...👍👍👍
🥀 UCHRIT Ossy 🔥
akhirnya bisa bertemu untuk melepas rindu ..🥺🥺🥺🥺
Jamiatun Yusuf
aq terharu,🥺🥺🥺🥺🥺
Henny Haerani
dua orang yg saling menyayangi terpisahkan karena keadaan, miris sekali kisah cinta Gita jalannya tak pernah mudah jauh dari kata mulus. ujiannya berat banget walaupun diantara Pak Harris, Gita, dan Chika saling menyayangi dan mencintai dengan tulus. semoga kedepannya Bu Helena menyadari klw Chika jauh lebih baik ada dlm pengampuan Ayahnya.
Henny Haerani
mestinya neneknya introspeksi diri kenapa Cucu nya menjauhinya, biasanya anak kecil lebih peka tau mana yg tulus dan mana yg modus. apalagi ini sm nenek kandung dari Ibu pula, ini sih kayaknya Chika akan dimanfaatkan sm neneknya buat meraih harta kekayaan Harris dikemudian hari. keliatan banget itu si nenek sangat terobsesi.
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
keren pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk kok lucu ucapan surti
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
pembantu nya keren kan
azkayramecca
terima kasih kak Njus🙏❤️
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
sungguh kalian berdua berbeda bagai langit dan bumi
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
pabalikbek, lieur dah wkwkwk
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bingung ya pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
kalau kangen orang yang telah tiada susah ketemu walaupun dalam mimpi
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
jawaban yang gak masuk di akal
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!