WARNING❗
CERITA INI BUAT YANG MAU-MAU SAJA.
TIDAK WAJIB BACA JUGA BILA TAK SUKA.
⚠️⚠️⚠️
Setelah hampir satu tahun menjalani pernikahan, Leon baru tahu jika selama ini sang istri tak pernah menginginkan hadirnya anak diantara mereka.
Pilihan Agnes untuk childfree membuat hubungannya dengan sang suami semakin renggang dari hari ke hari.
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Debby, sahabat Leon yang sekian lama menaruh rasa yang tak biasa pada Leon.
Badai perpisahan pun tak bisa mereka hindari.
Tapi, bagaimana jika beberapa tahun kemudian, semesta membuat mereka kembali berada di bawah langit yang sama?
Bagaimana reaksi Leon ketika tahu bahwa setelah berpisah dari istrinya, Leon tak hanya bergelar duda, tapi juga seorang ayah?
Sementara keadaan tak lagi sama seperti dulu.
"Tega kamu menyembunyikan keberadaan anakku, Nes." -Leonardo Alexander-
"Aku tak pernah bermaksud menyembunyikannya, tapi ... " -Leony Agnes-
"Mom, where's my dad?" -Alvaro Xzander-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uncle, Are You My Dad?
#27
Antrian masuk ke pintu keluar semakin mengular, raut wajah-wajah lelah nan bahagia nampak jelas. Begitu pula Al yang kembali berceloteh setelah tadi turun dari gondola.
“Mom, aku mau beli kacamata itu untuk Mbak Rika, dan Oma.”
Al menunjuk sebuah kacamata prank, seolah-olah bola mata pemakainya melompat keluar dari kelopak.
“Al, Mommy ngeri, ah, lihat kacamatanya.” Agnes bergidik ngilu membayangkannya.
“Kenapa tidak, menurutku itu lucu.” Leon sepakat dengan Al.
“Betul, kan, Uncle. Itu kacamata lucu.”
“No, sebaiknya beli oleh-oleh yang lain.” Agnes kembali mengeluarkan ultimatum. “Nah, itu saja, Mbak Rika bisa pakai kalau pergi belanja ke pasar. Dan Oma bisa pakai saat berkebun,” saran Agnes, sambil menunjuk pada sebuah topi pantai yang di rasa cocok untuk Mama Wina dan Mbak Rika.
Tapi Al mengerucutkan bibirnya, “Mommy, ah, nggak asik.”
Leon terkekeh mendengar gerutuan Al. “Jangan tertawa, tak ada yang lucu.”
Leon mengangkat kedua pundaknya, “Bukan kamu yang lucu, tapi ucapan Al.”
Antrian terus berjalan masuk ke dalam ruangan yang sengaja di desain seperti labirin, padahal sekat-sekat tersebut adalah lapak para pedagang yang menjual souvenir.
“Itu saja, nanti kita pakai berfoto,” cetus Leon tiba-tiba, tiga buah kaos dengan tulisan, Mom, Dad, Son. Seolah-olah kaos tersebut sengaja didesain untuk kebutuhan mereka bertiga.
“Tapi Uncle bukan daddy-nya Al?”
“Anggap saja hari ini kita adalah daddy and son. Okay?”
Al tersenyum dan mengangguk, “Kamu mau warna apa?”
“Call me daddy, please,” pinta Leon dengan wajah memelas.
Al terdiam sejenak, otak kecilnya menolak, tapi hari ini Uncle Leon yang mengajaknya bermain mengelilingi wahana di taman hiburan. Dan tak dipungkiri Al merasa bahagia, dan nyaman bersama pria yang kini terlihat seperti cermin dirinya.
“Daddy—”
Hampir meledak dada Leon, ketika mendengar sapaan tersebut, ingin rasanya ia mendaftarkan hak paten atas panggilan tersebut, sayangnya itu tak bisa karena ia bukan ayah pertama di dunia.
“Sekali lagi, Jagoan, Uncle kurang jelas mendengarnya.”
“Daddy.”
Leon mengangguk senang, tak bisa menangis haru, hanya mengacak rambut di kepala Al, kemudian memeluknya sesaat.
Agnes terdiam, tak mampu menjabarkan perasaannya dengan kata-kata manakala melihat cahaya bening di kedua mata Al, ketika menyebut Leon dengan sebutan Daddy.
Seandainya dulu mereka tak buru-buru berpisah, tentu saat ini mereka adalah pasangan ayah dan anak yang paling bahagia di dunia.
Kedua pria beda usia itu semangat memilih warna yang sesuai, “Wah, tampan sekali putra Anda, Pak, kalian begitu mirip seperti pinang dibelah dua,” puji ibu pemilik lapak.
Leon hanya tersenyum tipis menanggapinya, “Bagaimana kalau putih, Al?”
“Buat Mommy yang merah muda,” tunjuk Al.
“Mommy lebih suka putih,” kata Agnes.
Al merengut, “Ku pikir mommy suka warna merah muda, seperti Mayra.”
“Mayra? Uncle kasih tahu, ya. Warna favorit Mayra selalu berganti-ganti, seperti kulit bunglon.”
Al kebingungan, ada ya, hal semacam itu?
Setelah menentukan warna yang mereka sepakati, kaos-kaos itu pun menemukan pemiliknya.
Tiba-tiba Al memegangi perutnya yang kembali menjerit minta diisi makanan. “Kenapa?” tanya Agnes khawatir.
“Lapar, Mom.”
“Lagi?” Agnes terkejut, karena 2 jam yang lalu, Al baru saja menghabiskan setangkup burger beef.
“Dia masih di masa pertumbuhan, ayo kita cari makan, sekalian keluar dari sini.” Leon menyerahkan bungkusan berisi kaos milik mereka bertiga pada Agnes, sementara Leon kembali mengangkat Al agar kembali duduk di pundaknya.
Dua orang itu terlihat bahagia, hingga Agnes ikut tersenyum tanpa menyadarinya. Ini adalah harinya Al dan Leon, Agnes menyesal karena pagi tadi sempat membuat drama yang hampir membatalkan acara hari ini.
•••
Setelah melalui antrian panjang di pintu keluar, Leon membawa mobilnya memasuki halaman rumah makan bergaya Jepang, karena Al ingin mie udon.
“Mom, aku ingin ke Toilet.”
“Kamu yang antri, ya. Aku akan mengantar Al.”
Leon mengangguk, kemudian menghampiri meja pemesanan.
Agnes membawa Al ke Toilet wanita, karena ia tak mungkin memasuki toilet pria. “Aku bisa sendiri, Mom, tolong jaga pintunya.”
“Beneran bisa sendiri?”
“Bisa, dong.”
Agnes pun mengalah, ia hanya berjaga di depan pintu, memberi kepercayaan pada Al agar bisa mandiri untuk urusan toilet training.
Agnes menghampiri wastafel yang berada di depan pintu toilet, kemudian mencuci wajah serta tangannya. Sudah lama ia tak berada di luar rumah seharian, wajahnya sedikit kusam karena seharian terpapar matahari.
Tiba-tiba ponselnya berdering, rupanya Rama yang menghubunginya. “Iya, Mas?”
“Kamu dimana?”
“Aku sedang di luar bersama Al dan daddy-nya.”
“Jadi, kalian sudah bertemu?”
“Iya, nanti aku ceritakan detailnya,” jawab Agnes.
“Apa Al bersenang-senang hari ini?” tanya Rama tanpa beban, atau rasa cemburu.
“Iya, Mas. Dia bersemangat sekali, karena sudah lama tidak pergi ke taman hiburan.”
“Waah, aku menelepon karena rindu kalian, dan ingin memberikan kejutan. Ternyata kalian yang memberiku kejutan.”
Agnes tertawa kecil, “Kejutan apa, sih?”
“Pokoknya kejutan, nanti juga kamu tahu.”
“Sudah, ya. Have fun.”
“Have fun apaan, ini mau makan, habis itu pulang,” sahut Agnes.
“Terserah lah.”
Tanpa Agnes sadari ada dua orang yang mendengar pembicaraan renyahnya bersama Rama. Dan dua orang itu sama-sama terluka.
Agnes kembali menyimpan ponselnya kembali, “Mom, aku sudah selesai.”
“Sudah, ayo cuci tangan dulu.” Agnes mengangkat tubuh Al agar anak itu busa mencuci tangan dengan mudah.
•••
Sementara itu, Leon kembali ke meja dengan wajah berselaput mendung. Tadi ia berniat menyusul Agnes, barangkali wanita itu butuh bantuannya mengurus Al, tapi ia justru mendengar hal membuat perasaannya terluka.
Apakah itu maksud dari jawaban Agnes tadi siang? Ternyata sudah ada pria lain, dan sepertinya Agnes sangat nyaman dengan pria itu. Rama.
Jadi Agnes sudah membuat pilihan, sementara dirinya belum bisa move on dari masa lalu. Leon duduk, menunduk dalam diam, mencoba menetralkan nafasnya yang mulai sesak akibat gejala depresi yang kembali muncul.
Pria itu buru-buru keluar menuju tempat parkir, guna meminum obat yang selalu standby di dashboard mobilnya. Beberapa kali ia memukul dadanya yang terasa nyeri, patah hatinya semakin parah karena Al belum mengetahui kenyataan yang sebenarnya tentang dirinya.
Leon menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, menarik dan menghembuskan nafas bisa bergerak teratur. Hari ini ia bahagia, bahkan amat sangat bahagia karena bisa menghabiskan hari libur bersama dua orang yang ia cintai.
Tapi di penghujung hari, ia seolah disadarkan pada kenyataan yang ternyata tak seindah harapan. Semu.
Apakah ini akhirnya, di penghujung harapan, ia akhirnya harus menyerah dan mengucap selamat tinggal? Ikhlas kah? Tapi apa mungkin bisa?
###
Salam hangat, untuk cintaku
Aku yang kandas, dan patah hati
Loh…
Loh…
Malah nyanyi🤪🤓
###
Tak lama kemudian, Agnes kembali ke ruang makan, tapi ia tak melihat keberadaan Leon, dimana pria itu?
“Uncle, mana, ya?” gumam Agnes pada Al. Wanita itu celingukan mencari-cari. Dan yang dicari ternyata baru kembali dari luar ruangan.
Leon melambai, agar Agnes melihat keberadaannya. Al dan Agnes menghampiri meja mereka, “Dari mana?” tanya Agnes.
“Cari angin sambil menunggu kalian,” jawab Leon. Pria itu menata meja, memberikan mangkok pesanan masing-masing, hal yang mungkin tak akan pernah bisa ia lakukan jika Agnes benar-benar menikah dengan pria lain.
“Terima kasih,” ucap Agnes ketika Leon menyodorkan mie udon pesanannya.
Tak ada yang memperhatikan Al, padahal anak itu mendadak diam. “Ayo, makan, katanya lapar.”
“Uncle, are you my dad?”
###
sisanya nanti, ya. biar kalian penasaran, biar kalian nungguin, biar kalian gercep... 🤪
Al mendengar saat Agnes bilang daddy.
sudah gak naik kereta gantung tapi masih digantung thor😂