Jihan, harus memulai kehidupannya dari awal setelah calon kakak iparnya justru meminta untuk menggantikan sang kakak menikahinya.
Hingga berbulan-bulan kemudian, ketika dia memutuskan untuk menerima pernikahannya, pria di masa lalu justru hadir, menyeretnya ke dalam scandal baru yang membuat hidupnya kian berantakan.
Bahkan, ia nyaris kehilangan sang suami karena ulah dari orang-orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5
Ketika langkahku sudah berada di lantai bawah, tepatnya di ruang tengah, mas Sagara yang tadi berjalan dua langkah di depanku tiba-tiba berhenti. Aku yang tak fokus otomatis menabrak dadanya sebab pria itu sudah berbalik menghadapku.
"Astaghfirullah"
"Makannya, kalau jalan jangan sambil melamun" Tegurnya datar. Dan tanpa aba-aba dia langsung meraih tanganku, menautkan jari jemarinya di jemariku lalu menguncinya.
Aku yang merasa terkejut lantas protes dengan tangannya yang menggandeng tanganku.
"Ini apa-apaan, mas?"
"Jangan banyak bertanya, bukankah kamu sudah sepakat dengan rencanaku?"
"Ya tapi kenapa harus bergandengan tangan seperti ini"
"Ini termasuk rencana kita untuk menutupi aib kakakmu, jadi menurutlah dan ikuti saja alurku"
Aku berdecak dalam hati, merutuki pria kejam yang terus melangkahkan kaki menuju ruang tamu dengan ribuan sumpah serapah.
Keluargaku pasti terkejut melihat kami muncul dengan tangan saling bertaut begini. Tidak hanya keluargaku, orang tua mas Sagara yang di pastikan sudah sampai pun akan kaget.
Sekitar tiga langkah lagi kami akan melewati pintu yang menghubungkan antara ruang keluarga dan ruang tamu. Sementara jantungku kian ribut di dalam sana.
Tiga, dua, dan....
Para penghuni ruang tamu sontak memusatkan perhatiannya pada kami. Mereka mematung, melihat tangan kami yang sama sekali tak terurai.
Benar kan, mereka pasti terhenyak sekaligus bertanya-tanya.
"Duduk, sayang!" Kata mas Sagara memerintahkanku. Aku menelan ludah mendengar panggilan sayang darinya. Sepertinya bukan hanya aku, keluarga kami yang sudah berkumpul pun turut shock.
Sayang??? Ku lihat wajah kak Lala yang mimik mulutnya seperti mengulang panggilan sayang mas Sagara padaku.
"Duduk!" perintahnya lagi.
"Sagara" Ucap papanya mas Sagara.
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, pah?"
"I-ini apa-apaan, Saga? Kenapa kamu memanggil calon adik iparmu sayang, dan kenapa kalian saling bergandengan tangan" Tante Rahma, mamahnya mas Sagara terlihat sangat bingung.
"Itu yang ingin aku bahas, mah" jawab mas Sagara dengan santainya.
Setelah aku duduk, mas Sagara pun turut duduk di sampingku.
Lidahku kelu, mulut juga terkatup seperti terkunci, entahlah ... Aku tak bisa berkata apapun, rekaman di ponsel mas Sagara pun seakan terus mengelilingi kepalaku.
"Aku nggak mau nikah sama Lala, pah, mah"
Pria ini, benar-benar nekad.
Aku menyadari raut aneh di wajah keluargaku.
"Apa kamu bilang?" Tanya ayah, dan spontan sepasang netraku jatuh ke wajahnya.
"Maaf yah, aku nggak cinta sama Lala, aku cintanya sama Jihan"
"Apa-apaan kamu Sagara" Sambar om Helmi begitu mendengar ucapan mas Sagara.
"Aku ingin menikahi Jihan, bukan Lala. Aku dan Jihan saling mencintai"
What... Sandiwara macam apa ini?
"T-tapi nak Sagara, a-apa maksud kamu?" bunda bertanya dengan fokus sepenuhnya menatap mas Sagara.
"Maaf bun"
"Kalau kamu mencintai adiknya, kenapa ngotot ingin menikahi kakaknya?" Sambung om Helmi.
"Itu hanya alibiku saja pah, aku berusaha melupakan adiknya, tapi tidak bisa. Dan pernikahan ini sepertinya salah karena ternyata aku mencintai Jihan. Begitu juga dengan Jihan yang juga mencintaiku"
"Tapi kenapa tidak bilang dari awal?" Emosi om Helmi sepertinya kian memuncak. "Apa itu benar, Jihan? Kamu juga mencintai Sagara?"
Jantungku berdenyut geli saat om Helmi menanyaiku. Cukup lama tak menjawab, tangan mas Sagara yang masih mengunci jemariku reflek mengerat. Kode supaya aku segera menjawab iya, dan itu ku lakukan.
"I-iya om"
"Lalu bagaimana dengan Lala? Tega kamu menyakitinya, Saga?"
"Lala juga nggak cinta sama aku mah, itu sebabnya aku mengundang Lentera untuk datang kemari"
Sepasang manik hitam orang tuaku dan orang tua mas Sagara langsung tertuju ke mas Lentera.
"Aku sudah meminta maaf pada Lala, dan Lala tidak merasa keberatan, karena Lalapun mencintai pria lain"
"Astaga, Sagara" Desis Tante Rahma.
Sedangkan bundaku, sangat terlihat jelas raut tak mengerti di wajahnya.
"Kalian ini sudah dewasa, kenapa melakukan hal konyol seperti ini? dan kenapa baru mengatakannya saat acara akan di gelar besok?"
"Aku pikir, aku dan Lala akan bisa menjalani pernikahan terpaksa ini mah, tapi setelah berunding, tenyata aku dan Lala sama-sama tidak bisa menjalaninya, kami merasa terbebani. Dan setelah kami pikir matang-matang, kami sepakat untuk membatalkan pernikahan kami"
Dusta... Dasar raja drama, ku pikir hanya wanita yang pintar bersandiwara, ternyata Sagara pun jago.
Dan di sini ayahku hanya diam membeku. Mungkin beliau kecewa dengan anak-anaknya, aku sendiri maklum atas reaksi ayah.
"Jadi apa mau kalian?" tanya om Helmi, emosinya kini sudah sedikit menurun.
"Acara besok tetap berlangsung dengan aku menikahi Jihan. Lala dan Lentera juga bisa sekalian menikah"
"Kamu pikir segampang itu? Kamu tidak memikirkan perasaan kami sebagai orang tua kalian? Lihatlah wajah kami, kami kecewa Sagara"
"Maafkan kami pah, mah, ayah, bunda"
Setelah itu hening, mas Lentera dan kak Lala tampak menunduk, berbeda dengan mas Sagara yang dengan beraninya memindai wajah orang tua kami secara bergantian. Sungguh, ketenangan dan sikap santainya benar-benar di luar batas.
"Ayah, aku akan menikahi Jihan" ucap mas Sagara setelah tadi kami sama-sama diam terpaku.
"Boleh kan yah?"
Ayah tak menjawab, aku tahu ayah pasti sangat kecewa, tapi kekecewaan ayah ini tidak akan sebanding dengan rasa malunya besok jika aku menolak kesepakatan mas Sagara. Dari pada aku melihat ayah malu, yang kemungkinan besar akan menjadi bulan-bulanan masyarakat, lebih baik aku melihat ayah kecewa saat ini.
Untuk bunda, aku yakin beliau sedikit lega karena mas Sagara tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada ayah dan orang tuanya.
"Gimana yah?" tanya mas sagara karena belum ada respon dari ayah.
"Gimana, bun?" tanya Ayah ke bunda dengan lesu, wajahnyapun tampak pucat.
"Coba tanyakan ke Jihan, mas"
Jantungku kembali berdetak.
"Gimana, Ji. Apa kamu juga ingin menikah dengan Sagara?" tanya Ayah to the point.
Tautan tangan mas Sagara kembali mengerat.
"Iya, yah. Tapi_"
"Tapi apa?"
"Aku belum siap menikah yah, aku ingin pernikahan ini di rahasikan dari teman-temanku setidaknya sampai usiaku genap dua puluh tahun"
"Bagaimana dengan para tamu undangan, nak" Potong tante Rahma.
"Aku yakin mereka tidak akan menyadari kalau mempelai wanitanya adalah adiknya mah" jawab mas Sagara tanpa ragu.
"Lalu bagaimana dengan kerabat kita?"
"Biarkan saja mereka tahu"
"Kamu pikir segampang itu, Sagara?"
"Memang segampang itu kan pah"
Om Helmi berdecak, lalu mengalihkan netra ke ayah.
"Ini bagaimana pak Bima?"
"Mau bagaimana lagi pak Helmi, jika anak-anak menginginkan itu, apa yang lebih baik kita lakukan?"
Kembali kami terjerat dalam keheningan.
Hingga lewat satu menit lebih, om Helmi kemudian bersuara.
"Baiklah, kamu bisa menikahi Jihan, tapi sebelumnya papah ingin memastikan sekali lagi padamu, Saga"
"Memastikan apa pah?"
"Keputusan kamu ini tidak akan berubah lagi kan?"
"Tidak, pah. Aku dan Jihan sudah mantap untuk menikah"
Hufftt... Setelah berkelit cukup lama, akhirnya dengan kesepakatan dan kelegowoan para keluarga, aku dan Sagara akan menikah, begitu juga dengan kak Lala dan mas Lentera yang akan menikah besok. Keluarga mas Lentera pun sudah mengetahui semuanya dan mereka setuju.
Jika ada keluarga kami yang bertanya, maka kami akan menjawab memang beginilah pernikahan yang sebenarnya akan terjadi. Kak Lala akan menikah, tapi dengan mas Lentera, mas Sagara juga akan menikah tetapi denganku.
Sabar, Jihan... Bertahan untuk enam bulan saja, setelah itu bercerailah dengan alasan kalau kami tidak saling cocok.
Bersambung